Gelar juara dunia estafet 4x100 meter putra mendongkrak motivasi para sprinter Amerika Serikat untuk meraih hasil yang sama, bahkan lebih baik, pada Olimpiade Tokyo 2020.
Oleh
Yulia Sapthiani
·3 menit baca
Noah Lyles tak kuasa menahan euforia setelah mengantarkan tim putra Amerika Serikat menjadi juara dunia lari estafet 4x100 meter. ”Kami memutus kutukan! Kami memutus kutukan!” teriak Lyles dalam wawancara di trek Stadion Internasional Khalifa, Doha, Qatar, Sabtu (5/10/2019) malam, atau Minggu dinihari WIB.
Malam itu, tim estafet putra AS mengakhiri kesialan dalam momen besar, meski negara ini punya banyak sprinter top dunia.
Mimpi buruk tim estafet putra AS dimulai pada Kejuaraan Dunia Atletik Gothenburg 1995, sebelum Lyles (22 tahun) dan rekannya, Christian Coleman (23) lahir. Untuk pertama kalinya setelah membawa pulang empat gelar sejak Kejuaraan Dunia pertama kali digelar pada 1983, tim putra AS gagal naik podium di Gothenburg.
Status mereka, bahkan, gagal finis pada babak penyisihan. Itu terulang pada kejuaraan berikutnya, di Athena 1997.
Pada ajang Olimpiade, kesialan itu dimulai di Beijing 2008, seiring dengan munculnya dominasi Jamaika dengan bintang mereka, Usain Bolt.
Dari 18 Kejuaraan Dunia dan Olimpiade sejak 1995, tim putra AS sembilan kali gagal pada nomor 4x100 m dengan status gagal finis (DNF), karena menjatuhkan tongkat, atau melakukan kesalahan ketika penyerahan tongkat dari satu pelari ke pelari lain (diskualifikasi/DSQ).
Kegagalan terjadi pada dua momen besar terakhir, yaitu final Kejuaraan Dunia Beijing 2015 dan Olimpiade Rio de Janeiro 2016. Coleman dan kawan-kawan pun termotivasi agar tak menambah daftar kegagalan itu di Doha.
Coleman pun berinisiatif mengumpulkan rekan-rekannya pada Sabtu pagi, saat sarapan. Tak ada manajer dan pelatih, hanya pelari. “Kami berdialog secara terbuka agar bisa kompak dan menyelesaikan tugas dengan baik. Semua mengemukakan pendapat tentang hal terbaik yang bisa mereka lakukan,” ujar Coleman.
Dalam pertemuan itu pula diputuskan urutan pelari yang tampil di final. Coleman dipilih menjadi pemimpin yang bertugas sebagai pelari pertama. Dari Coleman, tongkat diserahkan pada Justin Gatlin, lalu Mike Rodgers, dan Lyles sebagai pelari kunci.
Tim ini bermaterikan juara dunia 100 m (Coleman), 200 m (Lyles), serta dua senior yang berpengalaman tampil dalam estafet sebelum kedua bintang muda itu lahir. Gatlin, misalnya, membela tim estafet AS sejak 15 tahun lalu. Maka, hanya kegagalan dalam penyerahan tongkatlah yang secara teori bisa menggagalkan mereka.
Di trek, pengoperan tongkat berjalan mulus. AS tak hanya berhasil menyelesaikan lomba dengan finis tedepan, melainkan juga membuat catatan waktu yang fantastis. Waktu 37,10 detik menjadi catatan waktu tercepat kedua setelah 36,84 detik (rekor dunia) yang dibuat Jamaika pada Olimpiade London 2012.
Gelar juara dunia tersebut menjadi yang pertama sejak AS menjuarai 4x100 m dalam Kejuaraan Dunia Osaka 2007. “Amerika! Kami membawa semua emas. Semuanya!” teriak Lyles merujuk pada tiga emas AS dari nomor lari cepat putra.
Selain menjadi emas pertama Lyles dan Coleman, yang menjalani debut dalam Kejuaraan Dunia, ini menjadi emas pertama Gatlin dari estafet pada ajang besar sejak debut pada Olimpiade Athena 2004. Saat itu, Gatlin mengantarkan AS meraih perak, di belakang Inggris Raya yang finis kedua di Doha.
Inggris Raya gagal mempertahankan gelar juara meski membuat rekor Eropa dengan waktu 37,36 detik. Adapun Jepang, dengan waktu 37,43 detik (rekor Asia), menempati peringkat ketiga.
Medali emas estafet putra itu membayar kegagalan tim putri dalam mempertahankan gelar. Pada final yang digelar 10 menit sebelum final putra, Teahna Daniels dan kawan-kawan hanya finis ketiga dengan waktu 42,10 detik. Mereka di belakang Jamaika, yang finis tercepat dengan waktu 41,44 detik, dan Inggris Raya yang finis kedua dengan catatan 41,85 detik.
Di samping itu, terputusnya kutukan tim putra AS juga membuka peluang meraih hasil yang sama, bahkan membuat rekor dunia baru, di Olimpiade Tokyo 2020 yang hanya berselang 10 bulan dari Kejuaraan Dunia ini. “Tentu saja itu bisa terjadi,” kata Lyles. (AP)