Dewan Perwakilan Daerah telah menyelesaikan pembentukan hingga penetapan pimpinan alat kelengkapan. Mereka lebih cepat dari Dewan Perwakilan Rakyat yang begitu alot menyelesaikannya karena sarat kepentingan partai.
Oleh
Kurnia Yunita Rahayu dan Dhanang David Aritonang
·5 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Delapan hari setelah pelantikan anggota legislatif, Dewan Perwakilan Daerah telah merampungkan pembentukan hingga penetapan pimpinan alat kelengkapan DPD. Dengan demikian, DPD sudah siap bekerja. Kondisi itu berkebalikan dengan DPR. Hingga kini, DPR belum juga tuntas menetapkan pimpinan di setiap alat kelengkapan karena tarik-menarik kepentingan partai politik.
Ketua DPD La Nyalla Mattalitti saat ditemui di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (8/10/2019), menjelaskan, alat kelengkapan DPD periode 2019-2024 terdiri atas empat komite, yaitu Komite I, Komite II, Komite III, dan Komite IV.
Selain itu, ada pula enam badan yang terdiri dari Panitia Perancang Undang-Undang (PPUU), Panitia Urusan Rumah Tangga (PURT), Badan Urusan Legislasi Daerah (BULD), Badan Kerja Sama Parlemen (BKSP), Badan Akuntabilitas Publik (BAP), dan Badan Kehormatan (BK).
”Pemilihan pimpinan untuk 10 lembaga tersebut sudah dituntaskan hari ini. Seluruhnya dilaksanakan secara musyawarah mufakat. Sebanyak 10 pimpinan itu akan disahkan dalam Sidang Paripurna DPD pada Rabu (9/10/2019),” kata La Nyalla.
Kecepatan DPD menuntaskan pembentukan alat kelengkapan DPD hingga pemilihan pimpinan masing-masing alat kelengkapan karena sudah ada kompromi di antara pimpinan DPD agar pemilihan pimpinan alat kelengkapan bisa dituntaskan dalam waktu satu hari. Pimpinan juga menyepakati agar semua pemilihan dilakukan secara musyawarah mufakat.
Menurut La Nyalla, konsep itu penting untuk menghindari konflik dalam tubuh DPD. Pasalnya, DPD selama ini identik dengan persaingan antaranggota DPD sehingga sering kali berdampak pada kinerja lembaga.
Dia juga menjelaskan, jabatan pimpinan itu sudah dibagi merata, mewakili semua subwilayah di DPD, dan semua golongan usia. Pada beberapa komite, terdapat pimpinan yang berasal dari generasi milenial. Salah satunya Casytha A Kathmandu (31) yang menjadi Wakil Ketua Komite IV. ”Kami ingin mengayomi semuanya, jangan ada yang berebut jabatan,” ujar La Nyalla.
Adanya kesepakatan itu juga membuat pemilihan pimpinan alat kelengkapan DPD berlangsung cepat. Ketika memilih Ketua Komite I, misalnya, lobi antarcalon pimpinan dalam pleno hanya butuh waktu beberapa menit.
Calon pimpinan Komite I terdiri atas empat orang yang terpilih dari empat subwilayah. Dalam waktu lima menit, mereka memilih A Teras Narang, ”senator” dari Kalimantan Tengah, untuk menjadi Ketua Komite I.
Bahkan, pada pemilihan Ketua Komite III, lobi antarcalon pimpinan tidak diperlukan. Para peserta rapat pleno sudah sepakat untuk memilih Bambang Sutrisno, ”senator” dari Jawa Tengah, untuk memimpin Komite III.
PR yang masih menumpuk itu harus kami kerjakan, DPD periode ini ingin berlari cepat, bekerja maksimal memperjuangkan kepentingan daerah.
Wakil Ketua DPD dari Kalimantan Selatan Mahyudin mengatakan, kecepatan menyelesaikan alat kelengkapan DPD merupakan langkah awal untuk mengakselerasi kerja DPD. Terlebih tak sedikit tugas konstitusional yang menjadi pekerjaan rumah, salah satunya pembahasan rancangan undang-undang yang tertunda.
”PR yang masih menumpuk itu harus kami kerjakan, DPD periode ini ingin berlari cepat, bekerja maksimal memperjuangkan kepentingan daerah,” ujarnya.
Sementara ”saudara tua” DPD, yaitu DPR, belum juga menyelesaikan pembentukan alat kelengkapan DPR. Setelah rapat musyawarah pertama untuk membahas alat kelengkapan DPR pada Senin (7/10/2019) belum ada lagi pertemuan lanjutan.
Wakil Ketua DPR dari Fraksi Partai Gerindra Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, pengisian pimpinan alat kelengkapan DPR dibagi secara proporsional, sesuai dengan perolehan kursi DPR dari hasil Pemilu 2019. Penghitungannya pun dilakukan dengan cara yang sama dengan penghitungan hasil pemilu, yaitu menggunakan metode sainte lague.
Berdasarkan penghitungan sementara, PDI-P akan mendapatkan empat kursi ketua alat kelengkapan DPR. Adapun Golkar bisa mendapat dua hingga tiga kursi. Sementara Gerindra bersama Nasdem, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), dan Demokrat mendapatkan dua kursi ketua. Kemudian Partai Amanat Nasional (PAN), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), dan Partai Persatuan Pembangunan (PPP), memperoleh satu kursi ketua.
Namun, penghitungan itu pun belum disepakati seluruh fraksi. ”Masih ada perdebatan mengenai pembulatan angka hasil penghitungan. Sebab, pembulatan angka itu menentukan jumlah kursi ketua yang akan didapat setiap fraksi,” kata Dasco.
Menurut Dasco, semua kursi pimpinan komisi atau badan yang menjadi bagian dari alat kelengkapan DPR diincar oleh seluruh fraksi. ”Perburuan” fraksi didasarkan pada kepentingan fraksi masing-masing.
Contohnya, Gerindra berniat memimpin komisi yang berhubungan langsung dengan masyarakat. Penentuannya perlu pertimbangan yang matang, mengingat Gerindra hanya memiliki jatah dua kursi ketua.
Ketua Fraksi PKB di DPR Cucun Ahmad Syamsurijal menambahkan, penentuan kursi pimpinan komisi atau badan yang akan didapat setiap fraksi tidak bisa langsung ditentukan dalam rapat musyawarah antar pimpinan fraksi. Keputusan terkait amat politis sehingga perlu lobi-lobi antarfraksi.
Apalagi, PKB tergabung dengan beberapa partai politik lain dalam Koalisi Indonesia Kerja. Koordinasi lintas partai dalam koalisi pendukung Presiden-Wakil Presiden terpilih Joko Widodo-Ma\'ruf Amin itu dibutuhkan agar penguasaan pimpinan alat kelengkapan DPR bisa memuluskan kebijakan Jokowi-Amin ketika memerintah selama lima tahun ke depan.
Minggu ini harus sudah selesai agar kami bisa segera bekerja.
Dasco menargetkan pembentukan dan penetapan pimpinan alat kelengkapan DPR harus tuntas pekan ini. ”Minggu ini harus sudah selesai agar kami bisa segera bekerja,” ujarnya.
Berdasarkan catatan Kompas, pembentukan dan penentuan pimpinan alat kelengkapan DPR yang berbelit bukan barang baru. Lima tahun yang lalu, alat kelengkapan bahkan belum terbentuk hingga tiga minggu setelah pelantikan anggota Dewan.
Sepuluh fraksi terbelah menjadi dua, yaitu Koalisi Indonesia Hebat (KIH) yang mendukung Presiden dan Wakil Presiden Jokowi-Jusuf Kalla dengan Koalisi Merah Putih (KMP). Penguasaan mayoritas kursi pimpinan di alat kelengkapan oleh KMP membuat fraksi anggota KIH tak mau menyerahkan nama anggota untuk ditempatkan di alat kelengkapan (Kompas, 22/10/2014).
Peneliti Centre for Strategic and International Studies (CSIS), Arya Fernandes, melihat penetapan pimpinan alat kelengkapan DPR di awal masa jabatan DPR memang selalu alot. Ini karena prosesnya sarat dengan kepentingan partai politik.
”Pembahasan yang alot menunjukkan bahwa fraksi-fraksi masih mencari titik temu yang menggembirakan semua partai,” kata Arya.
Menurut dia, satu sama lain menginginkan posisi strategis di alat kelengkapan, di antaranya pada bidang hukum, pertahanan, ekonomi, keuangan, dan infrastruktur.
Namun, dia mengingatkan, pembahasan kepentingan antarfraksi yang berlarut-larut bisa kontraproduktif pada kinerja DPR.
Padahal, anggota DPR semestinya bisa bekerja lebih cepat, mengingat ada sejumlah pembahasan rancangan undang-undang kontroversial yang ditunda dari periode sebelumnya. Apalagi, jika wacana Presiden untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) terkait UU Komisi Pemberantasan Korupsi direalisasikan.
”Diharapkan partai-partai bisa cepat dalam menegosiasikan alat kelengkapan karena beberapa RUU yang ditangguhkan butuh pembahasan yang cepat,” ujar Arya.