HONG KONG, SENIN —Pemerintah Hong Kong mempertimbangkan pemanfaatan lanjutan undang-undang darurat untuk meredakan unjuk rasa. Kali ini, langkah yang dipertimbangkan adalah pembatasan akses internet.
Anggota Dewan Penasihat Pemerintah Hong Kong, Ip Kwok-him, mengatakan, internet penting bagi pengunjuk rasa. Berbagai forum komunikasi di dunia maya dimanfaatkan sebagai sarana penggalangan unjuk rasa. Karena itu, pembatasan akses internet tetap dipertimbangkan. ”Selama ada kemungkinan bisa meredakan kericuhan, pemerintah tidak akan mengesampingkan pembatasan internet,” katanya, Senin (7/10/2019).
Politisi pendukung Beijing itu menyatakan, pembatasan tidak akan berdampak terhadap dunia usaha. Pembatasan hanya akan menyasar secara spesifik pada forum-forum komunikasi pengunjuk rasa.
Internet tidak hanya penting bagi pengunjuk rasa. Hong Kong bisa menjalankan peran sebagai salah satu pusat penghubung keuangan global karena akses internet. Tanpa akses internet, transaksi keuangan lintas negara tidak bisa diproses.
Namun, bagi penggiat demokrasi, pembatasan itu memberangus gerakan demokrasi Hong Kong. Unjuk rasa bisa bertahan berbulan-bulan tanpa pemimpin karena ada banyak saluran untuk menginformasikan ajakan berunjuk rasa.
Topeng
Ip mengemukakan kemungkinan pembatasan internet setelah larangan menggunakan penutup muka gagal meredakan unjuk rasa. Menggunakan kewenangan berdasarkan UU darurat, Kepala Eksekutif Hong Kong Carrie Lam mengumumkan larangan itu pada Jumat, dan sejak Sabtu, setiap orang dilarang menggunakan penutup wajah dalam bentuk apa pun jika berada di tengah kerumunan. Setiap pelanggar dapat dipenjara hingga setahun.
Sementara itu, jurnalis surat kabar Hongkong berbahasa Indonesia, Suara, Veby Mega Indah, memastikan dirinya masih terus menjalani proses perawatan di rumah sakit. Dokter yang menanganinya memeriksa kondisi mata kanan Veby setiap hari. Hal itu disampaikannya, Minggu (6/10) malam, lewat pesan suara.
Seperti diwartakan Veby dirawat di RS Pamela Youde Nethersole Eastern, Chai Wan, Hong Kong, setelah terluka di bagian mata kanan akibat tertembak peluru karet aparat kepolisian. Saat kejadian Veby tengah meliput aksi unjuk rasa di kawasan Chai Wan bersama sejumlah jurnalis lain.
Ia mengaku kecewa terhadap pernyataan pihak tertentu, yang menurut dia tidak sesuai dengan kenyataan. Pernyataan kalau kondisi mata kanannya sudah membaik dan bisa melihat kembali menurut dia tidak benar dan sama sekali tak membantu keadaannya. Namun, Veby juga menyampaikan penghargaan dan rasa terima kasihnya kepada pihak-pihak yang peduli dan mendoakannya.
Saat ini, Veby bersama 13 jurnalis Hong Kong lain, bersama Hong Kong Journalist Association, sedang mengajukan pengaduan dan proses hukum terkait kekerasan terhadap wartawan. (AP/AFP/RAZ/DWA)