Kembangkan Materi Bahasa Indonesia Khusus Tenaga Kerja Asing
Pemerintah menegaskan bahwa tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia setidaknya pada tingkat madya dalam uji kompetensi bahasa Indonesia.
Oleh
Laraswati Ariadne Anwar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemerintah menegaskan bahwa tenaga kerja asing yang bekerja di Indonesia harus bisa berbahasa Indonesia setidaknya pada tingkat madya dalam uji kompetensi bahasa Indonesia. Oleh sebab itu, dibutuhkan bahan ajar bahasa Indonesia untuk penutur asing yang dikhususkan kepada pembicara dewasa dengan tujuan komunikasi bisnis dan negosiasi.
”Selama ini, materi ajar BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) khusus TKA (tenaga kerja asing) disamakan dengan materi untuk siswa sekolah. Tidak ada tujuan pemelajaran spesifik vokasional dan para guru terpaksa mencari-cari melalui berbagai artikel di media massa,” kata dosen Komunikasi Universitas Multimedia Nusantara (UMN) Niknik Mediyawati Kuntarto ketika menjalani sidang doktoral bidang studi pendidikan bahasa Indonesia di Universitas Negeri Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Selama ini materi ajar BIPA (Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing) khusus TKA (tenaga kerja asing) disamakan dengan materi untuk siswa sekolah.
Ia mempertahankan disertasinya yang berjudul ”Model Bahan Ajar Bahasa Indonesia Berbasis Tugas Ranah Komunikasi Bisnis bagi TKA”. Riset ia lakukan terhadap para peserta didik lembaga BIPA milik UMN.
Data Kementerian Ketenagakerjaan menyebutkan, pada tahun 2018, ada 95.335 TKA di Indonesia. Mereka umumnya berasal dari China, Jepang, Korea Selatan, dan India. Mereka bekerja mengisi posisi teknisi, manajerial, direksi, dan konsultan.
Secara formal, Peraturan Presiden Nomor 20 Tahun 2018 mewajibkan semua lembaga yang mempekerjakan TKA untuk menyediakan kelas pemelajaran BIPA. Perusahaan juga bisa bekerja sama dengan lembaga penyelenggara BIPA profesional. Namun, sejauh ini pelatihan hanya berjalan secara reguler, padahal TKA hendaknya dibimbing dengan metode khusus peserta didik dewasa. Tujuan mereka belajar bahasa Indonesia adalah demi kebutuhan bekerja.
Niknik mengembangkan metode ajar yang mengedepankan kecakapan lisan dan tulisan komunikasi sehari-hari. Selain itu, materi juga memperdalam komunikasi vokasional di bidang masing-masing beserta kompetensi profesional lain, seperti cara melakukan presentasi bisnis, menulis surat lamaran kerja, memimpin rapat, merancang perjanjian kerja, menghadapi keluhan konsumen, melakukan tawar-menawar, dan melakukan promosi produk.
Metode MEDIA
Selain itu, BIPA khusus TKA juga mendalami budaya di antara negara-negara mitra kerja. Contohnya, orang asing sering kebingungan melihat pegawai Indonesia di tengah berjalannya rapat bisa meminta izin guna menunaikan shalat. Di sisi lain, orang Indonesia tidak menyadari budaya komunikasi dengan rekan senior dari Asia Timur. Pegawai yunior tidak boleh mengulurkan tangan untuk mengajak bersalaman karena dianggap lancang, mereka harus menunggu atasan atau rekan senior yang mengajak berjabat tangan.
”Kelancaran hubungan bisnis sangat bergantung pada hal tersirat. Jika memahami konteks budaya lokal dan calon mitra asing, penerapan kompetensi BIPA sangat efisien,” tutur Niknik yang lulus dengan yudisium sangat memuaskan.
Ia mengembangkan metode MEDIA. Istilah ini adalah singkatan dari mulailah dengan pengurutan topik berdasar analisis kebutuhan; ejawantahkan ke dalam tujuan, tugas, dan evaluasi berdasarkan standar kemahiran berbahasa; dukung dengan tokoh-tokoh yang akan menjiwai bahan ajar; ikat tema-tema dengan cerita menarik yang berhubungan dengan komunikasi bisnis; dan asupkan unsur bahasa, komunikasi, dan budaya bahasa sasaran.
Metode ini dituangkan ke dalam enam jilid buku BIPA yang terdiri dari buku teks pelajaran, buku kerja siswa, dan buku guru untuk level madya dan unggul. Buku-buku ini sudah terdaftar hak kekayaan intelektualnya dan siap dicetak.
”Ada 60 tokoh dari tujuh negara di dalam buku teks. Mereka menampilkan berbagai skenario berdasarkan kenyataan di dunia kerja kemitraan Indonesia dengan perusahaan asing,” ujar Niknik.
Menurut dia, hambatan utama pemelajaran BIPA untuk TKA adalah keengganan peserta didik untuk mengikuti Uji Kompetensi Bahasa Indonesia (UKBI). Hasil ujian dibagi ke dalam tujuh peringkat, yakni terbatas, marjinal, semenjana, madya, unggul, sangat unggul, dan istimewa. Perusahaan tempat TKA bekerja lazimnya hanya meminta surat keterangan para pekerja mengikuti kelas BIPA tanpa memedulikan hasil.
Hambatan utama pemelajaran BIPA untuk TKA adalah keengganan peserta didik untuk mengikuti Uji Kompetensi Bahasa Indonesia (UKBI).
Namun, terbitnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 70 Tahun 2016 menegaskan bahwa semua TKA wajib memiliki bahasa Indonesia paling rendah di tingkat madya. Aturan ini perlahan membuat para TKA mulai mengambil UKBI.
Membuka pintu
Guru Besar Bahasa dan Sastra Indonesia UNJ Endry Boeriswati yang bertindak sebagai penguji menuturkan, hendaknya BIPA tidak hanya sebagai pintu bagi TKA ke Indonesia. ”BIPA harus bisa membuka pintu bagi tenaga kerja Indonesia ke dunia untuk menduduki posisi-posisi profesional,” ucapnya.
BIPA harus bisa membuka pintu bagi tenaga kerja Indonesia ke dunia untuk menduduki posisi-posisi profesional.
Lebih lanjut, Profesor Riset Bahasa Indonesia Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia Dendy Sugono menerangkan, kesempatan bahasa Indonesia menjadi bahasa dunia sangat besar. Terdapat 70 negara yang sudah menjadikan bahasa Indonesia bagian dari kurikulum sekolah. Potensi terbesar ada di negara-negara Asia Tenggara dan Australia.
”Selain itu, juga ada masyarakat keturunan Nusantara yang tersebar di Suriname dan Afrika Selatan. Apabila digarap dengan baik, bahasa Indonesia bisa menjadi pilihan menarik bagi mereka. Salah satu caranya bisa bekerja sama dengan para mahasiswa Indonesia yang kuliah di luar negeri,” katanya.