Kemudahan kredit kendaraan bermotor membuka celah bagi orang untuk melakukan kejahatan. Bermodal uang ratusan ribu, mereka mengajukan kredit kendaraan, kemudian menjualnya kepada orang lain.
Oleh
DIAN DEWI PURNAMASARI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kemudahan kredit kendaraan bermotor membuka celah bagi orang untuk melakukan kejahatan. Bermodal uang ratusan ribu, mereka mengajukan kredit kendaraan, kemudian menjualnya kepada orang lain.
Kasus tersebut diungkap oleh Polsek Pesanggrahan, Jakarta Selatan. Awalnya, dua warga berinisial KA (33) dan ROTH (46) menipu anggota polisi. KA membuat laporan palsu kehilangan sepeda motor ke Polsek Pesanggrahan. Sepeda motor yang dilaporkan hilang adalah Honda Beat B 6196 VSJ.
Laporan itu masuk ke Polsek Pesanggrahan pada Senin 30 September 2019 sekitar pukul 11.30. Laporan kehilangan dicatat dengan surat tanda bukti lapor No: LBP/528/IX/K/2019/SPKT/Seksanggar. Anggota Reserse Kriminal Polsek Pesanggrahan melakukan pengecekan ke tempat kejadian perkara (TKP). Saat mengecek TKP, anggota menemukan beberapa kejanggalan.
”Kejanggalan itu di antaranya tersangka KA mengatakan bahwa dia ke luar kota dan sepeda motor ditinggal di tempat kosnya, lalu sepeda motor itu hilang. Ternyata setelah di-cross check, sepeda motor diserahkan oleh KA kepada ROTH,” kata Kepala Unit Reserse Kriminal Polsek Pesanggrahan Inspektur Satu M Fajrul Choir.
Wakil Kepala Polsek Pesanggrahan Ajun Komisaris Agus Herwahyu Adi menambahkan, KA memang membuat laporan polisi seolah-olah kehilangan motor. Tujuannya untuk menguntungkan diri sendiri. Sebab, sepeda motor yang hilang itu dibeli dengan cara kredit. Ia membayar uang muka (DP), tetapi setelah itu tidak pernah membayarkan angsuran. Ia justru berniat menjual motornya kepada tersangka ROTH.
”Jadi, setelah mendapatkan unit motornya, KA ini tidak pernah membayar cicilan sepeda motornya,” kata Herwahyu.
Herwahyu mengimbau perusahaan leasing kendaraan bermotor untuk memperketat aturan kredit. Selama ini, aturan kredit dinilai terlalu mudah dengan uang muka yang sedikit. Akibatnya, warga dengan kemampuan ekonomi rendah terjebak utang kendaraan. Entah karena berniat jahat atau tidak mampu mencicil bulanan, akhirnya terbit niat melakukan kejahatan.
”Jangan sampai main-main seperti kedua tersangka ini karena ancaman hukumannya lama. Karena sudah menipu polisi, mereka dijerat dengan Pasal 242 Ayat 1 Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) dengan ancaman maksimal tujuh tahun penjara,” ujar Herwahyu.
Saat ditanya alasannya melakukan penipuan dan laporan palsu, KA yang bekerja sebagai wiraswasta mengatakan bahwa tindakannya itu dilakukan secara spontan.