Marc Marquez menjadi fenomena sejak debutnya di kelas MotoGP pada 2013. Dengan status "rookie", Marquez meredupkan pamor Valentino Rossi, Jorge Lorenzo, dan Dani Pedrosa. Kini, Marquez masih menanti lawan yang sepadan.
Oleh
Agung Setyahadi
·6 menit baca
Marc Marquez ibarat matahari. Dia panas, menyala, bergerak di jalurnya sendiri, dan ada karena tujuan yang jelas. Sejak debutnya di kelas MotoGP, enam tahun lalu, Marquez menjadikan lintasan balap bak panggung rock \'n\' roll beroktan tinggi. Gaya membalapnya yang sangat agresif, seperti semburan lidah api sang surya, melelehkan para pebalap andal yang menjadi lawannya.
”Il piccolo bastardo”, begitu Valentino Rossi menjuluki Marquez dengan nuansa bercanda, menjelang balapan di Laguna Seca musim 2013. Menjelang seri kesembilan musim itu, Marquez yang baru berusia 20 tahun telah membuat resah para pebalap senior. Pada seri pertama di Qatar, Marquez langsung naik podium di posisi tiga. Pada seri berikutnya di Austin, Amerika Serikat, dia bahkan meraih podium tertinggi. Di akhir musim, Marquez juara dunia.
Ini pencapaian yang mencengangkan, bahkan bagi bos dan teknisi tim Repsol Honda. Daya adaptasi Marquez pada ”monster” RC213V yang terkenal sulit dijinakkan di luar nalar. Pebalap Honda rata-rata perlu setahun untuk beradaptasi dengan motor.
”Marc lahir untuk mengendarai sepeda motor ini,” ujar legenda hidup GP500cc, Mick Doohan, dalam buku otobiografi Marc Marquez Dreams Come True: My Story.
Adapun Carlo Pernat yang menemukan bakat Valentino Rossi berujar, ”Ini adalah sepeda motor sebuah generasi, sepeda motor yang telah menanti begitu lama hadirnya seorang pengendara untuk memahaminya, menjadikan miliknya, mengendarai sesuai dengan kodrat motor itu.”
Motor RC213V sepertinya memang ditakdirkan untuk Marquez. Pertama kali dia memacu RC213V dalam sesi uji coba di Valencia, pada lap ketiga dia sudah memecahkan rekor kecepatan di seksi pertama trek itu. Hebatnya, itu dia lakukan saat lintasan basah, berbahaya bagi pebalap karena cengkeraman ban terhadap aspal sulit ditebak. Seusai tes, wajah anak muda Spanyol itu sumringah, dan berulang kali mengatakan, ”Ini baru motor balap beneran.”
Eksplorasi batas
Marquez pun mengeksplorasi sepeda motor barunya itu, berusaha menjinakkan ”kuda besi” yang liar dan sangat kuat. Marquez yang baru saja menjuarai Moto2 musim 2012 berjuang keras mencari batas motor barunya. Dia masuk ke mode ekstrem, hingga pada tes pramusim di Sepang, Malaysia, tiga kali terjatuh dalam tiga hari beruntun.
Insiden itu membuat insinyur pemimpin proyek RC213V Takeo Yokoyama meminta Marquez tidak memaksakan diri untuk segera menjinakkan motor yang penuh amarah itu. Marquez menangkap itu sebagai permintaan halus supaya dirinya sedikit melambat. Marquez menegaskan tidak akan mengubah gaya membalapnya, karena dia tahu betul apa yang dia lakukan.
”Saya tidak terjatuh karena saya menghendaki itu. Saya terjatuh karena itu satu-satunya cara yang saya ketahui untuk menemukan batasan. Dan jika saya ingin menang, kita ingin menang, tidak ada jalan lain bagi kita untuk maju, menjadi lebih baik, lebih cepat. Saya akan terus menekan, karena itulah gunanya latihan, untuk mengetahui batasannya, batasan saya dan batasan motor,” tegas Marquez dalam buku otobiografinya yang disusun oleh Emilio Perez de Rozas dan Mirco Lazzari.
Itulah cara Marquez menerjemahkan pesan kakeknya, Ramon, ”kencang, tetapi hati-hati”. Pesan itu jelas, agar cucunya memacu motor sekencang mungkin, tetapi dengan akal sehat, terukur, tidak asal nekat. Hal itu dikuatkan oleh Marquez yang mengatakan, melesat dengan kecepatan di atas 200 kilometer per jam harus dengan pikiran jernih. Itulah mengapa sangat krusial mengetahui batasan kemampuan.
Cara unik Marquez mencari limit itu tak berubah, hingga dia meraih gelar juara dunia keenam MotoGP di Buriram, Thailand, Minggu (6/10/2019). Dia masih sering jatuh untuk mengatahui limit motornya.
Pada musim 2013, saat berstatus rookie, Marquez terjatuh 15 kali, tahun berikutnya dia terjatuh 11 kali. Pada 2015 dia terjatuh 13 kali, tetapi beberapa terjadi saat balapan, bukan sesi latihan, sehingga dia kehilangan kendali perebutan gelar juara. Pada 2016, dia terjatuh 17 kali, dan rekornya pada 2017 dengan 27 kali insiden. Musim lalu, tak kurang dari 23 kali dia terjatuh. Sementara pada 2019, Marquez jarang terjatuh, terakhir dua kali di seri Thailand, saat latihan dan kualifikasi kedua.
Marquez mengaku, musim 2019 ini dia jarang terjatuh karena perubahan pola balap menyesuaikan tenaga motor yang lebih besar. Perubahan karakter motor itu memaksa Marquez lebih berkonsentrasi.
”Saya lebih sedikit terjatuh (tahun ini), tetapi jika Anda hitung, berulang kali saya menyelamatkan diri, karena itulah saya lebih sedikit terjatuh, tetapi lebih banyak menyelamatkan,” ujarnya dikutip Motorsport, pada Juli lalu, saat dia baru enam kali terjatuh dalam sembilan seri.
Di samping teknik membalap Marquez yang berada di tingkat dewa, aset terbesarnya adalah kecerdasan. Mekanik kepercayaan Marquez, Carlo Linan, pada 2013 mengatakan, ”Kekuatan Marc ada di kepalanya, dalam pikirannya, di dalam otaknya yang sangat lengkap.”
Dengan kecerdasan itulah, Marquez bisa memutuskan sesuatu dalam hitungan milidetik, salah satunya cekatan mengubah arah motor yang melaju dalam kecepatan tinggi.
Alex Marquez, adik Marc Marquez, mengaku terkagum-kagum dengan cara kakaknya melihat segala sesuatu dengan jernih di dalam dan luar trek.
Kemampuan sintesis juga membuat para mekanik tahu apa yang harus dilakukan. Marquez mampu menjelaskan dengan detail apa yang dia rasakan sehingga mudah dipahami oleh para mekanik, seperti untuk menyetel suspensi, rem, akselerasi, dan stabilitas sasis. Kejelian Marquez memahami kinerja roda juga membuat perbedaan besar dalam menentukan karakter ban yang tepat untuk setiap trek.
Alien
Karakter lengkap Marquez itulah yang membuat Yokoyama, kini Direktur Teknik Honda, menilai Maquez seperti ”makhluk dari planet lain”. Semua berawal dari motor baru 2019 yang lebih bertenaga untuk mengejar ketertinggalan kecepatan puncak dari Ducati.
Namun, di awal musim ini, Marquez belum pulih pascaoperasi bahu. Itu memunculkan keraguan, apakah pebalap andalan mereka itu bisa cepat menjinakkan ”si monster”. Semua terjawab begitu sesi uji coba pramusim bergulir.
”Setiap hari saya merasa terkejut, terkejut, terkejut. Karena kami para insinyur memprediksi sesuatu, selanjutnya membuat sesuatu, kemudian tiba-tiba seseorang dari planet lain atau apa pun itu, datang dan menaiki motor ini serta melakukan sesuatu yang tidak kami perkirakan. Kemudian kami menyadari, oke, mungkin manusia bisa melakukan ini, jika dia manusia,” ujar Yokoyama, dikutip Crash, Minggu (6/10).
Sosok dari planet lain itu belum selesai dengan pengembaraannya di lintasan MotoGP. Pada usia 26 tahun, dia masih haus gelar juara. Enam gelar juara MotoGP, dan masing- masing satu di kelas 125cc dan Moto2, masih berpeluang besar bertambah.
Namun, musim depan dia akan mendapat tantangan lebih berat dari para pebalap muda, seperti pebalap Yamaha berusia 20 tahun Fabio Quartararo. Pergantian generasi akan menambah sengit persaingan, seperti saat Marquez menjadi rookie pada 2013, yang meredupkan pamor Rossi, Jorge Lorenzo, dan Dani Pedrosa.
Untuk mengalahkan Marquez, jelas tidak bisa hanya bermodal kelihaian memacu kuda besi sekencang mungkin. Kecerdikan Marquez perlu diimbangi dengan kejeniusan dari para penantangnya. Selain itu, kecakapan Marquez menjaga kerja sama tim dengan senyum yang menyuntikkan optimisme perlu diimbangi. Senyum yang menjadi citra Marquez telah banyak membantu timnya menemukan kembali motivasi dan optimisme untuk terus berada di puncak dunia.
Tantangan bagi para penantang itu sangat sulit, hingga Quartararo menilai era Marquez masih panjang. ”Dia akan ada di sana untuk waktu yang lama,” ujarnya. Rossi, pemilik rekor sembilan gelar juara dunia di semua kelas, tak ketinggalan memuji. ”Saya tidak berpikir dia akan kesulitan meraih sembilan (gelar juara),” ujar Rossi kepada GPOne.