Inovasi Teknologi Percepat Atasi Ketimpangan Masyarakat Pesisir
Melalui inovasi teknologi, ketimpangan masyarakta pesisir dapat teratasi dengan cepat. Upaya mengatasi ketimpangan ini menjadi perhatian serius pemerintah dengan menyiapkan program-porogram unggulan.
Oleh
MARIA PASCHALIA JUDITH JUSTIARI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS -- Pertumbuhan ekonomi di sektor kelautan berdampak pada kesejahteraan masyarakat pesisir. Kehadiran inovasi teknologi dapat mempercepat pertumbuhan ekonomi kawasan itu.
Kesejahteraan dan ketimpangan yang terjadi pada masyarakat pesisir menjadi sorotan Wakil Presiden Jusuf Kalla. "Ekonomi laut berkelanjutan merupakan hal yang penting karena mayoritas wilayah Indonesia adalah laut. Kualitas (hidup) sumber daya manusia di pesisir merupakan hal yang penting," katanya dalam pidato pembukaan SDGs (Sustainable Development Goals) Annual Conference 2019 di Jakarta, Selasa (8/10/2019).
Data Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) menyebutkan, kontribusi ekonomi maritim dalam pertumbuhan produk domestik bruto nasional sebesar 6,4 persen. Targetnya, angka ini meningkat menjadi 12,5 persen pada tahun 2045.
Artinya, rata-rata target pertumbuhan angka kontribusi tersebut sebesar 0,2 persen per tahun. "Angka ini tergolong lambat. Perlu percepatan agar dapat mengatasi ketimpangan serta meningkatkan kesejahteraan masyarakat pesisir," kata Deputi Bidang Ekonomi Bappenas Bambang Prijambodo.
Indikator pertumbuhan yang cenderung lambat terlihat dari nilai tukar petani (NTP) perikanan. Badan Pusat Statistik (BPS) mendata, NTP perikanan pada September 2017, September 2018, dan September 2019 secara berturut-turut mencapai 104,64 poin, 107,15 poin, dan 107,68 poin.
Salah satu usaha pemerintah mendorong ekonomi kelautan yang berkelanjutan ialah, mendorong pemanfaatan energi baru-terbarukan (EBT) dalam menopang proses pengolahan perikanan.
Direktur Konservasi Energi Direktorat Jenderal Energi Baru, Terbarukan, dan Konservasi Energi Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral Hariyanto mencontohkan, sistem pendinginan es yang memanfaatkan pembangkit listrik tenaga surya dan sudah diterapkan di 800 pelabuhan. Kapasitasnya mencapai 1 ton es per hari. Es ini digunakan dalam proses pengolahan ikan.
Meskipun demikian, sumber EBT di masing-masing wilayah pesisir berbeda-beda. "Karakteristiknya beragam. Ada yang dapat memanfaatkan energi surya atau arus laut," kata Hariyanto.
Menurut Dekan Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan Institut Pertanian Bogor Luky Adrianto, pertumbuhan ekonomi lautan yang berkelanjutan dan inklusif dapat mengoptimalkan wilayah pengelolaan perikanan (WPP) yang telah ditetapkan pemerintah. Pemerintah dapat memprioritas pengembangan di WPP yang telah memiliki infrastruktur perikanan dan pengelolaan ekosistem lautan yang berprinsip berkelanjutan untuk dijadikan model percontohan bagi WPP lainnya.
Secara umum, pengembangan ekonomi kelautan yang bersifat berkelanjutan mendukung tujuan pembangunan berkelanjutan nomor 14. "Ekosistem laut yang lestari akan berdampak pada peningkatan produktivitas. Peningkatan produktivitas ini berdampak pada peningkatan kualitas hidup masyarakat sekitar, utamanya masyarakat pesisir," kata Luky.
Katalis
Menurut Bambang, percepatan pertumbuhan ekonomi kelautan berkelanjutan turut membutuhkan kehadiran teknologi digital sebagai katalis. Teknologi ini mesti mendukung inklusivitas perekonomian bagi masyarakat pesisir, salah satunya nelayan.
Sebagai salah satu perusahaan teknologi digital yang bergerak di sektor perikanan, CEO PT Aruna Jaya Nuswantara atau Aruna.id Farid Naufal Aslam menyatakan, pihaknya telah meningkatkan penghasilan nelayan dari rata-rata Rp 2 juta per bulan menjadi Rp 15 juta per bulan.
"Kami mendorong nelayan untuk fokus menangkap ikan dengan teknik yang berprinsip berkelanjutan serta memberdayakan perempuan masyarakat pesisir dalam mengolah hasil ikan tangkapan secara higienis. Anak muda pesisir yang sudah melek teknologi kami hubungkan dengan pembeli ikan tangkapan tersebut di skala pabrik, hotel, dan restoran," tuturnya.
Kini, sudah lebih dari 3.300 nelayan yang aktif bergabung di Aruna.id. Farid menargetkan, pada 2045, terdapat 4,5 juta nelayan yang bergabung dengan konsumen sebanyak 200 juta pelanggan di tingkat global.