Potensi Wisata "Geopark" Natuna Terkendala Akses Penerbangan
Oleh
ERIKA KURNIA
·3 menit baca
NATUNA, KOMPAS -- Salah satu pulau terdepan Indonesia, Natuna, masih memiliki pekerjaan rumah untuk mengatasi kendala akses transportasi udara. Hal itu diperlukan agar potensi Natuna sebagai taman bumi atau geopark nasional bisa meningkatkan pendapatan daerah, bahkan dikenal dunia.
Ketua Association of The Indonesian Tours And Travel Agencies (ASITA) Kepulauan Riau, Andika Lim, mengatakan, pergerakan wisatawan ke Natuna sangat sedikit. "Perkembangan aksesibilitas yang minim masih jadi kendalanya. Penerbangan saja hanya dilayani Senin samapai Sabtu," kata dia saat dihubungi Selasa (8/10/2019).
Penerbangan udara adalah akses transportasi tercepat menuju Natuna. Namun, Natuna baru dapat diakses melalui pintu masuk Batam yang berjarak sekitar 562 kilometer. Adapun maskapai penerbangan swasta yang melayani penerbangan ke Natuna, yakni Lion Group dan Sriwijaya Air.
Hal yang sama juga sempat diungkapkan Bupati Natuna Abdul Hamid Rizal di Pelabuhan Selat Lampa, Natuna, Senin (8/10/2019). Terbatasnya jumlah penerbangan ke Natuna membuat pemerintah mendorong maskapai penerbangan agar membuka rute penerbangan ke sana.
"Kami sedang berusaha menyurati maskapai Garuda dan Citilink agar bisa membantu melayani transportasi udara ke Natuna. Layanan yang ada saat ini masih terbatas. Sriwijaya Air saja baru charter," ujarnya.
Dengan hadirnya lebih banyak penerbangan udara menuju Natuna, Abdul berharap wisatawan lebih banyak datang ke Natuna untuk mengunjungi berbagai situs warisan alam yang khas dengan bebatuan granit raksasa di pinggir pantai.
Pada November 2018 lalu, situs itu ditetapkan sebagai kawasan geopark nasional dengan dukungan Kementerian Luar Negeri. Situs itu terbentang di sisi timur dari selatan hingga utara Pulau Natuna, yakni Senubing, Taman Batu Alif, Gua dan Pantai Bamak, Tanjung Datuk, Batu Kasah, Pulau Akar, Pulau Sentanau, Gunung Ranai, dan Pulau Senua.
Pemerintah Kabupaten Natuna saat ini bahkan sudah menyiapkan kawasan geopark setempat agar bisa mendunia dengan terdaftar dalam Unesco Global Geopark (UGG). Sosialisasi dan pembangunan infrastruktur pariwisata akan terus dilakukan agar ikut mendukung pengembangannya.
Masyarakat kita berikan pemahaman agar bisa menjaga tempat-tempat yang akan dikunjungi agar situs itu tidak rusak
"Kami melalui Dinas Pariwisata, sedang membenahi kawasan ini dengan didukung dana anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD) supaya lebih cepat. Kita siapkan infrastrukturnya, terus masyarakat kita berikan pemahaman agar bisa menjaga tempat-tempat yang akan dikunjungi agar situs itu tidak rusak," jelas Abdul.
Dikenalnya geopark Natuna di mata dunia diharapkan memberi efek domino pada pertumbuhan ekonomi. Saat ini, pariwisata hanya berkontribusi sekitar 5 persen pada Produk Domestik Bruto (PDB) Natuna yang pertumbuhannya mencapai 5,8 persen per tahun.
"Dengan geopark diharapkan pertumbuhan ekonomi Natuna bisa 6 persen ke atas, seperti yang kami rasakan pada 2017 lalu," ujarnya.
Dihubungi terpisah, Asisten Deputi Pengembangan Wisata Alam dan Buatan Kementerian Pariwisata Alexander Reyaan mengatakan, ada beberapa syarat agar kawasan geopark Natuna berstatus UGG.
"Geopark nasional harus dikelola selama minimal setahun. Pemerintah Natuna juga harus melaksanakan Rencana Induk Geopark minimal satu tahun terakhir," kata dia.
Saat ini, Indonesia telah memiliki empat kawasan geopark global, yaitu Batur di Bali, Gunung Sewu di Yogyakarta, Rinjani di Nusa Tenggara Barat, dan Ciletuh di Jawa Barat. Sedangkan geopark yang masih berstatus nasional ada di 15 titik yang tersebar di berbagai wilayah.