MPR tidak akan terburu-buru menyikapi rekomendasi amendemen UUD. MPR akan terlebih dahulu membuka ruang sosialisasi yang seluas-luasnya pada publik.
Oleh
AGE/NIA/DVD
·2 menit baca
Rencana amendemen konstitusi bisa berpotensi menjadi bola liar yang berdampak banyak pada aspek ketatanegaraan. Oleh karena itu, wacana amendemen mesti disikapi hati-hati.
JAKARTA, KOMPAS - Wacana amendemen terbatas Undang-Undang Dasar 1945 yang direkomendasikan Majelis Permusyawaratan Rakyat periode 2014-2019 masih akan dikaji ulang MPR periode ini. Rencana perubahan konstitusi yang dinilai berpotensi jadi bola liar itu pun mulai menuai penolakan sejumlah fraksi di MPR.
Amendemen terbatas UUD 1945 yang digaungkan Fraksi PDI-P awalnya hanya untuk menghidupkan kembali haluan negara sebagai pedoman pembangunan nasional yang berkesinambungan. Perubahan itu juga mencakup mengembalikan kewenangan MPR menetapkan haluan negara.
Namun, dalam Rancangan Keputusan MPR tentang Rekomendasi MPR 2014-2019 yang dibahas di Rapat Gabungan MPR 27 September 2019 lalu, poin-poin rekomendasi itu tidak hanya mencakup perlunya menghidupkan kembali haluan negara. Namun, juga enam poin lain yang disepakati untuk dikaji lebih mendalam oleh MPR periode ini.
Enam poin itu mencakup penataan kewenangan MPR; penataan kewenangan Dewan Perwakilan Daerah; penataan sistem presidensial; penataan kekuasaan kehakiman; penataan sistem hukum dan peraturan perundangan berdasarkan Pancasila; serta pelaksanaan sosialisasi empat pilar kebangsaan, yaitu Pancasila, UUD 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika.
Melihat dinamika yang berkembang, sejumlah fraksi, antara lain Fraksi Partai Golkar dan Demokrat, menilai, tidak ada jaminan bahwa amendemen UUD 1945 tidak bergulir menjadi bola liar.
Ketua Fraksi Partai Demokrat di MPR Benny K Harman, Selasa (8/10/2019), menilai, amendemen UUD 1945 bukan solusi berbagai persoalan bangsa akhir-akhir ini. Menurut dia, titik masalah ada pada penerapan, bukan pada substansi UUD. Jika ingin menetapkan pokok haluan negara, solusinya bisa melalui undang-undang.
Menurut Benny, amendemen UUD 1945 akan membuka kotak Pandora dan berdampak pada banyak aspek ketatanegaraan. Selain karena tiap fraksi memiliki sikap dan keinginan masing-masing terkait poin amendemen, revisi terhadap satu pasal juga akan berdampak pada penyesuaian di pasal lain.
Terkait hal itu, anggota Fraksi Partai Golkar, Ace Hasan Syadzily, mengatakan, rencana amendemen perlu kajian matang agar tak bergulir ke mana-mana.
Ketua Fraksi Partai Keadilan Sejahtera di MPR Tifatul Sembiring menyangsikan amendemen dapat segera dilakukan. ”Saya melihat, pimpinan MPR saat ini cenderung tidak ingin ada amendemen,” katanya.
Melebar
Sebelumnya, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Gerindra Ahmad Muzani mengatakan, rencana amendemen UUD 1945 tidak akan terbatas pada menghidupkan kembali haluan negara. Ada kemungkinan amendemen melebar dan berdampak pada pasal lain.
Hal senada disampikan Ketua Fraksi Partai Nasdem di MPR Johnny G Plate. Oleh karena itu, menurut dia, amendemen perlu dibahas secara komprehensif.
Terkait itu, Wakil Ketua MPR dari Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa Jazilul Fawaid mengatakan, sebelum MPR 2019-2024 menindaklanjuti rekomendasi MPR periode lalu, perlu ada kajian mendalam yang melibatkan publik.
Sementara itu, Ketua MPR dari Fraksi Partai Golkar Bambang Soesatyo menjamin, MPR tidak akan terburu-buru menyikapi rekomendasi amendemen UUD. MPR akan terlebih dahulu membuka ruang sosialisasi yang seluas-luasnya pada publik.