Kejaksaan Siapkan Pendampingan Pembangunan Ibu Kota Baru
Kejaksaan Republik Indonesia menyiapkan pendampingan terkait rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Ini dilakukan sebagai upaya mencegah penyalahgunaan anggaran agar tidak timbul masalah.
Oleh
SUCIPTO
·3 menit baca
BALIKPAPAN, KOMPAS — Kejaksaan Republik Indonesia menyiapkan pendampingan terkait rencana pemindahan ibu kota ke Kalimantan Timur. Ini dilakukan sebagai upaya mencegah penyalahgunaan anggaran agar tidak timbul masalah yang menghambat pembangunan kelak. Upaya penindakan dan pengawasan di tubuh kejaksaan juga ditingkatkan untuk menghindari ulah jaksa nakal.
Kejaksaan RI dan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) menggelar rapat koordinasi pengawalan pembangunan kawasan Indonesia bagian tengah di Balikpapan, Rabu (9/10/2019). Jaksa Agung Muda Intelijen Jan S Maringka mengatakan, potensi permasalahan yang timbul di setiap tahapan akan diidentifikasi oleh Tim Pengawal dan Pengamanan Pemerintahan dan Pembangunan (TP4).
TP4 dibentuk untuk mengawasi dan mengamankan proyek di tingkat pusat hingga daerah yang menggunakan uang negara agar tidak dikorupsi. Tim melakukan penyuluhan, penerangan hukum, pendampingan hukum, dan penegakan hukum.
”Dengan ini, permasalahan hukum bisa diidentifikasi di setiap tahapan pekerjaan untuk menentukan strategi pengawalan dan pengamanan yang efektif,” ujar Maringka.
Dengan ini, permasalahan hukum bisa diidentifikasi di setiap tahapan pekerjaan untuk menentukan strategi pengawalan dan pengamanan yang efektif.
Ia mengatakan, terdapat beberapa proyek strategis nasional yang sudah didampingi kejaksaan di Kalimantan Timur sebagai calon ibu kota baru, salah satunya Jembatan Pulau Balang di Teluk Balikpapan. Melalui TP4, diharapkan pembangunan dapat berjalan tepat waktu sehingga menunjang pembangunan calon ibu kota ketika undang-undang sudah siap.
Untuk mengawal pembangunan ibu kota baru, terdapat program Kejaksaan RI TP4 Pusat untuk mengawal pembangunan di tingkat pemerintah pusat. Pengawalan ini sebagai langkah upaya pencegahan korupsi dalam proyek strategis nasional.
Inspektur Jenderal Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Widiarto mengatakan, saat ini pemindahan ibu kota negara dalam tahap persiapan sambil menunggu pembahasan UU oleh DPR. Jika itu berjalan tepat waktu, pembangunan awal infrastruktur ibu kota akan dimulai 2021-2024.
”Pemindahan ibu kota negara ujung tombaknya adalah infrastruktur. Agar itu berjalan baik dan tepat waktu, pencegahan penyalahgunaan keuangan negara perlu dikawal sejak awal,” kata Widiarto.
Widiarto mengatakan, pejabat tidak perlu takut lagi dalam mengambil keputusan di bidang proyek strategis nasional. Sebab, Kejaksaan RI memberi penyuluhan terkait permasalahan hukum yang mungkin terjadi. ”Ukuran keberhasilan penegakan hukum bukan banyaknya penindakan, melainkan mencegah terjadinya pelanggaran hukum,” katanya.
Gubernur Kalimantan Timur Isran Noor berharap, adanya pengawalan ini bisa mendisiplinkan pembangunan di Kalimantan Timur untuk menunjang pembangunan ibu kota negara baru. Pembangunan awal ibu kota negara baru direncanakan di lahan seluas 6.000 hektar dari total 180.000 hektar.
Untuk menunjang pembangunan itu, proyek strategis nasional di Kaltim, seperti jembatan Pulau Balang dan Tol Balikpapan-Samarinda, harus selesai tepat waktu agar menunjang pembangunan ibu kota. ”Untuk itu, masalah yang ada diselesaikan sejak awal, bukan mendukung korupsi,” kata Isran.
Jaksa nakal
Dalam program TP4, beberapa jaksa ditangkap Komisi Pemberantasan Korupsi. Hal ini menjadi catatan Kejaksaan RI untuk memantau kinerja jaksa melalui internal dan eksternal.
Sebanyak dua jaksa ditangkap KPK, pertengahan Agustus lalu, atas dugaan suap program Tim Pengawal dan Pengaman Pemerintahan dan Pembangunan Daerah di Yogyakarta. Kedua jaksa tersebut diduga menerima suap dari Direktur Utama PT Manira Arta Mandiri Gabriella Yuan Ana senilai Rp 221,74 juta yang diberikan dalam tiga tahap (Kompas, 20/8/2019).
Maringka mengatakan, ada 10.000 jaksa yang tersebar di 500 unit kerja yang sudah mengawal 20.000 proyek strategis nasional. Ia mengatakan, di lapangan kerap terjadi penyimpangan-penyimpangan. Untuk menekan hal itu, pengawasan melekat dan pengawasan eksternal diperketat.
”Kami kembangkan apa yang disebut pengawasan melekat. Ini adalah pengawasan langsung atasan-bawahan yang berlaku di birokrasi. Secara eksternal, kami punya komisi kejaksaan,” kata Maringka.