Serbuan militer Turki ke Suriah, yang terbuka jalannya setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan menarik pasukannya dari Suriah, dikhawatirkan membangkitkan lagi kelompok NIIS.
Oleh
·3 menit baca
Penarikan mundur pasukan AS dari Suriah dikhawatirkan akan dimanfaatkan oleh Negara Islam di Irak dan Suriah untuk bangkit lagi. Apalagi di daerah yang akan diserbu Turki itu kini ada 10.000 milisi dan anggota keluarga kelompok NIIS yang ditahan.
DAMASKUS, SELASA — Serbuan militer Turki ke Suriah, yang terbuka jalannya setelah Presiden Amerika Serikat Donald Trump memutuskan menarik pasukannya dari Suriah, dikhawatirkan membangkitkan lagi kelompok Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). Sebab, serbuan ini menyasar basis Pasukan Demokratik Suriah yang selama ini menghadapi dan menahan milisi kelompok teror itu.
Turki memastikan akan menyerbu Suriah setelah AS menarik pasukan dari daerah yang akan digempur. Para politisi AS, dari Demokrat ataupun Republik, sepakat penarikan itu akan menguntungkan milisi NIIS. ”Penarikan itu akan memudahkan NIIS dan kelompok teror lain bersatu lagi,” kata Ketua Fraksi Republik di Senat AS Mitch McConnell, Senin (7/10/2019) malam waktu AS atau Selasa pagi WIB.
Ketua DPR AS Nancy Pelosi menyebut penarikan itu sebagai pengkhianatan terhadap Pasukan Demokratik Suriah (SDF) yang membantu AS dalam perang melawan NIIS. Sekutu Presiden AS Donald Trump di Senat, Lindsey Graham, juga berpendapat penarikan itu membantu NIIS membentuk pasukan lagi.
Selama ini, SDF menjadi tulang punggung melawan dan menahan milisi NIIS serta keluarga para milisi itu. Hingga kini 10.000 anggota atau pendukung NIIS ditahan SDF di berbagai lokasi yang tersebar di dekat perbatasan Suriah-Turki. Di antara para tahanan itu terdapat warga Indonesia dan warga negara-negara lain. Dulu, mereka meninggalkan negara masing-masing untuk bergabung dengan NIIS.
Juru bicara SDF, Mustafa Bali, mengatakan, sel-sel NIIS tengah berusaha membebaskan rekan mereka yang ditahan SDF. ”Mereka memanfaatkan perempuan di tempat penampungan,” ujarnya.
Dalam laporan Institute for the Study of War yang disiarkan pekan lalu terungkap bahwa NIIS mengintensifkan suap kepada para penjaga tahanan untuk membawa perempuan dari tempat-tempat penahanan.
”NIIS sepertinya sedang mempersiapkan operasi lebih terencana untuk membebaskan anggota mereka,” demikian tertulis di laporan itu.
Dalam rekaman suara yang disiarkan pertengahan September 2019, Pemimpin NIIS Abu Bakar al-Baghdadi mendesak milisi NIIS membebaskan rekan mereka dari tempat penahanan SDF. Jika para milisi itu bebas, NIIS bisa bangkit lagi. Padahal, belum sampai setahun lalu, NIIS dinyatakan kalah. Pernyataan itu menyusul penaklukan Baghouz, daerah terakhir NIIS di Suriah, oleh SDF.
Turki siap menyerbu
Tulang punggung SDF adalah para milisi Kurdi. Bagi Ankara, milisi Kurdi adalah kelompok teroris dan harus diperangi. Sejak 2016, Turki berkali-kali menyerbu Suriah dengan alasan menghancurkan teroris.
Setelah terhenti berbulan-bulan, kini Turki bersiap menyerbu Suriah lagi. Persiapan serbuan dinyatakan sudah tuntas dan tinggal menunggu perintah dari Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan.
Bagi Erdogan, serbuan itu penting karena Turki ingin membuat zona aman seluas 1,3 juta hektar di perbatasan Turki-Suriah. Zona selebar 28 kilometer itu akan ditempati sekitar 2 juta dari 3,6 juta warga Suriah yang kini mengungsi di Turki. Ankara menyatakan telah menyiapkan proyek senilai 26 miliar dollar AS untuk membangun aneka hal agar zona itu bisa ditinggali pengungsi.
Peneliti International Crisis Group, Sam Heller, menyatakan, Turki tidak akan secara langsung menyerang tempat-tempat penahanan. ”Hal yang mungkin adalah tempat-tempat itu, yang sekarang sudah rentan, semakin rentan karena SDF menarik pasukan untuk menghadapi Turki. Jika anggota NIIS kabur, mereka bisa meningkatkan operasi di Suriah dan luar negeri,” katanya (AFP/REUTERS/RAZ)