Perburuan Harta Karun di Pesisir Timur Sumsel Makin Masif
Aktivitas perburuan harta karun di Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, yang diduga merupakan kawasan penting sejak sebelum zaman Sriwijaya semakin masif.
Oleh
RHAMA PURNA JATI
·4 menit baca
CENGAL, KOMPAS — Aktivitas perburuan harta karun di Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan, yang diduga merupakan kawasan penting sejak sebelum zaman Sriwijaya semakin masif. Beberapa benda yang ditemukan, seperti lempengan emas dan manik-manik, terus mendorong warga melakukan perburuan. Aktivitas ini sudah menjadi mata pencarian warga sejak empat tahun yang lalu.
Pantauan Kompas, Selasa (8/10/2019), ratusan warga memadati kanal milik sebuah perusahaan perkebunan yang ada di Desa Pelimbangan, Kecamatan Cengal, Kabupaten Ogan Komering Ilir. Mereka melimbang tanah yang ada di pinggir kanal. Dari tanah tersebut didapatkan sejumlah benda, seperti emas dan manik-manik yang terbuat dari bebatuan dan kaca.
Beberapa warga bahkan menggunakan alat pendeteksi logam dan cangkul untuk mencari lempengan logam yang tertimbun di dalam kanal. Kemudian mereka melimbang tanah tersebut dengan menggunakan air di dalam kanal.
Cili (35), warga Dusun Sungai Kelese, Kecamatan Cengal, menuturkan, sudah tiga hari terakhir dirinya berada di kanal itu. Dia berhasil mendapatkan beberapa emas dan manik-manik.
Pada Minggu (6/10) lalu, ia mendapatkan uang hingga Rp 3,5 juta dari hasil berburu harta karun di Desa Pelimbangan. ”Hasil penjualan emas dan manik-manik ini bisa digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari,” katanya.
Sehari-hari, Cili bekerja sebagai nelayan. ”Kalau masuk musim kemarau, ikan itu sulit ditemukan sehingga saya lebih banyak menggali untuk mencari emas dan manik-manik,” katanya. Menurut dia, jika beruntung, berburu harta karun lebih menguntungkan dibandingkan dengan mencari ikan.
Emas dan manik-manik menjadi incaran Cili karena harganya cukup tinggi ketika dijual. Emas dihargai oleh para pengepul sekitar Rp 500.000 per gram. Adapun manik-manik bisa mencapai Rp 3 juta per ons. ”Manik-manik harganya berbeda tergantung dari keunikannya,” kata Cili.
Juarsyah (47) bahkan sudah empat tahun menjadi pemburu harta karun. Ia sudah berpindah ke sejumlah tempat untuk mendapatkan harta karun. Beberapa kawasan yang diincar adalah Kecamatan Tulung Selapan, Cengal, Air Sugihan, yang ada di Kabupaten Ogan Komering Ilir, bahkan sampai ke Bangka.
Juarsyah sudah mengetahui ciri-ciri tempat yang berpotensi menyimpan harta karun, seperti di sungai-sungai tua. Biasanya di daerah itu juga ditemukan benda lain, seperti guci atau gerabah. ”Kalau benda itu ditemukan, penggalian akan dilakukan di sekitarnya,” katanya.
Dia tidak khawatir kesulitan menjual barang tersebut karena sudah ada penampungnya. ”Penadah berasal dari sejumlah tempat, seperti Palembang dan di Kabupaten Ogan Komering Ilir,” katanya.
Pedangang emas di Sungai Jeruju, Cengal, Levi Lestari, mengaku dirinya membeli emas yang dijual oleh warga. Namun, dia tidak tahu apakah itu peninggalan atau tidak. Hanya saja, emas yang dijual dalam bentuk perhiasan oleh warga cukup unik. ”Keunikan juga menjadi salah satu indikator untuk menentukan harga,” katanya.
Setelah dibeli, benda unik yang diduga benda bersejarah ini tidak ia jual kembali walaupun ada yang menawar. ”Ada yang menawar hingga Rp 900.000 per gram, tetapi tidak saya jual,” kata Levi. Dia sendiri sudah membeli barang temuan warga itu sejak 2015 sampai sekarang.
Kepala Seksi Pelindungan, Pengembangan, dan Pemanfaatan Balai Pelestarian Cagar Budaya Jambi Ignatius Suharno mengatakan, untuk mencegah adanya perburuan harta karun, dibutuhkan solusi konkret. Salah satunya adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat. ”Benda yang ada yang diburu warga merupakan benda bersejarah yang diduga cagar budaya,” ungkapnya.
Benda yang diduga cagar budaya sudah dilindungi oleh Undang-Undang Cagar Budaya.
Menurut Suharno, emas dan manik-manik yang ditemukan warga patut diduga sebagai benda cagar budaya sehingga perlakuannya setara dengan benda cagar budaya. ”Benda yang diduga cagar budaya sudah dilindungi oleh Undang-Undang Cagar Budaya,” katanya.
Kepala Balai Arkeologi Sumatera Selatan Budi Wiyana mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan berkoordinasi dengan Pemerintah Kabupaten Ogan Komering Ilir untuk mengurangi perburuan harga karun di sejumlah wilayah. ”Diperlukan keterlibatan semua pihak untuk mengurangi perburuan ini,” katanya.
Yang paling utama adalah melakukan sosialisasi kepada masyarakat. Walau belum menjadi cagar budaya, kawasan itu memiliki nilai sejarah. Pesisir timur diduga menjadi salah satu kawasan terpenting pada peradaban di zaman pra-Sriwijaya, masa Sriwijaya, dan masa Kesultanan Palembang Darusalam.
Kepala Bidang Kebudayaan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Nila Maryati menerangkan, saat ini belum ada satu pun kawasan yang masuk dalam cagar budaya karena kabupaten ini tidak memiliki tim ahli cagar budaya. ”Saat ini yang terpenting adalah melakukan sosialisasi dan inventarisasi benda bersejarah,” katanya.