Meski tahun ini baru kedua kalinya mengikuti pemilu, Partai Nasdem berhasil meningkatkan perolehan suara secara signifikan. Dari semula berada di peringkat ketujuh, partai itu naik ke lima besar Pemilu 2019.
Oleh
BI Purwantari
·5 menit baca
Meski tahun ini baru kedua kalinya mengikuti pemilu, Partai Nasdem berhasil meningkatkan perolehan suara secara signifikan. Dari semula berada di peringkat ketujuh, partai itu naik ke lima besar Pemilu 2019. Efek popularitas para pesohor menjadi penopang penting keberhasilan tersebut.
Berawal dari pembentukan ormas Nasional Demokrat, kemunculan Nasdem didukung banyak pihak. Tak kurang dari tokoh nasional seperti Sultan Hamengku Buwono X, Siswono Yudo Husodo, dan Syamsul Maarif ikut mendukungnya. Ormas ini juga menarik perhatian kalangan muda, aktivis, dan lembaga swadaya masyarakat yang menginginkan perubahan.
Meski sebagian anggota ormas keluar setelah Nasdem beralih menjadi partai politik, puluhan anggota baru, baik dari parpol lain maupun nonparpol, bergabung ke Partai Nasdem. Dalam waktu singkat, Partai Nasdem memiliki kaki di daerah-daerah dan menjadi peserta pemilu pertama kalinya.
Perolehan suara pada Pemilu 2014 tak mengecewakan. Nasdem langsung mendesak keberadaan parpol lain yang telah lebih dahulu ada. Dengan proporsi suara nasional 6,72 persen, Nasdem berada di kelompok yang sama dengan partai papan tengah seperti PKS (6,79 persen) dan PPP (6,53 persen), serta menyalip Partai Hanura (5,26 persen), PBB (1,46 persen), dan PKPI (0,91 persen).
Pada 2019, perolehan suara Nasdem melejit meninggalkan sesama partai papan tengah di Pemilu 2014. Dengan meraup 12.661.792 suara, perolehan suara Nasdem naik 4.258.980. Jumlah ini menjadikan Nasdem masuk lima besar partai pemenang Pemilu 2019, meninggalkan pemenang Pemilu 2009, Partai Demokrat, serta partai berbasis agama, seperti PKS, PPP, dan PAN.
Sejalan dengan peningkatan perolehan suaranya, Nasdem memperoleh kursi tambahan di sejumlah provinsi, yang lima tahun sebelumnya mereka gagal mendudukkan wakil di provinsi-provinsi itu. Tercatat ada tambahan delapan provinsi yang pada tahun ini Nasdem memiliki wakil di parlemen, setelah tahun 2014 hanya memperoleh kursi di 20 provinsi.
Prestasi ini sedikit banyak disumbang oleh puluhan pesohor yang menjadi caleg dari Nasdem, baik yang baru pertama kali mencalonkan diri maupun yang pindah dari parpol lain. Berdasarkan pantauan Litbang Kompas, ada 39 caleg pesohor yang mencalonkan diri dari Nasdem. Mereka meliputi aktris sinetron, film, penyanyi pop maupun dangdut, serta pembawa acara televisi.
Jumlah ini merupakan yang tertinggi di antara parpol lainnya. Tampaknya, Partai Nasdem menjadikan pesohor sebagai penopang kunci untuk mendongkrak suara pada Pemilu 2019.
Pesohor dan politik
Hubungan pesohor dan politik telah berlangsung sejak pemilu pertama digelar di Indonesia. Saat itu, organisasi politik menjadi bagian dari kehidupan masyarakat. Seniman, novelis, penyair, penyanyi, aktor-aktris berafiliasi atau menjadi anggota ormas dan partai politik. Maka, pada Pemilu 1955, para pesohor, terutama dari Partai Komunis Indonesia, terlibat dalam kampanye politik melalui berbagai atraksi kesenian rakyat hingga ke desa-desa.
Setelah peristiwa 1965, masyarakat dijauhkan dari organisasi politik melalui gagasan massa mengambang. Para pesohor dipaksa berkampanye untuk kubu penguasa, Golkar, melalui apa yang disebut ”Safari Golkar” tanpa menghiraukan aspirasi politik mereka (Jennifer Lindsay, 2007).
Dimulai pada Pemilu 1971, Golkar merekrut para pesohor untuk memopulerkan ide-ide pembangunanisme Orde Baru lewat program ”Safari Golkar”. Saat itu, tak kurang dari 324 artis dikirim ke semua provinsi untuk menghibur pemilih Golkar, umumnya di stadion atau tempat terbuka lainnya. Penampilan para artis melengkapi orasi atau pidato politik petinggi Golkar. Acara tersebut juga disiarkan secara nasional oleh TVRI.
Pola merekrut pesohor diikuti oleh PPP pada Pemilu 1977 dengan menampilkan Rhoma Irama yang sangat populer bersama grup Soneta. Namun, Rhoma Irama kemudian dilarang tampil di TVRI oleh Orde Baru. Tahun 1992, Rhoma Irama bergabung ke Golkar dan menjadi juru kampanye.
Setelah 1998, situasi berubah. Selain bebas menentukan afiliasi politik, para pesohor bebas tampil berkampanye dengan partai mana pun. Berbagai bentuk kampanye melibatkan pesohor, mulai dari pawai, konvoi kendaraan dengan berbagai atribut partai, hingga tampil di televisi.
Sejak Pemilu 2004, keterlibatan pesohor mulai mengambil bentuk berbeda. Tak hanya menjadi penghibur, mereka juga masuk sebagai anggota tim sukses calon, secara terang-terangan menyatakan dukungan kepada calon tertentu, hingga menjadi caleg. Sejak itu, semakin banyak pesohor berusaha beralih menjadi politisi.
Mendongkrak suara
Saat pertama kali mengikuti pemilu, Nasdem menyandarkan kekuatan penarik suara pada sosok ketua umumnya, Surya Paloh. Melalui kepemilikan televisi dan koran, Paloh berhasil membentuk citra diri dan Partai Nasdem sehingga dikenal luas.
Pada pertarungan politik kedua kalinya, Nasdem mengubah strategi politik, tidak semata mengandalkan sosok Surya Paloh dan medianya, tetapi juga menarik puluhan pesohor sebagai caleg. Melihat pola penempatan para caleg pesohor tersebut, mereka terutama ditugaskan menggaet suara pemilih di Jawa, yang merupakan wilayah-wilayah ”neraka” karena persaingan ketat dengan nama tenar dari partai lainnya.
Sejumlah nama bisa disebut. Ada Muhammad Farhan (Dapil Jabar I), Olla Ramlan (Jabar IV), Sahrul Gunawan (Jabar V), Lucky Hakim (Jabar VI), Manohara (Jatim I), Vena Melinda (Jatim VI), dan Oki Asokawati (DKI Jakarta II). Meski jumlah caleg pesohor Nasdem paling banyak, hanya ada satu yang lolos ke Senayan, yaitu Muhammad Farhan.
Namun, Nasdem berhasil memanen suara para pesohor yang tak lolos ke Senayan tersebut sehingga suara Nasdem melejit dan jumlah kursi parlemen bertambah. Dari lima provinsi di Jawa, misalnya, Nasdem menguasai 21 kursi dari sebelumnya 14 kursi.
Penambahan tertinggi terjadi di Jawa Barat, dari semula hanya satu kursi menjadi lima kursi. Di Jawa Timur, ada penambahan dua kursi dari sebelumnya tujuh kursi. Di luar Jawa pun, peningkatan kursi cukup signifikan, sekitar 72 persen, dari semula 22 kursi menjadi 38 kursi. Strategi merekrut pesohor tampaknya membantu Nasdem menjadi partai politik yang patut diperhitungkan.
(BI Purwantari, Litbang Kompas)
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.