Pembalakan liar dan pembakaran lahan terindikasi sengaja dilakukan di lahan konsesi sejumlah perusahaan. Unsur kesengajaan dan kelalaian menjadi dasar pemeriksaan kasus.
MUARO JAMBI, KOMPAS - Petinggi sejumlah korporasi pemegang izin konsesi perkebunan sawit di Sumatera diperiksa polisi. Mereka dimintai pertanggungjawaban terkait pembalakan liar dan pengelolaan lahan yang masih terbakar, yang sebagian terindikasi disengaja atau tanpa mitigasi memadai.
Manajemen empat konsesi di perbatasan Jambi dan Sumatera Selatan diperiksa terkait pembalakan liar dan kebakaran hutan dalam areal kerjanya oleh Balai Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Wilayah Sumatera. ”Sudah dimintai keterangan,” kata Kepala Balai Penegakan Hukum (Gakkum) Wilayah Sumatera Eduward Hutapea, Selasa (8/10/2019).
Manajemen yang dimaksud terdiri dari pemegang dua konsesi di Muaro Jambi dan dua konsesi di Musi Banyuasin. Pembalakan liar menjadi kejahatan terbesar yang diperiksa. Dari 44 kejahatan lingkungan yang diproses tahun ini, 35 kasus adalah pembalakan liar.
Perbatasan Jambi dan Sumsel merupakan salah satu titik terparah. Gakkum Sumatera menandai dua konsesi beralas hak pengusahaan hutan sebagai lokasi rawan pembalakan liar. Terkait kebakaran dan maraknya pembalakan liar dalam dua HPH, Kepala Satgas Karhutla Ditjen Gakkum KLHK Sugeng Priyanto menyatakan telah menyelidiki dan lokasi dua konsesi sudah disegel.
Namun, pelangsiran kayu hasil pembalakan liar masih marak. Kompas kemarin melihat saat mengikuti patroli udara di Kumpeh, Kabupaten Muaro Jambi, bersama tim Satgas Kebakaran Hutan dan Lahan Jambi dan tim Badan Nasional Penanggulangan Bencana.
Kayu-kayu gelondongan dihanyutkan lewat kanal perusahaan HPH. Dua alat berat melangsir atau menghanyutkan kayu saat helikopter memadamkan kebakaran. ”Jadi bukan hanya kebakaran hutan, melainkan juga pembalakan liar,” kata Eduward.
Pekerja kayu yang ditangkap di salah satu HPH, SS, mengaku dibayar Rp 100.000 per meter kubik jika berhasil melangsirkan kayu keluar hutan. Ia sebut nama pemodal dan penampung kayu.
Kasus Riau
Di Pekanbaru, Polda Riau menahan AOH, manajer operasional perkebunan kelapa sawit PT Sumber Sawit Sejahtera (SSS) dalam kasus kebakaran lahan di areal perusahaan. Polisi juga menetapkan EH, direktur utama, sebagai tersangka mewakili korporasi.
”Sesuai Peraturan Mahkamah Agung Nomor 13 Tahun 2016, dalam pidana korporasi, hakim dapat menghukum korporasi atau pengurus serta korporasi dan pengurus,” kata Direktur Reserse Pidana Khusus Polda Riau Ajun Komisaris Besar Andri Sudarmadi.
Ada dua tuduhan dalam kebakaran lahan PT SSS, sejak 23 Februari 2019 sampai padam 10 Maret 2019. Pertama, tuduhan didasarkan faktor kesengajaan dan kedua unsur kelalaian.
PT SSS yang berlokasi di Desa Kuala Panduk, Teluk Meranti, Kabupaten Pelalawan, kata Andri, tak punya sarana-prasarana memadai untuk mencegah dan menanggulangi kebakaran. Perusahaan juga tak mematuhi dokumen amdal sesuai persyaratan izin lingkungan.
Pengacara PT SSS, Mahfuzad Zein, mengatakan, polisi dapat menetapkan tersangka berdasarkan pemeriksaan. ”Perusahaan taat hukum. Kalau dituduh ada indikasi kelalaian, bisa saja. Namun, tidak ada kaitan perusahaan secara langsung dengan kebakaran itu. Tidak ada kesengajaan. Lahan yang terbakar itu lahan cadangan yang belum memiliki HGU (hak guna usaha),” katanya.
Terkait iklim, musim kemarau di Indonesia tahun 2020- 2030 diprediksi lebih kering dan panas. ”Itu berdasarkan simulasi proyeksi iklim kami,” kata Kepala Bidang Analisis Variabilitas Iklim BMKG Indra Gustari dalam lokakarya pencegahan karhutla. (ITA/SAH/FRD)