Penerapan resi gudang di gudang-gudang milik pemerintah belum optimal menyerap garam rakyat di tengah serapan pasar yang tak lancar. Padahal, keberadaannya diperlukan untuk membantu penyerapan garam rakyat.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·2 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Penerapan resi gudang di gudang-gudang garam nasional milik pemerintah belum optimal menyerap garam rakyat di tengah serapan pasar yang tak lancar. Padahal, keberadaannya diperlukan untuk membantu penyerapan garam rakyat.
Ketua Himpunan Masyarakat Petani Garam (HMPG) Jawa Timur Muhammad Hasan, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (8/10/2019), menyatakan, pihaknya sudah diminta pemerintah menyosialisasikan resi gudang ke petambak. Namun, hingga kini peran gudang itu belum maksimal untuk penerapan sistem resi gudang dan penyerapan garam rakyat.
Saat ini, stok garam rakyat masih menumpuk di beberapa lokasi tambak karena tak seluruh industri menyerap optimal. Sebagian petambak kini mulai menyimpan garam untuk mengantisipasi serapan garam yang tidak maksimal.
Menurut dia, kapasitas gudang yang hanya 2.000 ton tak optimal menampung garam rakyat saat musim panen. Produksi garam di Sumenep, misalnya, mencapai 200.000 ton. Oleh karena itu, dibutuhkan gudang yang mampu menampung 30 persen atau sekitar 60.000 ton garam wilayah itu.
Berdasarkan data Kementerian Kelautan dan Perikanan, gudang garam nasional yang beroperasi mencapai 12 gudang, yakni di Cirebon, Indramayu, Pati, Brebes, Demak, Rembang, Tuban, Sampang, Pamekasan, Pangkep, Bima, dan Kupang. Tahun ini, pemerintah berencana menambah enam gudang garam nasional, yakni di Pidie Jaya, Karawang, Lamongan, Sumenep, Sumbawa, serta Jeneponto.
Kapasitas masing-masing 2.000 ton. Dengan target produksi garam 2,3 juta ton tahun ini, dibutuhkan daya tampung tiap gudang setidaknya 191.000 ton per tahun.
Sementara itu, baru empat gudang garam yang menerapkan resi gudang, yakni di Indramayu, Pati, Tuban, dan Pangkep. Jumlah nilai resi gudang yang diterbitkan Rp 782 juta.
Secara terpisah, Direktur Jenderal Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamutri Poerwadi menyatakan, pengelolaan resi gudang selama ini diserahkan ke koperasi. Namun, pelaksanaannya sangat bergantung suplai dan permintaan.
Resi gudang menerapkan harga berdasarkan mekanisme pasar. Garam petambak yang diserap melalui mekanisme resi gudang akan dipasok sesuai permintaan industri. Apabila permintaan garam dari industri sedikit, sulit mengharapkan resi gudang bisa maksimal untuk menyerap garam rakyat.
”Upaya mengoptimalkan resi gudang membutuhkan dukungan kebijakan pengendalian impor garam sehingga permintaan garam rakyat oleh industri pengguna garam meningkat,” ujarnya. (LKT)