Sangat wajar jika milisi Pasukan Demokratik Suriah merasa ”ditikam di punggung” oleh AS. Mereka tulang punggung AS di Suriah, lalu ditinggalkan begitu saja.
Istilah ”ditikam di punggung” dilontarkan Pasukan Demokratik Suriah (SDF) merespons keputusan Presiden AS Donald Trump menarik pasukan AS dari ”area yang bersinggungan langsung” dengan rencana operasi militer Turki di Suriah.
Berbagai kemungkinan dapat terjadi dalam lanjutan drama perang Suriah: serbuan militer Turki ke Suriah, berubahnya haluan aliansi SDF ke kubu Damaskus dukungan Rusia dan Iran, konflik yang makin ruwet tanpa ujung, hingga—yang paling dikhawatirkan—munculnya lagi milisi Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS) di Suriah.
Apa pun skenario yang terjadi di Suriah, satu hal yang pasti dicatat adalah soal bagaimana AS di bawah Trump memperlakukan mitra-mitranya. Sejak AS era Presiden Barack Obama turut campur dalam konflik Suriah dengan memimpin koalisi internasional untuk menggempur NIIS sejak 2014, milisi Kurdi menjadi tulang punggung mereka dalam pertempuran darat. Kebijakan itu dilanjutkan Trump pada 2017. Bahkan, tahun lalu Trump memuji setinggi langit para petempur Kurdi Suriah sebagai ”orang-orang hebat” yang telah mengorbankan ”puluhan ribu orang melawan NIIS”.
Namun, semua itu berubah dalam sekejap setelah Trump berbicara lewat telepon dengan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan, Minggu (6/10/2019). ”Orang-orang Kurdi itu bertempur bersama kami, tetapi menghabiskan biaya sangat besar dan perlengkapan. Saya bertahan hampir tiga tahun dalam pertempuran itu, tetapi ini saatnya kami keluar dari Perang Tanpa Ujung yang konyol ini,” tulis Trump di Twitter. ”Kami akan berperang yang menguntungkan kami, dan hanya berperang untuk menang,” katanya lagi dalam tulisan huruf besar.
Keputusan Trump menarik pasukan AS dari Suriah tak terlalu mengejutkan karena merupakan salah satu janji kampanye Trump pada Pilpres 2016. Desember lalu, ia melontarkan penarikan tersebut, tetapi batal mengeksekusinya setelah mendapat penolakan kuat dari Pentagon, termasuk mundurnya Menteri Pertahanan Jim Mattis, dan kritik keras dari Capitol Hill serta mitra AS di Eropa dan Timur Tengah.
Yang dikecam—termasuk oleh para koleganya di Republik— adalah bahwa keputusan penarikan pasukan AS itu diambil setelah ia berbicara dengan Erdogan. Ada persepsi kolektif bahwa AS memberi jalan kepada Turki menggelar operasi militer di Suriah, termasuk kemungkinan menyerbu milisi SDF. Di mata Kurdi, ada unsur pengkhianatan Washington.
Misi dan kepentingan Turki di Suriah amat jelas. Mereka memanfaatkan konflik Suriah untuk membasmi SDF, yang dinilai sebagai kepanjangan partai terlarang di Turki, Partai Pekerja Kurdistan, di perbatasan Turki-Suriah. Bagi Turki, ganjalan AS sudah sirna. Tak ada lagi hambatan untuk mewujudkan zona aman yang menjorok 32 kilometer ke wilayah Suriah timur laut, untuk memastikan perbatasan bersih dari milisi Kurdi, sekaligus bisa menjadi area menampung kembalinya sekitar 2 juta dari 3,6 juta pengungsi Suriah di Turki.