Yogyakarta dalam Bayang-bayang Darurat Sampah
Pengelolaan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta berada di ambang kedaruratan. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Piyungan sudah kelebihan beban.
Pengelolaan sampah di Daerah Istimewa Yogyakarta berada di ambang kedaruratan. Tempat Pengolahan Sampah Terpadu Piyungan sudah kelebihan beban. Sementara pengadaan teknologi pengolahan sampah masih membutuhkan waktu panjang.
Maryono (53) masih mengingat pemandangan tak mengenakkan yang ia saksikan di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan (tempat penampungan sebagian besar sampah provinsi), Kabupaten Bantul, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Maret 2019. Saat itu, puluhan kendaraan pengangkut sampah berderet di sekitar TPST Piyungan hingga membentuk antrean sepanjang 1,5 kilometer.
Bau busuk menyebar hingga ke rumah warga dan lindi atau tetesan air limbah sampah mengotori jalanan kampung sekitar TPST Piyungan. ”Antrean panjang kendaraan itu sangat mengganggu masyarakat sekitar,” kata Maryono, perwakilan paguyuban warga sekitar TPST Piyungan, Kamis (12/9/2019).
Antrean panjang itu terjadi karena kondisi dermaga di TPST Piyungan tidak lagi memadai sehingga proses pembongkaran sampah pun berlangsung lambat. Dermaga adalah istilah untuk menyebut jalan yang menghubungkan jalan utama di TPST Piyungan dan lokasi pembongkaran sampah.
Panjangnya antrean kendaraan pengangkut sampah yang menyebabkan berbagai persoalan itu membuat warga sekitar TPST Piyungan menjadi kesal. Mereka lalu memutuskan menutup jalan menuju TPST Piyungan selama lima hari, yakni pada 24-28 Maret 2019. Dampaknya terjadi penumpukan sampah di sejumlah wilayah DIY. Langkah penutupan itu merupakan puncak dari berbagai persoalan yang terjadi di TPST Piyungan selama ini.
TPST Piyungan dibangun pada 1995, dengan luas awal 10 hektar (ha). Pada 2016, luas area itu bertambah menjadi 12,5 ha setelah Pemerintah Provinsi DIY berhasil membebaskan lahan seluas 2,5 ha di sekitar TPST Piyungan. Berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY, jumlah sampah yang dibuang ke TPST Piyungan rata-rata 580 ton per hari. Sampah itu berasal dari tiga kabupaten/kota di DIY, yakni Kota Yogyakarta, Kabupaten Sleman, dan Bantul.
Dosen Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Islam Indonesia, Yogyakarta, Hijrah Purnama Putra, mengatakan, usia teknis TPST Piyungan diperkirakan hanya sekitar 20 tahun. Proyeksi pemakaiannya hanya 20 tahun sehingga seharusnya pada 2015 sudah habis waktu pakainya. Namun, kata Hijrah yang beberapa kali melakukan penelitian di TPST Piyungan, karena tidak ada TPST pengganti, TPST Piyungan masih terus dipakai untuk tempat pembuangan sampah sampai sekarang sehingga kelebihan beban.
Tidak ideal
Persoalan di TPST Piyungan kian parah karena pengolahan sampah di tempat itu tidak berjalan secara ideal. Akibatnya, sampah yang dibuang ke tempat tersebut tidak mengalami pengurangan secara signifikan.
Berdasarkan Peraturan Daerah (Perda) DIY Nomor 3 Tahun 2013 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga, pengolahan sampah di TPST harus menggunakan dua sistem. Metode lahan uruk terkendali (controlled landfill) untuk kota sedang dan kecil serta metode lahan uruk saniter (sanitary landfill) untuk kota besar. Oleh karena itu, pengolahan sampah di TPST Piyungan seharusnya memakai metode sanitary landfill atau controlled landfill.
Dalam metode controlled landfill, sampah dipadatkan dan ditutup dengan tanah uruk setidaknya setiap tujuh hari. Apabila menggunakan metode sanitary landfill, penutupan sampah dengan tanah uruk harus dilakukan setiap hari. ”Sementara di TPST Piyungan, penutupan sampah dengan tanah dilakukan dalam periode waktu tertentu, misalnya sebulan sekali. Jadi, tidak memenuhi syarat sanitary landfill ataupun metode controlled landfill,” kata Hijrah.
Dengan berbagai masalah itu, Hijrah mengingatkan, TPST Piyungan sudah dalam kondisi darurat. Apalagi, ada studi yang menyebut TPST Piyungan hanya bisa menampung sampah hingga tahun 2020. ”Kalau benar tahun 2020 habis, seharusnya pada 2019 ini pemerintah daerah punya rencana akan bagaimana,” ungkapnya.
Peringatan bahwa TPST Piyungan hanya bisa menampung sampah sampai 2020 itu, antara lain, diungkapkan Muhammad Iqbal Tawakkal dalam skripsinya di Departemen Teknik Geodesi Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta, pada 2017. Dalam skripsi berjudul ”Pemantauan Volume Sampah Tempat Pembuangan Sampah Terpadu (TPST) Piyungan” itu, Iqbal menyebutkan, TPST Piyungan diperkirakan hanya dapat menampung sampah hingga November 2020.
Kesimpulan itu didapat setelah Iqbal menghitung daya tampung TPST Piyungan. Daya tampung lalu dibandingkan dengan rata-rata volume sampah yang masuk ke sana setiap bulan. Hasil penghitungan menunjukkan, TPST Piyungan diperkirakan bisa menampung 2.310.869 meter kubik sampah. Sementara rata-rata volume sampah yang masuk per bulan mencapai 15.334 meter kubik.
Teknologi pengolahan
Kepala Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan DIY Sutarto mengatakan, ke depan, sampah yang masuk ke TPST Piyungan akan diolah menggunakan teknologi tinggi. Pengolahan dengan teknologi itu diharapkan bisa mengurangi volume sampah yang ada secara signifikan. Berdasarkan rencana Pemprov DIY, pengadaan teknologi pengolahan sampah itu akan dilakukan melalui skema kerja sama pemerintah dan badan usaha (KPBU).
Asisten Sekretariat Daerah DIY Bidang Perekonomian dan Pembangunan Tri Saktiyana menjelaskan, skema KPBU dipilih karena pengadaan teknologi pengolahan sampah membutuhkan anggaran tinggi. Menurut Tri, saat ini, studi tentang teknologi pengolahan sampah itu tengah berlangsung. Oleh karena itu, teknologi apa yang akan dipakai untuk mengolah sampah di TPST Piyungan belum bisa dipastikan.
”Berapa anggaran yang dibutuhkan untuk teknologi itu juga belum tahu. Kami masih menunggu studi kelayakan,” kata Tri. Ia menambahkan, studi itu dibutuhkan untuk menentukan teknologi yang tepat serta kelayakan finansialnya. Setelah studi kelayakan selesai, Pemprov DIY akan menggelar lelang terbuka untuk menentukan badan usaha yang menggarap pengadaan teknologi tersebut.
Tri menyebutkan, lelang tersebut kemungkinan baru bisa dilakukan pada akhir 2020. Adapun proses pembangunan teknologi pengolahan sampah di TPST Piyungan kemungkinan dimulai pada 2021. Oleh karena itu, hingga 2020, pengolahan sampah di TPST Piyungan kemungkinan besar masih dilakukan dengan cara yang sama seperti saat ini.
Dengan kondisi itu, DIY tampaknya relatif tertinggal dibandingkan dengan sejumlah daerah lain di Indonesia yang telah memiliki teknologi pengolahan sampah. Kota Surabaya, Jawa Timur, misalnya, sudah memiliki pembangkit listrik tenaga sampah (PLTSa) yang saat ini tengah dalam proses peningkatan kapasitas dari 2 megawatt (MW) menjadi 11 MW (Kompas.id, 17/7/2019).
Selain itu, TPST Bantar Gebang di Bekasi, Jawa Barat, juga sudah memiliki PLTSa yang mulai beroperasi pada 25 Maret 2019. Menurut rencana, bulan ini, PLTSa juga akan dibangun di Kota Solo, Jawa Tengah (Kompas.id, 29/8/ 2019). Jika tak mau bayang-bayang darurat sampah itu menjadi kenyataan, Pemprov DIY seharusnya segera mewujudkan rencana pembangunan teknologi pengolahan sampah.