Sepasang mata tombak berikut warangka (sarung), yang diyakini dari masa Kerajaan Klungkung hingga masa perang puputan Klungkung 1908, dikembalikan dari Belanda ke keluarga Puri Agung Klungkung dan Pemkab Klungkung.
Oleh
COKORDA YUDISTIRA
·3 menit baca
KLUNGKUNG, KOMPAS – Sepasang mata tombak berikut warangka (sarung), yang diyakini berasal dari masa Kerajaan Klungkung hingga masa perang puputan Klungkung 1908, dikembalikan dari Belanda ke keluarga Puri Agung Klungkung dan Pemerintah Kabupaten Klungkung, Bali. Pengembalian benda bersejarah itu diharapkan memperkaya khasanah kekayaan budaya dan sejarah daerah serta menguatkan memori masyarakat tentang sejarah daerah.
Dua mata tombak beserta masing-masing sarung tombaknya itu diserahkan Rodney Westerlaken dari Yayasan Westerlaken kepada Raja Klungkung Ida Dalem Smara Putra di Pendopo Puri Agung Klungkung, Kabupaten Klungkung, Kamis (10/10/2019). Usai menerimanya, Ida Dalem Smara Putra kemudian menyerahkan dua mata tombak berikut warangkanya kepada Bupati Klungkung I Nyoman Suwirta.
Raja Klungkung itu meminta pihak Pemerintah Kabupaten Klungkung agar menyimpan kedua benda bersejarah tersebut di Museum Daerah Semarajaya Klungkung. Ida Dalem Smara Putra menyatakan benda bernilai sejarah dan budaya itu selayaknya ditempatkan di museum agar aman dan masyarakat dapat mengetahui keberadaan benda bernilai budaya dan sejarah itu. “Benda bersejarah ini adalah milik Klungkung,” ujar Ida Dalem Smara Putra.
Suwirta menyatakan menerima benda bernilai sejarah dan budaya itu untuk ditempatkan di museum daerah. Suwirta menambahkan, benda-benda koleksi yang terdapat di museum akan dilengkapi dengan narasi sehingga pengunjung museum juga mengetahui sejarah terkait benda koleksi museum selain melihat bentuknya.
Suwirta juga berharap koleksi museum berikut narasi tentang benda-benda koleksi di Museum Daerah Semarajaya Klungkung dapat terus dilengkapi dengan koleksi yang lebih baru dari masa modern selain mengumpulkan kembali benda-benda bernilai sejarah dan budaya dari masa lalu.
Dipindahkan
Rodney menuturkan, ratusan benda bernilai sejarah dan budaya dari masa Kerajaan Klungkung menjadi koleksi museum di Belanda maupun museum di Jakarta. Selain di museum, benda-benda dari masa perang puputan Klungkung juga ada yang menjadi koleksi pribadi sejumlah kolektor setelah benda-benda itu dipindahkan dari Puri Klungkung usai perang puputan Klungkung tahun 1908.
“Kedua mata tombak ini saya dapatkan dari seorang kolektor di Belanda,” kata Rodney yang sedang menempuh pendidikan doktor kajian budaya di Universitas Udayana, Denpasar. Rodney menyatakan, mata tombak dan sarungnya diyakini berasal dari Klungkung karena memiliki ciri yang serupa dengan benda koleksi lain dari masa Kerajaan Klungkung hingga perang puputan Klungkung.
Rodney menghibahkan kedua mata tombak beserta sarungnya ke Klungkung lantaran menganggap benda bersejarah itu adalah milik Klungkung dan sepatutnya berada di Klungkung. “Secara pribadi, saya merasa bertanggung jawab kepada kedua belah pihak (Belanda dan Klungkung) untuk memperbaiki hubungan,” ujar Rodney.
Secara pribadi, saya merasa bertanggung jawab kepada kedua belah pihak (Belanda dan Klungkung) untuk memperbaiki hubungan
Rodney menyebutkan, diperkirakan sekitar 320 benda bernilai sejarah dari Puri Klungkung, mulai dari senjata tajam, perhiasan, maupun peralatan upacara disimpan di sejumlah museum di Belanda, antara lain, di Museum Leiden dan Museum Amsterdam. Sejumlah benda dari masa Kerajaan Klungkung juga menjadi koleksi Museum Nasional di Jakarta.
Kerajaan Klungkung merupakan penerus Dinasti Gelgel yang berikatan sejarah dengan Majapahit. Pada April 1908, Raja Klungkung bersama keluarga kerajaan, pejabat kerajaan, dan rakyat Klungkung berperang hingga habis-habisan melawan Belanda. Peperangan dahsyat di Klungkung itu dikenal sebagai puputan Klungkung.
Rodney mengatakan, tidak tertutup kemungkinan terdapat benda-benda dari Puri Klungkung yang diambil prajurit Belanda maupun masyarakat setelah perang puputan Klungkung. Rodney merujuk catatan WOJ Nieuwenkamp, seniman dan kurator dari Belanda, tentang ekspedisinya ke Bali tahun 1917. “Dari catatan beliau (Nieuwenkamp), sebuah tempat sesajen dengan ukiran singa dibelinya dari masyarakat. Sesuai catatan perjalanan Nieuwenkamp, penjualnya menyatakan benda tersebut merupakan peninggalan Puri Klungkung pascaperang puputan,” ujar Rodney.
Setelah diserahkan ke Pemkab Klungkung, kedua mata tombak dan sarungnya itu ditempatkan di ruang pamer Museum Daerah Semarajaya Klungkung. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah Museum Daerah Semarajaya Klungkung Cokorda Gede Nala Rukmaja menyatakan kedua mata tombak dan sarung tersebut akan melengkapi koleksi museum daerah, terutama koleksi dari masa Kerajaan Klungkung.