Sepuluh hari setelah menjadi korban dugaan penembakan aparat saat meliput unjuk rasa di Hong Kong, kondisi jurnalis Indonesia, Veby Mega Indah, masih belum membaik.
JAKARTA, KOMPAS —Kondisi kesehatan jurnalis Indonesia di Hong Kong, Veby Mega Indah, masih mengkhawatirkan dan belum membaik. Dalam 10 hari terakhir setelah menjadi korban penembakan yang diduga dilakukan aparat kepolisian Hong Kong saat meliput unjuk rasa, ia dirawat di Rumah Sakit Pamela Youde Nethersole Easter, Chai Wan, Hong Kong.
Melalui pengacaranya, Michael Vidler, dari kantor pengacara Vidler and Co Solicitors, Veby tengah mengajukan gugatan hukum terhadap aparat kepolisian setempat. Sejak awal kejadian, Veby telah melayangkan surat kepada otoritas terkait agar segera menyelidiki dan mengungkap kasus penembakan terhadap dirinya.
Seperti diwartakan, Veby tertembak peluru karet pada bagian mata kanan saat meliput unjuk rasa di jembatan pejalan kaki kawasan Wan Chai bersama jurnalis lain, 29 September 2019. Dari sejumlah rekaman video, termasuk tayangan langsung (live streaming) Veby, tampak tembakan diduga berasal dari senjata salah seorang personel kepolisian yang mengarah ke kerumunan jurnalis.
”Saat ini kondisinya masih belum membaik. Pihak dokter bahkan harus mengganti jenis obat, termasuk obat penghilang rasa sakit, yang diberikan kepada Veby. Dia memang dalam kondisi sadar, tetapi kesakitan,” ujar Vidler melalui telepon, Rabu (9/10/2019) malam.
Mengutip penjelasan Veby kepada dirinya, Vidler mengungkapkan rencana tim dokter spesialis untuk membahas langkah penanganan medis selanjutnya. Hal itu, lanjut Vidler, termasuk kemungkinan upaya pembedahan mata kanan Veby, yang hingga kini masih terus mengalami pendarahan.
Menurut Vidler, Veby mengalami kehilangan penglihatan total pada mata kanannya. Penjelasan dan hasil diagnosis dokter itu disampaikan langsung Veby kepada Vidler.
Pada Kamis (3/10/2019), pengacara Veby mengeluarkan pernyataan pers berisi hasil diagnosis dokter. Dalam siaran pers itu disebutkan, luka tembakan peluru karet telah membuat pupil mata kanan Veby pecah, menyebabkan kebutaan permanen pada mata kanan.
Konsul Muda Pensosbud Konsul Muda Penerangan, Sosial, dan Budaya (Pensosbud) KJRI Hongkong Vania Alexandra Lijaya mengklaim telah berkomunikasi langsung dengan dokter yang merawat Veby. Menurut Vania, dokter yang dihubungi meminta semua pihak tak terlalu dini menyatakan mata kanan Veby telah atau akan mengalami kebutaan.
Hong Kong dalam empat bulan terakhir diguncang unjuk rasa, yang kerap diwarnai kekerasan. Unjuk rasa itu bermula dari penolakan terhadap rancangan undang-undang ekstradisi, yang memungkinkan warga Hong Kong diadili di China daratan. Namun, isu tuntutan pengunjuk rasa melebar pada gerakan pro-demokrasi.
China menuduh sejumlah pemerintahan asing, termasuk Inggris dan AS, mengipasi sentimen anti-China terkait unjuk rasa di Hong Kong.
Surat belum dibalas
Terkait kekerasan yang dialami Veby, Vidler mengatakan, pihaknya telah melayangkan surat kepada aparat kepolisian setempat untuk menggelar penyelidikan atas dugaan pelanggaran oleh personel mereka.
Vania mengatakan, sejak awal kejadian KJRI juga sudah melayangkan surat permintaan klarifikasi kepolisian Hongkong tentang apa yang sebenarnya terjadi. ”Kami sudah melayangkan surat meminta penjelasan untuk mencari tahu apa sebenarnya terjadi,” katanya.
Namun, lanjut Vania, sampai sekarang surat yang dilayangkan KJRI Hongkong itu belum dijawab otoritas terkait. Saat ditanya apakah Pemerintah Indonesia mendesak kasus ini segera diselidiki dan dituntaskan, Vania menyebut, KJRI sebatas akan memberi bantuan hukum jika diminta.
Direktur Perlindungan WNI dan Badan Hukum Indonesia Kementerian Luar Negeri Indonesia Judha Nugraha menambahkan, KJRI telah mengirim nota untuk meminta penjelasan dan penyelidikan atas kasus tersebut. ”Ibu Veby sudah menunjuk pengacara untuk menggugat otoritas Hong Kong. KJRI akan memantau dan mendampingi untuk memastikan pemenuhan hak yang bersangkutan,” kata Judha.
Vidler mengaku tidak terlalu yakin polisi Hong Kong akan menindaklanjuti kasus Veby. Menurut dia, sampai sekarang tak ada satu pun personel polisi yang diperiksa atau diproses secara hukum.
”Untuk itu kami akan menempuh proses hukum selanjutnya langsung ke pengadilan tinggi. Mereka (Kepolisian Hongkong) sampai sekarang tidak melakukan apa pun, bahkan sepertinya menelantarkan kasus ini,” ujar Vidler.