MANOKWARI, KOMPAS - Warga korban kerusuhan yang memilih kembali ke Wamena, Kabupaten Jayawijaya, Papua, terus bertambah. Sebanyak 88 warga pulang ke Wamena pada Kamis (10/10/2019). Hal ini disampaikan Komandan Detasemen Pangkalan TNI Angkatan Udara Wamena Mayor Pnb Arief Sujatmiko saat dihubungi dari Manokwari, Papua Barat, Rabu sore.
Arief mengatakan, dalam dua hari terakhir total jumlah warga yang kembali ke Wamena mencapai 175 orang. Hal ini menunjukkan kepercayaan warga atas situasi di Wamena yang mulai kondusif. Ia menyatakan, TNI AU akan menyiapkan tambahan pesawat Hercules apabila terjadi lonjakan jumlah warga yang ingin kembali ke Wamena.
”Kemungkinan jumlah warga yang kembali ke Wamena akan terus bertambah dalam beberapa hari ini. Jumlah warga yang meninggalkan Wamena dengan pesawat Hercules milik TNI AU dan pesawat komersial sekitar 16.000 orang,” kata Arief. Ia menambahkan, saat ini tak ada lagi warga yang mengungsi dari Wamena ke Jayapura menggunakan pesawat Hercules TNI AU.
”Pemda Jayawijaya telah membujuk warga agar tidak mengungsi. Warga diimbau tetap tinggal untuk membangun kembali Wamena,” ujarnya. Kepala Polres Jayawijaya Ajun Komisaris Besar Tonny Ananda mengapresiasi sikap warga yang kembali ke Wamena setelah mengungsi ke Jayapura. ”Warga tidak perlu ragu dengan situasi di Wamena. Sebanyak 1.400 anggota siap mencegah kerusuhan,” ujar Tonny.
Provokator ditangkap
Sementara itu, tim Direktorat Reserse Kriminal Khusus Polda Papua menangkap warga berinisial AD atas dugaan penyebaran ujaran kebencian yang mengandung unsur diskriminasi suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) di Jayapura, Minggu (6/10) .
AD menyebarkan video melalui media sosial Facebook, Instagram, dan Twitter yang menyatakan bahwa terjadi pembakaran rumah ibadah dalam kerusuhan di Jayapura dan Wamena. Padahal, kerusuhan di dua daerah ini tidak berbau SARA. Kepala Bidang Humas Polda Papua Komisaris Besar Ahmad Mustofa Kamal mengatakan, video yang diunggah AD dapat memprovokasi terjadinya konflik susulan di Jayapura dan Wamena.
”Oknum tersebut menyatakan terjadi pembakaran tempat ibadah agama tertentu. Padahal, faktanya tidak ada pembakaran rumah ibadah saat terjadi kerusuhan di dua daerah ini,” kata Ahmad. Ia mengatakan, AD dijerat dengan Pasal 45 A Ayat 2 juncto Pasal 28 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik dan Pasal 14 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peraturan Hukum Pidana.
”Kami menahan AD di rumah tahanan Markas Polda Papua. Tersangka terancam pidana penjara maksimal enam tahun dan denda maksimal Rp 1 miliar,” kata Ahmad. (FLO)