Sistem pengawasan dari hulu ke hilir impor tekstil perlu diperbaiki untuk memproteksi industri yang potensial ini.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Kebocoran impor tekstil dan produk tekstil dinilai menjadi salah satu penyebab lesunya industri dalam negeri, selain pengaruh besar perang dagang Amerika Serikat-China. Sistem pengawasan dari hulu ke hilir impor tekstil perlu diperbaiki untuk memproteksi industri yang potensial ini.
Sebelumnya, terdapat isu kebocoran impor tekstil dan produk tekstil (TPT) melalui pusat logistik berikat (PLB). Kebocoran impor dari PLB itu dinilai menjadi pemicu lesunya industri domestik selama beberapa tahun belakangan.
Ketua Umum Asosiasi Pertekstilan Indonesia (API) Ade Sudrajat, Jumat (11/10/2019), mengatakan, seandainya terjadi, kebocoran impor di PLB tidak berpengaruh signifikan terhadap industri domestik. Sebab, kontribusi PLB hanya sekitar 4,07 persen dari keseluruhan impor TPT.
”PLB hanya sekitar itu. Bagaimana bisa merusak pasar. Impor, kan, bisa dari mana saja, pelabuhan laut sampai pelabuhan udara,” kata Ade di Kementerian Perdagangan (Kemendag), Jakarta.
Meski begitu, Ade mengatakan, kemungkinan besar memang ada kebocoran impor melalui laut. Untuk itu, pemerintah perlu memperbaiki sistem pengawasan impor TPT untuk menjaga keberlangsungan industri TPT dalam negeri.
API pernah mengajukan permintaan kepada Komite Pengamanan Perdagangan Indonesia (KPPI) Kemendag. Mereka meminta pemerintah menyelidiki penyebab beberapa perusahaan mengalami injury.
”Hasinya memang ada HS (kode bahan) yang mengalami lonjakan impor sehingga kita ajukan sebagai alasan untuk meminta perlindungan dalam negeri. Itu semua (perbaikan sistem) sedang dalam proses,” sebut Ade.
Lewat sistem perlindungan dalam negeri yang kondusif, API berkomitmen meningkatkan ekspor dari industri TPT hingga 8 kali lipat dalam 10 tahun ke depan. Ekspor industri TPT sebesar13,8 miliar dollar AS sepanjang 2018.
Perang dagang
Di sisi lain, menurut Ade, perang dagang AS-China juga menjadi alasan utama lesunya industri TPT. Perang dagang berpengaruh besar terhadap negara ketiga yang masih berkembang, termasuk Indonesia. Perusahaan TPT yang berorientasi ekspor berhasil bertumbuh pesat, tetapi perusahaan yang berorientasi pasar domestik terus tergerus.
Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kemendag Indrasari Wisnu Wardhana menjelaskan, pemerintah akan memperketat izin impor TPT. Salah satunya dengan merevisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 64 Tahun 2017 tentang ketentuan impor TPT.
”Kami akan merevisi Permendag. Dalam aturan itu, ada kategori A, wajib mendapatkan persetujuan impor (PI). Kategori B, tidak wajib PI, tetapi butuh laporan surveior (LS). Ke depannya semua produk impor harus dapat PI,” tegas Wisnu.
Kategori A merupakan kelompok barang yang bisa diproduksi di dalam negeri, sedangkan kategori B yang belum bisa. Menurut rencana, revisi Permendag akan dikeluarkan pada pekan depan sebelum pergantian kabinet.
Pemerintah telah melakukan pengawasan terhadap 21 angka pengenal impor produsen (APIP) dan angka pengenal impor umum (APIU). Dari pengawasan itu, ditemukan satu produsen yang melanggar.
”Kami sudah mencabut satu izin APIP karena APIP itu memindahtangankan bahan baku yang diimpor. Sesuai regulasi, impor bahan baku tidak boleh dipindahtangankan,” kata Wisnu.
Selanjutnya, pemerintah akan mengefektifkan pengawasan dengan membentuk satuan tugas (satgas) khusus. Satgas itu terdiri dari Kemendag, Kementerian Perindustrian, dan Kementerian Keuangan, yakni Direktorat Jenderal Bea Cukai dan Direktorat Jenderal Pajak.
Direktur Jenderal Bea Cukai Heru Pambudi mengatakan, kebocoran impor tidak bisa diarahkan semata kepada PLB. Sebab, kebocoran impor itu merupakan masalah dari hulu hingga hilir industri.
Oleh karena itu, keberadaan satgas akan membantu menyelesaikan masalah tersebut. Satgas untuk memastikan pelaku industri patuh pada ketentuan. Nantinya, pemerintah akan memberikan insentif kepada perusahaan yang terbukti patuh.
Sebaliknya, yang tidak patuh akan mendapatkan penalti berupa denda hingga pencabutan izin. ”Sebelum ini apakah kita sudah turun? Sudah. Tetapi, akan kita kuatkan dengan satgas. Karena ini masalah dari hulu hingga hilir. Jadi, kita akan periksa sampai SPT (surat pemberitahuan tahunan), pajaknya bayar atau tidak,” ujarnya.
Jumlah kasus pelanggaran impor yang berhasil ditindak Ditjen Bea Cukai semakin meningkat. Pada 2018, terdapat 430 kali penindakan dengan nilai penyelamatan Rp 171,3 miliar. Sementara itu, pada 2019, hingga September telah terjadi 406 penindakan dengan nilai Rp 138,1 miliar.