PANDEGLANG, KOMPAS-Aparat bersenjata menjaga lokasi penyerangan Menteri Koordinator Politik Hukum dan Keamanan Jenderal (Purm) Wiranto. Mereka siaga di Alun-Alun Menes, Desa Purwaraja, Kecamatan Menes, Kabupaten Pandeglang, Banten hingga Kamis (10/10/2019) menjelang temgah malam.
Sejumlah polisi mengenakan rompi anti peluru saat berjaga di sekitar Alun-Alun Menes. Sebagian besar anggota polisi berkumpul di kantor Kepolisian Sektor Menes yang berjarak 50 meter dari lokasi kejadian. Terdapat dua unit bus polisi terparkir di pinggir alun-alun itu. Tidak ada perubahan aktivitas warga usai insiden penyerangan itu. . Sejumlah gerai toko asesoris ponsel yang berada hanya lima meter dari lokasi kejadian tetap buka.
Kepala Bidang Humas Kepolisian Daerah Banten Komisaris Besar Edy Sumardi mengatakan, polisi tetap berjaga di sekitar lokasi kejadian. "Kami ingin memberikan rasa aman kepada warga sekitar," ujar Edy yang ditemui di Kantor Polsek Menes, Kamis malam.
Edy mengatakan, kedua tersangka sejak pukul 17.30 sudah diserahterimakan kepada Detasemen Khusus 88 Antiteror Polri. Tersangka saat ini dibawa ke tahanan Mabes Polri. Sebelumnya dua tersangka sebelumnya ditahan di kantor Polsek Menes sejak sekitar pukul 12.00 atau beberapa saat setelah kejadian.
Tersangka diamankan dalam keadaan sehat dan tanpa terluka. Mereka diamankan bersama dua buah belati yang digunakan untuk menyerang. "Senjatanya itu bentuknya seperti senjata ninja, kalau seperti di film," ujar Edy.
Akibat serangan itu, Edy mengatakan ada empat orang menjadi korban. Selain Menkopolhukam Jenderal (Purn) Wiranto, tiga orang yang menjadi korban adalah Kapolsek Menes Kompol Daryanto, Tokoh Masyarakat Pandeglang Haji Fuad, dan seorang ajudan Komandan Rayon Militer (Danrem) 064/MY.
Daryanto dan Fuad mengalami luka tusuk pada perut. Keduanya kini masih dirawat di RS Sari Asih Serang. Sedangkan ajudan danrem hanya alami luka baret ringan dan sudah kembali bertugas.
Salah satu saksi mata, Robby Pangestu Rahardiian (22) yang merupakan penjaga kios aksesoris handphone di seberang TKP mengatakan, kejadian penusukan berlangsung sekitar pukul 12.00. Saat itu, ia melihat tersangka laki-laki, AS, berada sekitar 3 meter di samping Wiranto sambil membungkuk dan menyembunyikan kedua tangannya di balik badan.
Adapun, istrinya AS, FA yang saat itu memakai masker berada di atas sepeda motor Honda Supra X berjarak sekitar 7 meter dari suaminya. Usai menyerang Wiranto, AS langsung dibekap oleh Kapolsek Menes, Komisaris Polisi Dariyanto sambil tersungkur. Sontak, FA saat itu turut menyerang Dariyanto dari belakang.
Dariyanto yang saat itu melarikan diri menuju Polsek, bahkan masih dikejar oleh FA. Beruntung, sejumlah anggota kepolisian yang saat itu berjaga di seberang TKP langsung mengamankan FA.
Sementara itu, Wiranto langsung ditandu oleh tiga orang ajudannya masuk ke dalam mobil Land Cruiser hitam. Menurut Bakti Muhazir, Wiranto sempat dibawa ke Klinik Menes Medical Center yang berjarak sekitar 2 kilometer dari TKP.
Sebelumnya, Wiranto tiba di Alun-Alun Menes dengan helikopternya sekitar pukul 08.00. Ia diagendakan meresmikan bangunan baru di Universitas Mathaulanwar yang terletak di Desa Sodong, Kecamatan Seketi, Kabupaten Pandeglang yang berjarak sekitar 5 kilometer dari alun-alun.
Menurut Robby, Wiranto sempat melayani puluhan warga di Menes untuk berfoto bersama usai mendarat. Pun saat ia akan kembali ke alun-alun pada siang harinya. Dari situ, Robby sempat mengira bahwa AS hendak mengajak Wiranto berfoto.
AS dan FA diketahui mengontrak di salah satu rumah di Gang Kenari Kampung Sawah RT 04/01 Desa Menes, Kecamatan Menes Kabupaten Pandeglang. Menurut Bakti, ia dan istrinya nyaris tidak pernah bergaul dengan para tetangga.
Dianggap "Thaghut"
Penusukan terhadap Menkopolhukam Wiranto mengagetkan semua pihak. Serangan terorisme yang dilakukan 10 hari jelang pelantikan Presiden Jokowi itu membuktikan sel dan jejaring teroris masih ada. "Pelaku inisial S alias AR secara ideologi menolak Pancasila dan demokrasi, dan Menkopolhukam dianggap sebagai simbol Thaghut atau setan besar yang wajib diperangi," ujar peneliti terorisme UI Ridlwan Habib di Jakarta (10/10/2019) .
Serangan itu dilakukan oleh dua orang yang mempunyai mental kejam dan nekad. "Mereka berpura-pura sebagai warga masyarakat yang menunggu mobil Menkopolhukam mendekat, jarak pelaku saat menunggu hanya 3 meter dari sasaran, ini kelengahan pihak pengamanan setempat, "kata Ridlwan.
Dari berbagai video maupun foto yang beredar di media sosial, tampak dua pelaku memang menunggu mobil Wiranto datang. Keduanya berdiri tepat di samping Kapolsek.
"Jarak itu memungkinkan pelaku merangsek dari sudut kiri belakang pak Wiranto, sudut itu kosong karena ajudan menghadap ke kanan, " kata Ridlwan yang juga praktisi beladiri KravMaga tersebut.
Dari cara memegang senjata saat dihunjamkan ke sasaran, tampak pelaku cukup terlatih. "Teroris itu memegang senjatanya dengan teknik reverse grip, atau pegangan terbalik yang mengakibatkan daya hunjaman dua kali lebih kuat dari gaya pegang biasa, " ujar alumni S2 Kajian Intelijen UI tersebut.
Ridlwan menilai, informasi kunjungan Wiranto ke desa Mendes Pandeglang yang memicu kedua pelaku untuk beraksi. " Itu jelas tidak spontan, ada niat jahat yang sudah direncanakan, termasuk teknik pelaku menyembunyikan senjata tanpa terdeteksi petugas keamanan setempat, " kata Ridlwan.
Kejadian ini menurutnya merupakan alarm bagi aparat keamanan untuk lebih meningkatkan kewaspadaan. "Evaluasi prosedur pengamanan VVIP, cek ulang peta simpatisan atau orang orang yang terpapar faham terorisme, dan segera lakukan pencegahan dini, " kata Ridlwan.
Meski begitu Ridlwan berharap serangan teroris terhadap Menkopolhukam Wiranto tidak menimbulkan kepanikan dan ketakutan di masyarakat.
"Tujuan kelompok-kelompok teroris memang ingin menyebarkan rasa takut, saling curiga bahkan konflik antar warga, ini harus dilawan dengan kekompakan semua elemen bangsa, " katanya.