Hingga Sabtu (12/10/2019) malam, gempa masih meneror warga Pulau Ambon dan sekitarnya. Doa bersama melibatkan semua pemuka agama pun digelar untuk Ambon yang aman dan jauh dari marabahaya.
Oleh
fransiskus pati herin
·3 menit baca
AMBON, KOMPAS — Hingga Sabtu (12/10/2019) malam, gempa masih meneror warga Pulau Ambon dan daerah lain di Maluku. Doa bersama melibatkan semua pemuka agama pun digelar untuk Maluku yang aman dan jauh dari marabahaya.
Pada Kamis, 26 September 2019, Kota Ambon, Kabupaten Maluku Tengah, dan Kabupaten Seram Bagian Barat diguncang gempa bermagnitudo 6,5. Getaran gempa terasa hingga skala VI MMI. Getaran berlangsung selama hampir 5 detik. Gempa pertama itu berpusat di darat. Gempa tidak berpotensi menimbulkan tsunami.
Menurut data Badan Nasional Penanggulangan Bencana, korban jiwa yang meninggal sebanyak 39 orang, korban luka ringan 1.548 orang, luka berat 30 orang, dan pengungsi 170.900 orang. Adapun rumah penduduk yang rusak ringan 3.245 unit, rusak sedang 1.837 unit, dan rusak berat 1.273 unit.
Berdasarkan data Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika, gempa susulan mencapai 1.434 kali dengan jumlah kejadian yang terasa sebanyak 168 kali. Getarannya masih membuat warga cemas.
Digelar di kediaman Kepala Polda Maluku, doa bersama ini dihadiri semua tokoh agama setempat. Mereka adalah Ketua Majelis Ulama Indonesia Kota Ambon Mohammad Rahyamtel, Ketua Sinode Gereja Protestan Maluku Pendeta Ates Werinussa, dan Uskup Diosis Ambon Mgr PC Mandagi MSC. Selain itu, ada juga Ketua Perwakilan Umat Buddha Provinsi Maluku Wilhemus Jauwerissa dan Ketua Parisada Hindu Dharma Indonesia Provinsi Maluku I Nyoman Sukadana.
Acara doa ini juga dihadiri Kepala Polda Maluku Inspektur Jenderal Royke Lumowa, Panglima Kodam XVI/Pattimura Mayor Jenderal Marga Taufik, Kepala Badan Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Maluku Farida Salampessy, serta Kepala Badan Meteorologi dan Geofisika Stasiun Geofisika Ambon Sunardi.
Secara bergantian, tokoh-tokoh agama itu mendaraskan doa. Inti doa-doa itu memohon agar Tuhan sebagai penguasa alam semesta melindungi Maluku dari bahaya bencana yang menelan korban jiwa. Dalam kesempatan itu, mereka juga mendoakan keselamatan jiwa para korban yang meninggal pada saat bencana gempa beberapa waktu lalu.
Royke mengatakan, persoalan yang paling mengemuka saat ini adalah kekhawatiran warga bakal terjadi gempa besar dan tsunami. Para korban masih dihantui trauma. Kondisi semacam itu semakin diperparah dengan maraknya kabar bohong yang beredar melalui media sosial dan grup aplikasi percakapan.
Oleh karena itu, Royke berharap, para tokoh agama hadir memberikan pendampingan dan pemahaman kepada korban. ”Tokoh agama merupakan benteng pertama dan terakhir karena memiliki ikatan yang kuat dengan masyarakat. Masyarakat, terutama para korban, akan mendengarkan suara dari tokoh agama,” ujarnya.
Tokoh agama merupakan benteng pertama dan terakhir karena memiliki ikatan yang kuat dengan masyarakat. Masyarakat, terutama para korban, akan mendengarkan suara dari tokoh agama.
Royke juga telah memerintahkan anggota kepolisian untuk mengusut beredarnya kabar bohong. Salah satu yang harus diwaspadai adalah pesan berantai tentang gempa besar yang mencatut nama Wali Kota Ambon Richard Louhenapessy. Richard telah membantah kabar bohong itu.
Pelaksana Harian Ketua Palang Merah Indonesia Maluku John Ruhulessin berharap koordinasi lintas lembaga terus diperkuat untuk melakukan penanganan trauma bagi korban. Ia melihat belum ada kerja sama yang terorganisasi dalam penanganan trauma. ”Berharap jangan sampai kita bertindak sendiri-sendiri,” ucap John.