Infrastruktur Dasar Perkotaan Dinilai Makin Diperlukan
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Peluang badan usaha untuk berpartisipasi dalam pembiayaan infrastruktur publik terbuka lebar. Infrastruktur dasar perkotaan terkait layanan dasar dan energi bersih dinilai makin banyak diperlukan ke depan.
Direktur Utama PT Sarana Multi Infrastruktur (Persero) Edwin Syahruzad di Jakarta, Jumat (11/10/2019) mengatakan, Indonesia membutuhkan semakin banyak badan usaha untuk membangun infrastruktur yang terkait layanan publik. Kesempatan itu semakin terbuka karena banyak skema pembiayaan kreatif yang ditawarkan.
"Pemerintah pun bisa memberikan dukungan dalam bentuk viability gap funding (VGF). Karena di banyak negara, layanan publik itu banyak dibangun badan usaha namun masyarakat pun tidak terbebani. Maka perlu skema-skema pembiayaan kreatif dan pemberian VGF ini bentuk pembiayaan kreatif," kata Edwin.
Keberhasilan sebuah proyek infrastruktur tidak hanya menyangkut pembiayaannya. Agar badan usaha atau swasta tertarik, sebuah proyek mesti disiapkan atau dikaji kelayakannya dengan baik menyangkut aspek teknis, hukum, dan pembiayaannya.
Penyiapan proyek infrastruktur tersebut, lanjut Edwin, merupakan salah satu bisnis PT SMI. Sampai dengan September 2019 PT SMI mendapat tugas mengembangkan 15 proyek senilai Rp 51,2 triliun. Untuk bisnis pembiayaan,dan investasi PT SMI telah menghasilkan komitmen senilai Rp 98 triliun dan outstanding Rp 58,5 triliun. Sementara, bisnis jasa konsultasi PT SMI sebanyak 6 proyek.
Sampai September, pendapatan usaha yang dibukukan PT SMI sebesar Rp 3,88 triliun atau meningkat 43,53 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Sementara laba bersih tercatat Rp 1,46 triliun atau naik 16,74 persen dibanding periode yang sama tahun lalu. Total aset PT SMI naik 22,75 persen menjadi Rp 73,03 triliun per September 2019.
Menurut Edwin, yang mesti dicermati dari pembangunan infrastruktur bernilai triliunan rupiah tersebut adalah dampak atau manfaat berganda bagi masyarakat. Meski telah banyak infrastruktur yang dibangun, kebutuhan ke depan masih sangat besar. Di sisi lain, semakin banyak badan usaha masuk ke proyek infrastruktur, maka beban fiskal pemerintah akan semakin berkurang.
Ke depan, lanjut Edwin, selain infrastruktur yang mendukung konektivitas, yang akan banyak diperlukan adalah infrastruktur untuk perkotaan antara lain penyediaan air minum, pengelolaan sampah, transportasi perkotaan, sampai perumahan. Skema pembiayaan yang sesuai untuk proyek seperti itu adalah kerja sama pemerintah dengan badan usaha.
“Harus dicampur antara anggaran pemerintah daerah dengan pemerintah pusat dan badan usaha sehingga skemanya KPBU. Maka perlu persiapan lebih baik meski mungkin lebih lambat tapi bisa dilaksanakan dan hasilnya lebih baik,” ujar Edwin.
Proyek infrastruktur perkotaan semacam itulah yang ke depan akan disasar PT SMI meski PT SMI akan tetap mencermati proyek infrastruktur seperti jalan tol. Saat ini porsi pembiayaan PT SMI di jalan tol mencapai 49 persen.
Jenis proyek lain yang juga akan ditingkatkan adalah pengembangan energi bersih atau terbarukan. Salah satu yang kini tengah dijajaki PT SMI adalah pinjaman bersyarat dari Bank Dunia sebesar 197,5 juta dollar AS yang akan digunakan untuk mencari sumber panas bumi. Tahun depan, PT SMI menargetkan untuk tumbuh dua angka.
Secara terpisah, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat menyepakati kerja sama dengan Badan Kerja sama Internasional Jepang (JICA) dan pemerintah provinsi DKI Jakarta untuk membangun instalasi pengolahan air limbah domestik dan jaringan perpipaan di DKI Jakarta atau Jakarta Sewerage Development Project (JSDP).
Pembangunan sistem Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Domestik di DKI Jakarta terdiri atas dua zona pelayanan, yaitu zona 1 dan zona 6. Konstruksi IPAL Zona 1 akan dibiayai menggunakan APBD Provinsi DKI Jakarta dan Kementerian PUPR melalui bantuan Pemerintah Jepang. Nilai investasi untuk pembangunan IPAL zona 1 sebesar Rp 9,87 triliun.
Untuk zona 6 akan dibangun IPAL di kawasan Duri Kosambi dengan kebutuhan investasi sebesar Rp 4,6 triliun berasal dari Kementerian PUPR, bantuan luar negeri (BLN) sebesar Rp 3,75 triliun dan Rp 0,85 triliun dari APBD DKI Jakarta. Dalam keterangan tertulisnya, Menteri PUPR Basuki Hadimuljono mengatakan, meskipun infrastruktur sanitasi dibangun, masyarakat diharapkan menjaga lingkungan dari limbah domestik. (NAD)