JAKARTA, KOMPAS – Seluruh personel Tentara Nasional Indonesia diwajibkan mematuhi seluruh aturan disiplin yang tidak hanya mengikat bagi setiap prajurit, tetapi juga bagi keluarga para prajurit TNI. Hukuman disiplin kepada tiga anggota TNI menunjukkan komitmen kuat pimpinan TNI untuk menjaga profesionalitas, netralitas, dan mengantisipasi kemungkinan masalah lain seperti dugaan kehadiran paham radikal.
Ketiga anggota TNI yang menerima hukuman disiplin ialah Komandan Komando Diskrik Militer (Kodim) 1417/Kendari, Sulawesi Tenggara, Kolonel (Kav) Hendi Suhendi; anggota Detasemen Kavaleri Berkuda, Sersan Dua Z; dan anggota Polisi Militer Angkatan Udara Lanud Muljono, Surabaya, Jawa Timur, Pembantu Letnan Satu YNS. Ketiganya dicopot dari jabatan dan dilakukan penahanan dalam rangka penyidikan.
Adapun hukuman disiplin itu dijatuhkan karena istri dari tiga personel TNI itu membuat status bernuansa penyebaran kebencian dan berita bohong di media sosial terkait peristiwa penusukan yang dialami Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Wiranto. Atas perbuatannya itu, ketiganya telah dilaporkan ke Kepolisian Negara RI untuk menjalani proses pidana umum. Mereka diduga melanggar Undang-undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Kepala Pusat Penerangan TNI Mayor Jenderal Sisriadi menjelaskan, setiap personel TNI telah terikat dengan sumpah prajurit yang didalamnya terdapat aturan hukum disiplin. Salah satu aturan disiplin itu, ujar Sisriadi, ialah setiap prajurit TNI bertanggung jawab atas apa yang dilakukan dan tidak dilakukan oleh keluarganya.
“Prajurit TNI itu membiarkan istrinya melanggar hukum, maka ia mendapatkan hukuman disiplin. Sementara itu, istrinya dikenakan proses pidana,” tutur Sisriadi di Jakarta, Sabtu (12/10/2019).
Lebih lanjut, Sisriadi memastikan, hukuman disiplin kepada personel TNI akibat ulah keluarganya merupakan aturan yang secara tegas dilaksanakan di lingkungan TNI. Ia mencontohkan, hukuman tegas wajar diberikan kepada Kolonel (Kav) Hendi Suhendi.
“Sebagai perwira berpangkat karir tertinggi, maka seorang prajurit TNI harus mampu membina istri dan anak-anaknya,”
“Sebagai perwira berpangkat karir tertinggi, maka seorang prajurit TNI harus mampu membina istri dan anak-anaknya,” katanya.
Apresiasi
Ketua Pusat Studi Politik dan Keamanan (PSPK) Universitas Padjajaran Muradi mengapresiasi langkah pimpinan TNI untuk menindak tegas personel karena sikap istrinya di media sosial.
Tindakan tegas itu bisa menghadirkan efek jera bagi prajurit lain dan menjadi patokan terhadap pimpinan TNI apabila peristiwa serupa terulang di masa mendatang,
“Langkah pimpinan TNI, terutama Kepala Staf TNI Angkatan Darat Jenderal Andika Perkasa, harus diapresiasi karena memang sudah diperlukan. Tindakan tegas itu bisa menghadirkan efek jera bagi prajurit lain dan menjadi patokan terhadap pimpinan TNI apabila peristiwa serupa terulang di masa mendatang,” ujar Muradi.
Muradi menyayangkan, sikap istri prajurit TNI itu yang tidak menunjukkan rasa hormat sebagai bagi keluarga besar TNI. Meskipun telah purnatugas sebagai prajurit TNI, Wiranto, tambahnya, merupakan senior yang harus dihormati sesuai kultur militer.
Ia menekankan, keluarga prajurit TNI harus memahami dan mematuhi sumpah prajurit dan aturan TNI lainnya. Sebab, seluruh tindakan istri dan anak personel TNI menjadi cermin bagi setiap prajurit.