"Emak-emak" Tabur Bunga untuk Korban Unjuk Rasa di Polda Metro Jaya
"Emak-emak" menuntut kepolisian tak lagi berlaku eksesif dalam menangani unjuk rasa agar tak ada lagi "emak" yang harus kehilangan anaknya hanya karena mereka ingin menyuarakan pendapatnya.
Oleh
Stefanus Ato
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS - Sejumlah "emak-emak" memilih turun ke jalan menyusul tewasnya lima orang, di antaranya mahasiswa dan pelajar, karena ikut unjuk rasa akhir September 2019. Mereka menuntut kepolisian tak lagi berlaku eksesif dalam menangani unjuk rasa agar tak ada lagi "emak" yang harus kehilangan anaknya hanya karena mereka ingin menyuarakan pendapatnya.
Kumpulan ibu-ibu yang menamakan diri "Solidaritas Emak-Emak Tabur Bunga" itu berunjuk rasa di halaman kantor Kepolisian Daerah Metro Jaya, Jakarta Selatan, Minggu (13/10/2019) siang.
"Emak-emak" itu datang dari berbagai wilayah di Jabodetabek. Mereka mulai menyampaikan aspirasinya di halaman Polda Metro Jaya sekitar pukul 11.30. Selain menabur bunga, mereka bergantian berorasi dan membaca puisi. Sebagian dari mereka juga membentangkan poster.
https://youtu.be/EZVow4DAaKo
Poster di antaranya bertuliskan tuntutan mereka. Salah satunya, tuntutan agar aparat kepolisian tidak lagi menggunakan kekerasan dan berlaku eksesif setiap kali menangani unjuk rasa. Ini penting agar tak ada lagi korban jiwa saat masyarakat berunjuk rasa. Terlebih menyampaikan pendapat, termasuk dengan cara berunjuk rasa, dibolehkan oleh konstitusi.
Selain itu, poster lainnya berisi tuntutan agar anak-anak yang ikut unjuk rasa tidak dikeluarkan dari sekolahnya.
Tuntutan lainnya, Polda Metro Jaya diminta membuka data pelajar dan mahasiswa yang masih ditahan dan membuka akses orangtua atau keluarga untuk menjenguk mereka. Kepolisian juga harus membuka akses kepada pelajar dan mahasiswa yang ditahan untuk mendapat pendampingan hukum. "Emak-emak" memperoleh informasi masih ada mahasiswa dan pelajar yang ditahan.
Tak hanya itu, dalam unjuk rasa, mereka juga menyampaikan belasungkawa dan solidaritas kepada orangtua atau keluarga yang anaknya tewas karena ikut unjuk rasa pada akhir September 2019.
Wiwin Warsiating (40), salah satu "emak" yang ikut unjuk rasa, mengatakan dirinya terpanggil untuk ikut turun ke jalan karena merasakan kesedihan ibu yang anaknya ikut unjuk rasa dan kemudian tewas karena tindakan eksesif aparat keamanan. Setidaknya ada lima orang yang tewas karena ikut unjuk rasa akhir September lalu, beberapa di antaranya mahasiswa dan pelajar.
"Jadi kami sebagai perempuan dan seorang ibu, saya merasa marah melihat kekerasan yang dilakukan oleh aparat kemanan," katanya.
Kokom Komalawati (40), "emak" lain yang ikut dalam unjuk rasa mengatakan, turun ke jalan ini merupakan tindakan spontanitas dari "emak-emak".
"Kami ingin memperlihatkan kepada orangtua dan keluarga para pelajar dan mahasiswa yang tewas bahwa mereka tidak sendiri. Ada kami, ibu-ibu, "emak-emak", yang juga peduli dengan nasib mereka, dan kami punya kepentingan yang sama," katanya.
Awal Oktober 2019, Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono menyatakan seluruh mahasiswa dan pelajar yang sempat dibawa ke kantor polisi karena terlibat unjuk rasa yang berakhir ricuh, telah dipulangkan.
Sementara itu, Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Muhammad Iqbal menyatakan, tindakan keras aparat tidak terlepas dari dinamika di lapangan. Aksi mahasiswa dan pelajar ditudingnya sudah bercampur dengan perusuh. Dalam kondisi itu, polisi harus melindungi diri, masyarakat, dan fasilitas-fasilitas publik.
”Ingat, polisi ini juga manusia, bukan robot. Ketika nyawanya terancam, terpojok, harusnya ada SOP tegas yang dilakukan. Nyatanya kami tidak melakukan itu,” katanya.
Dia pun meminta publik untuk tak semata melihat sisi kekerasan oleh aparat. Sebab, unjuk rasa yang berlangsung hingga larut malam, selain melanggar undang-undang, juga merugikan masyarakat umum. Jika tindakan tegas tak dilakukan, kerusuhan akan berlarut-larut.
Meski demikian, Iqbal berjanji, kepolisian akan menindak tegas oknum polisi yang memang bertindak berlebihan saat menangani unjuk rasa. ”Terhadap rekan-rekan saya yang melakukan tindakan eksesif, kami akan proses! Akan ditindak tegas,” ujarnya.