BANYUWANGI, KOMPAS — Festival Gandrung Sewu Banyuwangi menjadi sarana konsolidasi dan edukasi bagi pelajar dan warga Banyuwangi. Festival tari yang sebagian dibiayai masyarakat secara swadaya itu juga mendongkrak ekonomi rakyat setempat.
Gandrung Sewu 2019 yang kali ini bertema ”Panji-Panji Sonangkara” merupakan pergelaran kedelapan sejak dimulai tahun 2011. Tiga tahun terakhir, pergelaran sendratari kolosal ini masuk dalam kalender tahunan pariwisata nasional.
Bupati Banyuwangi Abdullah Azwar Anas menuturkan, pihaknya hanya menganggarkan Rp 800 juta untuk kegiatan tersebut. ”Untuk membiayai para penari, pemain drama, pelatih, dan pemusik sejak latihan hingga tampil dibutuhkan Rp 5 miliar. Kami hanya menganggarkan Rp 800 juta. Sisanya dibiayai secara swadaya oleh masyarakat. Ini bentuk konsolidasi positif masyarakat dan Pemkab Banyuwangi,” katanya.
Sebanyak 1.350 penari gandrung yang terdiri dari pelajar SD, SMP, dan SMA terlibat dalam sendratari yang digelar di Pantai Marina Boom, Banyuwangi, Sabtu (12/10/2019). Pantai berlatar belakang Selat dan Pulau Bali itu meriah dengan kostum para penari batik hitam putih dan selendang merah.
Sejak pagi, ribuan penonton rela berjubel untuk dapat menonton sendratari kolosal itu. Tidak hanya warga setempat, para penonton juga datang dari luar daerah, bahkan dari luar negeri.
”Kami tidak hanya disuguhi tari-tarian, tetapi juga pemandangan alam yang indah. Panas di pantai terbayar dengan pertunjukan yang luar biasa,” ujar Muhammad Taufik, wisatawan asal Tangerang.
Sejumlah tamu penting hadir, antara lain Wakil Gubernur Gorontalo Idris Rahim dan bupati dari sejumlah daerah.
Festival itu, menurut Anas, tidak hanya bertujuan untuk menarik wisatawan, tetapi juga menjadi sarana edukasi. Para pelajar diajak lepas dari gawai untuk berkenalan dengan teman-teman sebaya dan berlatih menari bersama.
Para pelajar yang terlibat berasal dari beberapa sekolah yang tersebar di 25 kecamatan se-Banyuwangi. Mereka diseleksi dan dilatih sejak Juli. ”Anak-anak berlatih tari sekaligus belajar disiplin dan memperhatikan teman-temannya. Kedua hal itu penting karena gerakan mereka harus serempak,” kata Anas.
Tenaga Ahli Menteri Pariwisata Bidang Manajemen Calendar of Event Esthy Reko Astuti mengapresiasi konsistensi penyelenggaraan Gandrung Sewu.
”Gandrung Sewu semakin baik. Hal itu terlihat dari infrastruktur dan konten yang disajikan. Walau sudah digelar delapan kali, antusiasme penampil dan penonton tidak pernah surut,” ujarnya.
Pertumbuhan ekonomi
Gandrung Sewu merupakan satu dari 99 agenda Banyuwangi Festival. Maraknya festival di Banyuwangi perlahan meningkatkan perekonomian daerah dan mendongkrak pendapatan per kapita warga Banyuwangi.
Berdasarkan data Musyawarah Rencana Pembangunan Kabupaten Banyuwangi, pendapatan masyarakat Banyuwangi meningkat dari Rp 20,86 juta per kapita per tahun pada 2010 menjadi Rp 48,75 juta per kapita per tahun pada 2018. Hal itu seiring dengan peningkatan jumlah kunjungan wisatawan domestik dan mancanegara berdasarkan data tiket destinasi, hotel, dan agen perjalanan wisata.
Jumlah wisatawan domestik naik dari 491.000 kunjungan pada 2010 menjadi 5,2 juta kunjungan tahun 2018. Adapun jumlah wisatawan mancanegara naik dari 12.505 kunjungan pada 2010 menjadi 127.420 kunjungan tahun 2018.
Gandrung Sewu membawa berkah bagi pedagang di Pantai Marina Boom. ”Omzet sehari biasanya hanya Rp 600.000-Rp 700.000. Hari ini baru empat jam, omzet sudah lebih dari Rp 700.000,” kata Henri Kurniawan, pemilik kedai Om Ribut Reborn.
Berdasarkan pantauan, perputaran ekonomi tidak hanya terjadi saat pergelaran. Di setiap latihan, puluhan pedagang kaki lima berjualan untuk menyediakan kebutuhan para penari dan warga yang menonton.
Ekonomi juga berputar melalui pembelian kostum dan perlengkapan kosmetik. Para penata rias turut merasakan rezeki karena dibutuhan untuk merias ribuan penari. (GER)