Di tengah pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan melambat, daya beli masyarakat terhadap rumah dikhawatirkan akan semakin turun. Perbankan bersiasat memacu kinerja kredit pemilikan rumah.
Oleh
KELVIN HIANUSA
·4 menit baca
Di tengah pertumbuhan ekonomi yang diproyeksikan melambat, daya beli masyarakat terhadap rumah dikhawatirkan akan semakin turun. Perbankan mencari alternatif untuk memacu kinerja kredit pemilikan rumah.
Sebelumnya, pada awal Oktober 2020, Bank Dunia memproyeksikan ekonomi Indonesia hanya akan tumbuh 5 persen pada 2019. Proyeksi itu turun dari sebelumnya yang sebesar 5,1 persen.
Sementara itu, sekitar dua bulan sebelum rilis Bank Dunia tersebut, Bank Indonesia (BI) sudah melihat penurunan minat pembelian rumah dalam periode September 2019-Agustus 2020.
Berdasarkan Survei Konsumen BI yang dirilis pada September 2019 itu, responden yang berencana menempatkan pendapatannya dalam bentuk properti menurun dari 23 persen bulan sebelumnya menjadi 22,2 persen. Adapun responden yang masuk kategori mungkin dan sangat mungkin membeli rumah turun dari 36,3 persen menjadi 34,6 persen.
Potensi penurunan daya beli masyarakat akibat pelambatan ekonomi itu sejalan dengan penurunan minat membeli rumah. Hal itu membuat pembelian rumah bisa semakin tergerus di akhir tahun ini atau triwulan IV-2019.
Lesunya daya beli rumah membuat kinerja KPR perbankan ikut terdampak. Salah satunya PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk yang tahun ini, per September 2019, baru tumbuh 16,5 persen secara tahunan. Pertumbuhan itu melambat dari tahun lalu yang melampaui 20 persen secara tahunan.
Direktur Konsumer BTN Budi Satria mengatakan, BTN mengantisipasi turunnya pengajuan KPR dengan fokus pada penjualan rumah yang cenderung murah. BTN bekerja sama dengan pengembang yang bisa membuat rumah dengan harga terjangkau.
”Permintaan KPR saat ini dominan di kisaran harga sampai dengan Rp 500 juta. Kami saat ini terus mendorong kolaborasi dengan pengembang untuk membuat bundling program penjualan KPR,” kata Budi.
Kami saat ini terus mendorong kolaborasi dengan pengembang untuk membuat bundling program penjualan KPR.
PT Bank CIMB Niaga Tbk, per September 2019, masih mencatatkan pertumbuhan kinerja KPR sekitar 13 persen secara tahunan. Meski begitu, pada akhir tahun, kinerja tersebut diperkirakan akan menurun hingga 10-12 persen secara tahunan.
Direktur Konsumer CIMB Niaga Lani Darmawan menjelaskan, sejauh ini kinerja KPR masih sesuai target. Kebijakan BI yang melonggarkan rasio pinjaman terhadap aset (LTV) sebesar 5 persen untuk KPR memberikan pengaruh positif.
”Sejauh ini relaksasi BI membantu. Namun, kebijakan itu harus disesuaikan per nasabah karena bisa berbeda pendekatan, tergantung analisis kreditnya,” ujarnya.
Menurut Lani, kebutuhan membeli rumah selalu ada. CIMB Niaga hanya perlu menyesuaikan dengan kebutuhan. Oleh karena itu, bank swasta tersebut menyediakan program KPR yang bervariasi, mulai dari rumah baru dengan pengembang hingga rumah bekas.
CIMB Niaga berupaya terus menjaga agar nasabahnya tidak melunasi di awal. Mereka mencegah hal tersebut dengan memberikan denda kepada debitor yang melunasi di awal.
Sementara itu, PT Bank Central Asia Tbk hanya menargetkan pertumbuhan KPR sekitar 8 persen pada akhir tahun meski pertumbuhan secara tahunan pada semester I-2019 mencapai 11,2 persen. Target tahun ini jauh lebih rendah dibandingkan pencapaian pada 2018 yang tumbuh 12 persen secara tahunan.
Executive Vice President Divisi Bisnis Kredit Konsumer BCA Felicia M Simon mengatakan, pertumbuhan kinerja KPR memang melambat. Hal itu disebabkan oleh semakin terbatasnya daya beli masyarakat akibat ekonomi yang lesu.
Felicia meyakini, kebutuhan akan rumah masih sangat banyak. Kendati demikian, masyarakat masih menunggu pembelian rumah karena uang muka dan angsuran yang masih cukup tinggi.
Masyarakat masih menunggu pembelian rumah karena uang muka dan angsuran yang masih cukup tinggi.
BCA menyiasati menurunnya daya beli masyarakat dengan mengincar pengajuan pembelian KPR dari rumah bekas. Harga rumah bekas yang cenderung murah, sekitar Rp 250 juta, membuatnya lebih terjangkau.
”Di portofolio BCA, kontribusi rumah bekas mencapai 80 persen. Rumah bekas kan dinamis, tidak perlu menunggu developer launching. Setiap orang bisa transaksi. Pasar ini sejauh ini masih jalan dan pertumbuhannya baik,” kata Felicia.
Di sisi lain, bank BUKU IV tersebut juga berupaya memacu KPR dengan menggelar BCA Expo pada 26-27 Oktober 2019. BCA menargetkan transaksi KPR mencapai Rp 1 triliun dalam ajang dua hari itu.
”Angsuran bisa lebih rendah. Masyarakat bisa merealisasikan kebutuhannya. Ini bisa sangat menarik. Dengan beberapa event, BCA memang berupaya menjangkau nasabah dengan bunga yang lebih rendah dibandingkan hari biasa,” ucapnya.
BCA menawarkan bunga angsuran KPR yang jauh lebih rendah dalam pameran, hanya 6,75 persen, dibandingkan 8-8,5 persen saat normal. Adapun nasabah bisa mengajukan kredit rumah baru dari pengembang Sinar Mas Land ataupun rumah bekas.