JAKARTA, KOMPAS – Walaupun telah melaksanakan berbagai upaya, TNI dianggap perlu melakukan peningkatan literasi digital. TNI berada dalam ruang masyarakat Indonesia dengan segala dinamikanya.
“Sebenarnya kita terus sosialisasi lewat berbagai cara, tidak putus-putus, tapi memang perlu terus dilakukan dengan inovasi,’ kata Kepala Pusat Penerangan Mabes TNI Mayjen Sisriadi saat dihubungi, Minggu (13/10).
Sisriadi mengatakan, TNI telah sering melakukan sosialisasi tentang pentingnya paham dan bijak bermedsos. Bahkan, dalam forum-forum sosialisasi yang diisi oleh komandan satuan, materi-materi yang diberikan bisa dikatakan standar.
Kepala Dinas Penerangan TNI AL Laksamana Pertama TNI Mohammad Zaenal mengatakan, pihaknya juga telah secara terus menerus melakukan sosialisasi. Dalam sosialisasi tersebut diberi berbagai pandangan tentang untung-dan rugi membuat tulisan di media sosial. Selain itu, tentang berpikir berkali-kali sebelum memuat tulisan atau komentar di media sosial.
“Tapi kan semua kembali ke diri masing-masing yang belum tentu sama,” katanya.
Untuk itu, TNI AL juga sudah melakuan patroli siber. Dalam patroli itu, dipantau muatan-muatan yang tidak sesuai dengan kebijakan TNI dan TNI AL pada khususnya. Kalau kemudian ada yang tidak sesuai, bahkan katakanlah tidak sesuai dengan nilai-nilai atau ideologi Pancasila, diadakan pemeriksaan lebih lanjut. Pemeriksaan ini dilakukan untuk meluruskan duduk persoalan. Kalua misalnya ada indikasi terpapar, maka ada proses lebih lanjut.
“Dalam TNI ideologi itu nomor satu. Masalahnya, kadang ada yang tidak mengerti, atau ada yang mengerti, derajatnya beda-beda,” kata Zaenal.
Kepala Dinas TNI AU Marsekal Pertama Fajar Adriyanto mengatakan, di dalam TNI AU, upaya perkuatan literasi digital dilakukan dengan sosialisasi dan penggunana teknologi. Untuk penggunaan teknologi, TNI AU akan mewajibkan seluruh perwira untuk menggunakan alamat surel dengan server internal TNI AU. Dengan demikian, aktivitasnya bisa lebih terpantau. Untuk itu, Dinas Penerangan TNI AU akan bekerja sama dengan Dinas Informasi dan Pengolahan Data.
Fajar mengakui tidak mudah untuk memantau aktivitas para prajurit TNI AU walaupun jumlahnya hanya sekitar 30.000 orang. Ia mengatakan sejak tahun 2013 telah ada instruksi dari Kepala Staf TNI AU terkait penggunaan media sosial. Pihak TNI AU berencana untuk membeli alat yang bisa melakukan pemindaian media sosial dengan menggunakan kata kunci. Dengan demikian, nilai-nilai yang tidak sesuai dengan organisasi TNI AU bisa dipantau. “Jadi bisa kita lacak, misalnya grup apa saja yang diikuti, ada siapa saja di sana,” kata Fajar.
Ketidaksadaran
Dosen Universitas Pelita Harapan yang mendalami masalah komunikasi politik Ermus Sihombing mengatakan, dari peristiwa di mana beberapa anggota TNI mendapat sanksi karena menulis di media sosial, ada indikasi ketidaktahuan dan ketidaksadaran tentang media sosial. Oleh karena itu, ia menyarankan agar dilakukan diskusi atau bentuk-bentuk pelatihan di kalangan internal TNI terkait literasi digital.
“Mereka banyak yang tidak tahu media, atau jurnalistik, tapi karena media sosial, apa yang dipikir langsung ditulis. Tidak sadar kalau kemudian jadi domain publik,” kata Ermus.
Ia mengatakan, inti dalam media sosial itu tetap ada di pesan. Teknologi hanya menjadi alat. Oleh karena itu, gimana agar pesan itu dikemenas dengan baik. Ini juga terkait dengan pengertian akan UU ITE dan etika komunikasi.
Editor:
Bagikan
Kantor Redaksi
Menara Kompas Lantai 5, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.
Tlp.
+6221 5347 710
+6221 5347 720
+6221 5347 730
+6221 530 2200
Kantor Iklan
Menara Kompas Lantai 2, Jalan Palmerah Selatan 21, Jakarta Pusat, DKI Jakarta, Indonesia, 10270.