Topan Hagibis memorakporandakan Jepang dan membawa curah hujan yang tinggi, Sabtu (12/10/2019). Puluhan orang meninggal dan pelayanan publik pun terganggu.
Tokyo, minggu Pemerintah Jepang mengerahkan lebih dari 100.000 tenaga penyelamat, sebanyak 31.000 orang di antaranya personel militer. Mereka akan menjangkau warga yang terperangkap setelah topan Hagibis melanda. Helikopter militer dan pemadam kebakaran mengevakuasi warga dari atap-atap dan balkon rumah warga yang kebanjiran.
Di Kota Iwaki, Prefektur Fukushima, upaya penyelamatan berakhir tragis. Seorang perempuan terjatuh dan meninggal saat akan dievakuasi. Di tempat lain, tim penyelamat mengevakuasi ratusan warga yang terjebak banjir dengan menggunakan perahu karet selama berjam-jam di Kawagoe, arah timur laut dari Tokyo.
Sungai-sungai di banyak tempat meluap, termasuk di Nagano, terletak di tengah Jepang. Tanggul penahan sungai jebol saat diterjang air sehingga air sungai membanjiri perumahan warga hingga ke lantai dua rumah mereka.
Hagibis, yang dalam bahasa Tagalog, Filipina, berarti ”cepat”, menghantam Pulau Honshu, pulau terbesar di Jepang pada Sabtu malam. Hagibis melanda pulau itu dengan kecepatan angin 216 kilometer per jam. Hagibis menjadi topan paling dahsyat yang menghantam Jepang sejak tahun 1958.
Topan tersebut membawa curah hujan tinggi. Di daerah wisata Hakone, curah hujan mencapai 939 milimeter dalam tempo 24 jam saja. Topan Hagibis membuat pertandingan ketiga Kejuaraan Dunia Rugby yang mempertemukan Jepang dengan Skotlandia ditunda dengan alasan keamanan.
Pada Minggu (13/10/2019), penyelenggara juga membatalkan pertandingan antara Namibia dan Kanada. Namun, tiga pertandingan akhirnya digelar di Yokohama, termasuk partai Jepang kontra Skotlandia yang sempat tertunda. Topan Hagibis meninggalkan daratan Jepang pada Minggu pagi dengan meninggalkan kerusakan hebat di banyak wilayah yang dilaluinya.
Pada Minggu malam lebih dari 110.000 rumah masih belum teraliri listrik. Aliran air bersih ke rumah-rumah warga juga belum normal. Pada saat puncak badai terjadi, pemerintah meminta lebih dari tujuh juta orang melakukan evakuasi sukarela. Pada Minggu (13/10) malam lebih dari 135.000 warga masih berada di penampungan pemerintah.
Dahsyatnya topan Hagibis membuat Badan Meteorologi Jepang mengeluarkan peringatan hujan dengan level tertinggi. Tingginya curah hujan itu digambarkan lembaga itu sebagai ”belum pernah terjadi sebelumnya”.
Pemerintah Jepang mengatakan, 14 orang meninggal dan 11 orang hilang akibat badai tersebut. Akan tetapi, media lokal menyatakan, setidaknya 26 orang meninggal dan 15 orang belum diketahui keberadaannya.
Darurat
Perdana Menteri Jepang Shinzo Abe menggelar rapat darurat dan mengirim menteri yang bertanggung jawab atas bencana alam ke lokasi yang terdampak topan. ”Saya mengucapkan dukacita yang mendalam atas jatuhnya korban jiwa dan prihatin terhadap mereka yang terkena dampak topan Nomor 19 (Hagibis),” kata Abe.
”Sehubungan dengan pemadaman listrik, terhentinya layanan air bersih, dan ditundanya layanan transportasi, kami akan mengerahkan semua usaha agar semuanya bisa pulih kembali... Kami meminta masyarakat tetap waspada terhadap tanah longsor dan bahaya lainnya,” kata Abe.
Kantor berita NHK memberitakan, seluruh dampak akibat Hagibis belum terlihat karena banyak daerah yang masih terendam banjir. Seorang jurnalis di Tokyo, Hironori Ozawa, menyebutkan, masih banyak wilayah di Jepang yang belum bisa ditembus tim penyelamat, terutama di wilayah utara Jepang.
Di Fukushima, yang berada di utara ibu kota, Tokyo Electrical Power Co (Tepco) melaporkan, ada pembacaan yang tidak teratur dari sensor yang memantau air di pembangkit nuklir Daiichi. Pembangkit ini rusak akibat gempa bumi dan tsunami tahun 2011.
Juru bicara Tepco, Emi Iwasa, mengatakan, topan memicu 11 peringatan kebocoran di pembangkit tersebut. Dari jumlah itu, delapan peringatan dipicu air hujan dan sisanya masih diselidiki. Sejauh ini belum ada konfirmasi dari operator jika ada air radioaktif yang bocor ke laut.(REUTERS/AFP/AP/ADH)