Jawa Barat Perkuat Promosi Investasi ke Berbagai Negara
Pemerintah Provinsi Jawa Barat berupaya mengakselerasi investasi dengan mengintensifkan promosi sejumlah proyek pembangunan infrastruktur kepada investor dalam negeri maupun luar negeri.
Oleh
Samuel Oktora
·3 menit baca
BANDUNG, KOMPAS-Pemerintah Provinsi Jawa Barat tengah berupaya meningkatkan promosi sejumlah proyek pembangunan infrastruktur pada investor dalam negeri dan luar negeri. Salah satu sarananya melalui acara West Java Investment Summit (WJIS) 2019 bertema “Mempercepat Pengembangan Infrastruktur Melalui Investasi Inovatif” di Kota Bandung, pada 18 Oktober 2019.
Hal itu disampaikan dalam acara Jabar Punya Informasi (Japri) di Lobi Museum Gedung Sate, Kota Bandung, Jawa Barat, Senin (14/10/2019). Hadir dalam acara itu adalah Kepala Group Advisory Pengembangan Ekonomi di Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jabar Pribadi Santoso.
Selain itu, ada juga Kepala Bidang Pengembangan dan Promosi Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Jabar Eka Hendrawan dan Kepala Bidang Pengendalian Penamaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu DPMPTSP Jabar Diding Abidin Subandi.
Dalam WJIS akan ditawarkan beberapa proyek strategis, seperti pembangunan monorel Bandung Raya, pembangunan Tempat Pengolahan dan Pemrosesan Akhir Sampah Legok Nangka serta Cirebon, Indramayu, Majalengka, dan Kuningan, serta pembangunan Sistem Pengolahan Air Minum Jatigede dan Bandung Raya.
Selain itu, juga ada proyek pembangunan Aerocity Bandar Udara Internasional Jawa Barat di Kabupaten Majalengka, pembangunan kawasan industri kawasan Cirebon – Subang – Majalengka, serta proyek pembangunan kawasan industri Lido, Kabupaten Bogor, Cikidang, Kabupaten Sukabumi, serta Kabupaten Pangandaran.
Santoso mengatakan, acara itu sebagai antisipasi di tengah ketidakpastian ekonomi global yang semakin meningkat. Tujuannya, agar hal itu tidak sampai memicu pelambatan investasi di Jabar.
“Kalau tidak dimitigasi, dikhawatirkan terjadi pelambatan investasi. Padahal, pertumbuhan ekonomi Jabar bagus. Dengan kondisi iklim investasi yang mendukung , Jabar merupakan salah satu daerah tujuan investasi paling menarik di Indonesia,” kata Santoso.
Menurut Santoso, perkembangan ekonomi Jabar relatif solid, terlihat dari rerata pertumbuhan ekonomi tiga tahun terakhir sebesar 5,55 persen (year on year/ YoY). Besaran itu lebih baik dibandingkan rerata perekonomian nasional sebesar 5,07 persen (YoY). Berdasarkan data Asian Competitiveness Index, tingkat daya saing Jabar juga meningkat ke posisi tiga pada tahun 2018, dari posisi lima pada tahun 2017.
Menurut Santoso, selain investor domestik, beberapa investor asing yang telah menunjukkan minat terhadap proyek ini datang dari berbagai negara di Eropa, Amerika, Timur Tengah, hingga Asia. Santoso juga meyinggung, WJIS bakal efektif memperluas akses pasar komoditas dari Jabar. Sejauh ini, seperti tujuan utama produk tekstil Indonesia, masih ke China dan AS.
Adanya perang dagang AS – China, permintaan tekstil bisa menurun. Oleh karenanya perlu diantisipasi lewat forum ini untuk membuka pasar baru, misalnya ke kawasan Timur Tengah, atau negara lainnya
“Adanya perang dagang AS – China, permintaan tekstil bisa menurun. Oleh karenanya perlu diantisipasi lewat forum ini untuk membuka pasar baru, misalnya ke kawasan Timur Tengah, atau negara lainnya,” ucap Santoso.
Diding Abidin Subandi menuturkan, dari tahun 2012 – 2016, juga di tahun 2018, Jabar mempunyai nilai investasi terbesar dari seluruh provinsi di Indonesia. Pada tahun 2018, dari target Rp 116 triliun, capaian nilai investasi mencapai Rp 132 triliun.
Sedangkan pada tahun 2019, target nasional untuk nilai investasi di Jabar sebesar Rp 121,8 triliun. Hingga semester pertama, pencapaian mencapai Rp 68,7 triliun (56,4 persen) tersebar di 27 kabupaten/ kota. Penyerapan tenaga kerjanya sebanyak 71.000 orang dari sekitar 7200 perusahaan.
“Investasi terbesar dari China di sektor infrastruktur. Investasi PMA yang besar juga dari sektor otomotif. Pada semester dua ini tahun 2019, kami optimistis target investasi bisa terlampaui. Kami juga berharap, investasi yang masuk berupa industri padat karya yang bisa menyerap tenaga kerja lebih besar,” ujar Diding.