Menyibak Identitas Serpong lewat Foto
Menjadi keniscayaan bahwa pembangunan akan membawa perubahan fisik di berbagai sudut kota. Tak terkecuali, pembangunan di Serpong, Tangerang Selatan.
Menjadi keniscayaan bahwa pembangunan akan membawa perubahan fisik di berbagai sudut kota. Tak terkecuali pembangunan di Serpong, Tangerang Selatan. Lahan yang dulu sebagian besar adalah hutan dan perkebunan karet kini disulap menjadi sebuah kota modern di pinggir Ibu Kota.
Perkembangan pembangunan di Serpong itu sedikit banyak terdokumentasikan oleh komunitas Wajah Serpong Tempo Doeloe (WSTD). Melalui media sosial (Facebook, Instagram, Youtube, dan Twitter), komunitas ini rutin mengunggah foto dan video Serpong pada zaman dulu. Menarik untuk membandingkan foto zaman dulu dengan kondisi terkini di lokasi.
Coba tengok sebuah foto yang diunggah melalui akun Instagram komunitas ini (@serpong_doeloe) pada 7 Agustus 2019. Pada foto berwarna sephia itu tampak sebuah persimpangan jalan. Foto tersebut dibubuhi keterangan Perempatan Muncul pada 1983.
Pada foto itu, jalan raya tampak lengang. Tidak ada lampu pengatur lalu lintas. Pohon-pohon kelapa tampak rindang memadati persimpangan jalan itu.
Sementara itu, 36 tahun kemudian, pada Kamis (10/10/2019), keadaannya sudah banyak berubah. Kini di perempatan yang menghubungkan Kota Tangerang Selatan dengan Kabupaten Tangerang dan Kabupaten Bogor ini sudah dipadati kendaraan bermotor. Perempatan tersebut juga sudah dipasangi lampu pengatur lalu lintas. Pepohonan kini sudah berganti dengan barisan papan reklame.
Abdulah (55), warga sekitar Perempatan Muncul, tertawa ketika ditunjukkan foto lokasi itu pada zaman dulu. Pria yang lahir dan tumbuh besar di sana itu mengatakan, foto tersebut samar-samar membangkitkan memorinya atas Serpong pada masa lalu.
”Dari dulu daerah sini memang ramai karena ini jalur menuju stasiun kereta api di Stasiun Serpong,” ujar Abdulah.
Ia mengatakan, daerah itu semakin ramai sejak berdirinya Institut Teknologi Indonesia (ITI). Terdorong beroperasinya kampus yang berdiri pada 1984, daerah itu mulai banyak rumah kos dan warung makan untuk mahasiswa. Daerah itu makin ramai seusai pembangunan besar para pengembang BSD pada dekade 1990-an dan terus berkembang hingga saat ini.
Kebun karet
Tak hanya memperlihatkan perkembangan pembangunan, foto-foto zaman dahulu juga menunjukkan bangunan kuno yang dulu ada, tapi kini sudah lenyap. Mari tengok salah satu foto yang diunggah, masih di Instagram, pada 15 September 2019.
Pada foto berwarna hitam putih itu tampak sebuah gedung tua menyerupai pabrik. Foto itu dibubuhi keterangan lokasi PTPN Cilenggang 1972.
Serpong zaman dahulu dipenuhi oleh hutan dan kebun karet. Maka tidak heran, badan usaha milik negara yang bergerak di bidang perkebunan, PT Perkebunan Nusantara (PTPN), memiliki lahan dan kantor operasional di sini.
Sisa kantor PTPN itu berlokasi di Jalan PTPN VIII, Kelurahan Cilenggang, Kecamatan Serpong. Bangunan besar menyerupai pabrik itu saat ini sudah rata dengan tanah berganti menjadi sebuah lapangan sepak bola untuk warga sekitar. Yang tersisa dari lokasi itu hanyalah dua bangunan rumah tua berarsitektur Belanda.
Kondisi dua rumah tua itu jauh dari apik. Atap bangunan sudah berlubang. Akar-akar pohon beringin menjuntai masuk ke dalam rumah. Bagian dalam rumah dipenuhi rongsokan besi dan lantai penuh dengan lumut.
Ketua RT 012 Kelurahan Cilenggang atau RT setempat, Sulaeman, mengatakan, dua rumah ini sebelumnya digunakan sebagai rumah dinas General Manager PTPN VIII. Adapun bangunan yang telah dirobohkan itu sebelumnya adalah kantor operasional dan pabrik perusahaan tersebut.
”Saat ini bangunan ini sudah tidak dipakai dan sudah tidak dihuni. Operasional perusahaan juga sudah tidak ada lagi,” ujar Sulaeman.
Pria yang sudah tinggal di sana sejak 1988 ini mengenang, bangunan besar itu dirobohkan sekitar 1991. Bangunan kantor itu kemudian diganti dengan bangunan baru yang berlokasi tepat di seberang jalan. Namun, kantor yang baru itu pun sudah tidak beroperasi.
Sementara itu, dua rumah dinas berarsitektur Belanda tersebut terakhir kali dihuni pada 2002. Hal itu bertepatan dengan mulai berhentinya operasional perusahaan di sana.
Sulaeman mengatakan, kantor PTPN itu sebelumnya adalah pusat keramaian di Serpong. Sekeliling kantor itu hanyalah hutan dan perkebunan karet yang sepi.
”Saya ingat dulu di sini itu hutan karet dan perkebunan karet. Orang-orang tua di sini itu dulunya banyak yang merupakan buruh karet. Perlahan sejak pembangunan kota, kebun karet menyusut. Perusahaan pun tak lagi beroperasi,” ujar Sulaeman.
Penelitian
Selain hutan dan kebun karet, Serpong zaman dahulu juga merupakan kampung yang menjadi tempat penelitian Universitas Indonesia (UI) dengan Universitas Leiden, Belanda. Hal tersebut diungkapkan warga Serpong, Rizal Sofyan Gueci.
Rizal, warga yang telah tinggal di sana sejak 1978, yang memberikan foto Gedung PTPN VIII di dekat Stasiun Serpong yang kini sudah berganti rupa menjadi toko.
Rizal tinggal di Serpong sejak ia masih mahasiswa Fakultas Hukum UI pada 1978. Pada 1970, Serpong adalah kampung yang menjadi pusat riset UI yang bekerja sama dengan Universitas Leiden, Belanda. Daerah ini menjadi lokasi kuliah kerja nyata (KKN) mahasiswa.
Salah satu peninggalan lokasi riset UI adalah masih berdirinya Puskesmas Serpong yang berada di dekat Pasar Serpong. Puskesmas itu zaman dahulu digunakan mahasiswa Fakultas Kedokteran untuk riset dan terjun langsung memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat.
”Serpong zaman dulu itu kampung tempat penelitian mahasiswa. Kini sudah berubah menjadi sebuah kota modern,” ujar Rizal.
Serpong zaman dulu itu kampung tempat penelitian mahasiswa. Kini sudah berubah menjadi sebuah kota modern.
Budayawan Tangerang Selatan, Tb Sos Rendra, mengapresiasi apa yang telah dilakukan WSTD. Sebab, tidak banyak orang yang mau mengumpulkan bukti-bukti sejarah dan merawat bangunan peninggalan lama.
”Kalau tidak ada mereka, generasi berikutnya akan gelap dengan sejarah Serpong. Tahunya, ya, ini kota modern yang dibangun pengembang. Jadi, ini bukan hanya soal nostalgia, melainkan juga mengingatkan identitas asal muasal,” ujar Sos Rendra.