Jarak yang jauh antara Indonesia dan Amerika Latin menjadi hambatan terjalinnya kerjasama bisnis. Padahal peluang ke arah sana terbuka lebar seiring dengan antusiasme pengusaha kawasan itu.
Oleh
ELSA EMIRIA LEBA
·3 menit baca
TANGERANG SELATAN, KOMPAS - Keraguan pengusaha masih menghambat peluang kerja sama Indonesia dengan negara-negara Amerika Latin dan Karibia. Hambatan psikologis ini perlu diatasi dengan meningkatkan diseminasi informasi dan interaksi antar-warga. Jika persoalan ini dapat teratasi, Indonesia dapat menangkap antusiasme pengusaha di kawasan itu.
Direktur Amerika II Direktorat Jenderal Amerika dan Eropa Kementerian Luar Negeri, Darianto Harsono mengatakan pengusaha Indonesia serta Amerika Latin dan Karibia beranggapan sulit menjalin kerja sama karena terpisah jarak yang jauh. Hambatan itu menjadi salah satu masalah yang membuat ekspansi bisnis Indonesia ke pasar non-tradisional berjalan lambat.
“Kita perlu meningkatkan kesadaran pengusaha Indonesia bahwa di sana memiliki lebih dari 600 juta konsumen. Jarak sebenarnya tidak perlu menjadi masalah karena ekspor Indonesia juga tinggi ke Amerika Serikat dan Kanada,” kata Darianto di sela-sela kegiatan Indonesia-Latin America and Caribbean Countries (Ina-Lac) Business Forum 2019, Serpong, Tangerang Selatan, Senin (14/10/2019).
Kementerian Luar Negeri mencatat, total nilai perdagangan Indonesia sebesar 368,9 miliar dollar AS pada 2018. Dari jumlah itu, nilai perdagangan Indonesia dengan Amerika Latin dan Karibia sebesar 7,59 miliar atau sekitar 2,1 persen dari total perdagangan.
Sebagai perbandingan, total nilai perdagangan Amerika Latin dan Karibia sebesar 2,19 triliun dollar AS pada 2018. Dengan demikian, nilai perdagangannya dengan Indonesia sekitar 0,35 persen.
Darianto melanjutkan, hambatan psikologis itu bisa diatasi dengan terus menyalurkan informasi mengenai kondisi pasar dan potensi yang ada disana. Kegiatan bisnis forum, seperti Ina-Lac 2019, juga akan dilakukan setiap tahun untuk mempertemukan para pelaku usaha.
Sejumlah negara Amerika Latin dan Karibian yang mengikuti Ina-Lac 2019 adalah Meksiko, Brasil, Argentina, Chili, Venezuela, Kolombia, Kuba, Ekuador, Suriname, Honduras, dan Peru. Ina-Lac 2019 diikuti oleh sekitar 100 pengusaha dari negara-negara tersebut
“Komoditas Indonesia yang sering diimpor mereka adalah mesin berat, makanan dan minuman, serta perabot. Mereka juga mulai berminat untuk mengimpor produk kertas, makanan kaleng ikan, farmasi, dan suvenir karya UMKM. Indonesia juga akan coba mempromosikan kereta api dan meningkatkan pasokan minyak sawit,” tutur Darianto.
Duta Besar Peru untuk Indonesia Julio Cárdenas sepakat, hambatan psikologis juga timbul dalam pemikiran pengusaha Amerika Latin dan Karibia yang ingin mengimpor barang dari Indonesia. Namun, masalah jarak kini dapat diatasi karena konektivitas udara dan laut dengan biaya terjangkau telah banyak tersedia.
“Jarak tidak lagi menjadi masalah, kita harus mengambil keuntungan yang ada dari teknologi transportasi dan konektivitas. Peru berencana untuk menjadikan Indonesia sebagai partner dagang terbesar selain China, Jepang, dan Korea Selatan,” ujar Cárdenas.
Sebagai anggota negara Latin, nilai perdagangan Peru dengan Indonesia sekitar 245 juta dollar AS. Peru berencana untuk meningkatkannya menjadi 1 miliar dollar AS. Salah satu upaya untuk meningkatkan nilai perdagangan antara kedua negara adalah dengan menyusun Perjanjian Kemitraan Ekonomi Komprehensif (CEPA) untuk menurunkan tarif impor.
Pemilik SBE Inspection and Compliance, perusahaan ekspor dan impor dari Meksiko, Ivan Hernandez Ruiz mengatakan, fokus perusahaan saat ini adalah mengimpor komoditas Indonesia, terutama tekstil dan alas kaki untuk olahraga. “Kami akan menghadiri Trade Expo Indonesia ke-34 pada bulan ini untuk mengenal lebih jauh produk lain yang berpotensial,” tuturnya.
Cárdenas melanjutkan, negara Amerika Latin dan Karibia dapat menjadi pasar non-tradisional bagi Indonesia, sama seperti yang terjadi di Afrika. “Tentunya, kami juga ingin mengekspor hasil perkebunan, seperti anggur dan alpukat, ke Indonesia,” ucapnya.
Peru menyadari Indonesia memiliki pasar yang besar. Dengan demikian, menurut Cárdenas, kedua negara akan saling melengkapi dalam kerja sama ekonomi.
Ruiz menyampaikan, tantangan yang harus dihadapi oleh pengekspor Meksiko ke Indonesia adalah pemenuhan sejumlah sertifikasi wajib, seperti sertifikasi halal. Pengusaha Meksiko berkomitmen untuk menaikkan level kerja sama karena meningkatnya daya beli masyarakat Indonesia.