Dalam situasi perang berlarut-larut, korban berjatuhan, dan seolah tak ada harapan, Abiy Ahmed Ali mengambil risiko guna menciptakan terobosan damai.
Abiy Ahmed Ali adalah Perdana Menteri Etiopia, yang dianugerahi Nobel Perdamaian 2019 pada Jumat pekan lalu. Anugerah ini merupakan pengakuan sekaligus dukungan terhadap terobosan damai yang dilakukannya selama ini.
Beberapa bulan setelah berkuasa pada April 2018, Abiy mencabut keadaan darurat di Etiopia. Ribuan tahanan politik dibebaskannya dan menandatangani deklarasi damai dengan Presiden Eritrea Isaias Afwerki.
Eritrea adalah negara tetangga Etiopia. Keduanya terlibat dalam konflik selama 20 tahun, dengan 80.000 orang meninggal akibat kekerasan di perbatasan. Konflik berakhir pada Juli 2018 saat Etiopia dan Eritrea menyepakati deklarasi damai, langkah yang tak terbayangkan sebelumnya.
Berkat deklarasi damai itu, keluarga yang terpisah akibat konflik di kedua negara dapat berkumpul kembali. Penerbangan perdana dari Etiopia ke Eritrea pasca-kesepakatan damai diwarnai suasana haru. Dalam penerbangan pada 18 Juli 2018 itu, untuk pertama kalinya warga Etiopia bisa datang ke Eritrea, bertemu keluarga mereka yang selama 20 tahun terpisah.
Telekomunikasi antara Etiopia dan Eritrea juga dipulihkan, memungkinkan keluarga yang terpisah kembali saling berhubungan. Pada hari-hari awal setelah kesepakatan damai, beberapa warga Etiopia menghubungi nomor orang Eritrea secara acak, dan sebaliknya. Saling menelepon secara acak ini terjadi semata-mata karena rakyat kedua negara merasa gembira. Warga lain, juga lewat telepon, melacak orang tua, saudara kandung, dan teman.
Tentu masih ada pertanyaan, bukankah apa yang dilakukan Abiy masih jauh dari berhasil? Harus diakui, ada banyak pekerjaan yang perlu diselesaikan. Di dalam negeri, Abiy menghadapi persoalan serius, seperti konflik antarwarga, terkait reformasi demokrasi yang coba diterapkannya.
Bahkan, sejumlah kekuatan domestik berupaya menentangnya sampai terjadi percobaan pembunuhan terhadap Abiy. Deklarasi damai Etiopia-Eritrea juga memerlukan banyak langkah konkret agar benar-benar dapat dirasakan sebagai solusi damai permanen di kawasan.
Namun, bagi Komite Nobel Norwegia, justru karena itulah Abiy dianugerahi Nobel Perdamaian. Anugerah itu, menurut Ketua Komite Nobel Norwegia Berit Reiss-Andersen, merupakan bentuk dorongan terhadap dan pengakuan atas terobosan Abiy. Dilahirkan di keluarga yang beragam, Abiy menawarkan solusi nyata atas kebuntuan di negerinya dan kawasan Afrika timur. Ia berani mengambil risiko untuk mengakhiri penderitaan banyak warga. Itulah yang seharusnya dilakukan pemimpin.
Kondisi bangsa dan dunia akan lebih baik jika para pemimpin mau mengambil risiko guna menghadirkan terobosan perdamaian. Abiy sudah mengawalinya dan semoga pemimpin politik di Afrika serta di belahan dunia lain mengikutinya.