Ikut Sekolah Kader di LAN, ASN Bertalenta Bisa Cepat Naik Jabatan
Lembaga Administrasi Negara diminta mempertajam konsep sekolah kader, sistem pengembangan kompetensi untuk aparatur sipil negara (ASN) bertalenta. ASN yang mengikuti sekolah kader bisa lebih cepat naik jabatan
JAKARTA, KOMPAS — Lembaga Administrasi Negara atau LAN diminta mempertajam konsep sekolah kader yang menurut rencana diimplementasikan pada 2021. Dalam naskah akademik sekolah kader yang diterima Kompas pada Selasa (15/10/2019), LAN memaknai sekolah kader sebagai sistem pengembangan kompetensi.
Sekolah kader bertujuan menyiapkan pejabat administrator melalui jalur percepatan peningkatan jabatan. Peserta sekolah kader bakal mengikuti pola jenjang karier yang unik. Aparatur sipil negara yang dinilai memiliki talenta tinggi akan dapat menduduki jabatan administrator dalam jangka waktu empat hingga lima tahun.
Namun, terkait konsep sekolah kader ini, sejumlah hal masih belum dimatangkan LAN, seperti kejelasan utilisasi alumninya. Selain itu, keberadaan sekolah kader juga diharapkan tidak tumpang tindih dengan badan diklat di instansi pemerintahan.
Deputi Bidang Kajian Kebijakan dan Inovasi Administrasi Negara LAN Tri Widodo Wahyu Utomo mengatakan, secara luas konteks sekolah kader tak hanya ditujukan untuk ASN, tetapi lebih pada pembangunan sumber daya manusia (SDM) nasional. Birokrasi yang maju diyakini bakal mampu mewujudkan Indonesia menjadi negara maju.
Efektivitas pemerintahan (government effectiveness) di Indonesia relatif tertinggal jika dibandingkan dengan negara di kawasan Asia Tenggara lainnya. Dalam Worldwide Governance Indicators tahun 2017, Indonesia memperoleh skor 54,81 dari total skor 100 dalam hal government effectiveness. Capaian itu meningkat dari tahun sebelumnya, yakni 52,88. Skor Indonesia masih berada jauh di belakang negara Asia Tenggara lain, seperti Singapura yang memiliki skor sempurna 100; Brunei Darussalam 84,13; Thailand 66,83; dan Malaysia 76,44.
Menurut Tri, kemajuan birokrasi di negara-negara seperti Australia, Singapura, Korea Selatan, dan Inggris karena mereka memiliki program dan kebijakan inovatif dalam pembinaan pegawai. Negara-negara itu, lanjut Tri, menerapkan sistem percepatan (fast track system) yang bertujuan untuk mencari kader unggul di birokrasinya.
”Strategi terbaik adalah pembangunan SDM,” ujar Tri dalam acara uji publik sekolah kader di kantor LAN, Jakarta.
Dengan sistem fast track, pola karier seorang ASN tidak akan berjalan secara alamiah sebagaimana umumnya. Langkah tersebut bakal menciptakan pola unik dalam pembinaan kepegawaian.
Tri menilai, pola unik penting untuk diterapkan karena selama ini sistem kepegawaian sipil di Indonesia cenderung menggunakan pola-pola generik, yang ditandai dengan kenaikan jenjang karier lebih didasarkan pada lama masa mengabdi dan bukan pada sistem merit.
Baca juga : Jalan Terjal Menuju ASN Unggul
Kondisi itu menyebabkan SDM-SDM bertalenta tinggi di Indonesia enggan mendaftarkan diri menjadi ASN. Mereka cenderung lebih memilih berkarier di korporasi atau perusahaan yang menjanjikan kenaikan jenjang karier secara cepat berdasarkan prestasi dan capaian kinerja.
Deputi Bidang Penyelenggaraan Pengembangan Kompetensi LAN Basseng menyampaikan, masih ditemukan beberapa permasalahan berkaitan dengan kaderisasi kepemimpinan di Indonesia. Masalah-masalah itu antara lain sistem pengaderan pimpinan dilakukan secara instansional sehingga menciptakan kultur ego sektoral.
Hal tersebut menyebabkan sebagian besar pegawai pada umumnya direkrut, dikembangkan, dan mengakhiri kariernya pada satu instansi. Perekrutan pimpinan juga masih sering didasarkan kepada aspek kedekatan.
Selain itu, buruknya kualitas kepemimpinan sebagian besar disebabkan oleh lemahnya perekrutan kader pemimpin. Banyak pemimpin yang menduduki jabatan bukan karena kemampuannya, tetapi faktor kedekatan politik atau ikatan primordial.
Melalui sekolah kader, harus ada satu mekanisme yang secara dini mendeteksi orang-orang yang menduduki posisi strategis adalah mereka yang punya wawasan kebangsaan kuat. Selama ini, wawasan kebangsaan PNS sangat rendah.
”Berkaca pada kelemahan dan permasalahan dalam pengembangan kompetensi serta pengaderan pimpinan selama ini, pembentukan sekolah kader semakin menemukan urgensinya,” kata Basseng.
Di sisi lain, sekolah kader bisa mengubah konsep penggajian ASN ke depan. Kepala Subdit Harmonisasi Penganggaran Remunerasi Direktorat Harmonisasi Peraturan Penganggaran Kementerian Keuangan Satya Susanto mengatakan, tantangan dalam sistem percepatan dalam sekolah kader adalah sulitnya menyinkronkan basis gaji dari sistem patron ke sistem merit. Hal itu karena dalam sistem merit, remunerasi didasarkan atas kualifikasi kinerja ASN.
Tahapan sekolah kader
Basseng menjelaskan, tahap pertama dari sekolah kader adalah mengidentifikasi awal talenta unggul di jalur calon pegawai negeri sipil (CPNS). Kandidat kemudian dimonitor dan diseleksi berdasarkan peringkat di diklat dasar (latsar) selama setahun.
Setelah menjalani latsar dan penempatan selama setahun, kinerja kandidat bakal dievaluasi setiap bulan. Terakhir, kandidat yang terpilih diusulkan ke LAN untuk diseleksi kembali.
Kader ASN yang dinyatakan lulus seleksi bakal menjalani pendidikan selama 18 bulan. Selama masa pendidikan di sekolah kader, mereka mendapatkan materi classical learning dan job shadowing.
Adapun job shadowing dibagi menjadi tiga tahapan, tahap pertama berlangsung selama 10 bulan, tahap kedua selama tiga bulan, dan tahap ketiga selama tiga bulan. Pada tahapan ini, para kader bakal dimagangkan ke perusahaan, instansi pemerintah, dan instansi pemerintah di luar negeri.
”Hanya yang lulus sangat memuaskan di sekolah kader yang bisa menduduki jabatan struktural,” kata Basseng.
Kepala Pusat Pengkajian dan Penelitian Kepegawaian Badan Kepegawaian Negara (BKN) Achmad Slamet Hidayat menjelaskan, lulusan sekolah kader yang mendapat predikat kelulusan sangat memuaskan akan diganjar kenaikan pangkat yang menyesuaikan dengan jabatan administratif.
Alumni sekolah kader akan diserahkan ke sistem manajemen talenta nasional. Tahapan manajemen talenta nasional terdiri dari akuisisi, pengembangan, retensi, penempatan, serta monitor dan evaluasi.
Kepala Badan Kepegawaian Pendidikan dan Pelatihan Daerah Kota Banjarbaru, Kalimantan Selatan, Sri Lailana mendukung rencana LAN mengimplementasikan sekolah kader. Namun, ia berpendapat, ada potensi alumni sekolah kader tidak ditempatkan pada posisi strategis oleh kepala daerah. Hal itu, menurut Sri, sering terjadi di daerah ketika ada ASN yang dinonaktifkan lantaran tidak satu visi atau tidak berkontribusi memenangkan sang kepala daerah dalam pilkada.
”Apakah ada jaminan alumni sekolah kader tidak akan diberhentikan oleh kepala daerah apabila mereka punya visi yang tidak sejalan?” tanya Sri.
Apakah ada jaminan alumni sekolah kader tidak akan diberhentikan oleh kepala daerah apabila mereka punya visi yang tidak sejalan?
LAN belum memiliki strategi untuk mengantisipasi situasi itu. Menurut Basseng, tim penyusun konsep sekolah kader akan berpikir lebih keras untuk memperkuat posisi alumni sekolah kader.
Guru Besar Ilmu Manajemen SDM Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Airlangga, Surabaya, Jusuf Irianto berpendapat, keberadaan sekolah kader jangan sampai tumpang tindih dengan badan diklat di daerah. Oleh sebab itu, perlu ada pembeda antara badan diklat dan sekolah kader. Jika tidak, dikhawatirkan banyak energi dan tenaga terbuang untuk program yang tumpang tindih.
Menurut Jusuf, sekolah kader merupakan kepentingan nasional sehingga aspek yang perlu ditekankan adalah pada wawasan kebangsaan ASN.
”Melalui sekolah kader, harus ada satu mekanisme yang secara dini mendeteksi orang-orang yang menduduki posisi strategis adalah mereka yang punya wawasan kebangsaan kuat. Selama ini, wawasan kebangsaan PNS sangat rendah,” kata Jusuf.
Selain itu, hal lain yang perlu dipertajam LAN adalah bagaimana bentuk materi pembelajaran di sekolah kader dan siapa pengajarnya. Perlu juga dipikirkan pengaderan bagi ASN yang sudah senior. Dari naskah akademik yang dikeluarkan LAN, sekolah kader cenderung dikhususkan bagi ASN muda.
”Pengaderan itu tidak hanya untuk yang muda-muda, tapi juga untuk ASN senior. Berapa banyak jabatan di daerah kosong karena suksesinya lambat akibat pengaderan tidak berjalan,” ujar Jusuf.