Penangkapan Bupati Indramayu Supendi dan sejumlah pegawai negeri sipil setempat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menambah jejak panjang pejabat Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang diduga terjerat korupsi.
Oleh
ABDULLAH FIKRI ASHRI
·3 menit baca
INDRAMAYU, KOMPAS — Penangkapan Bupati Indramayu Supendi dan sejumlah pegawai negeri sipil setempat oleh Komisi Pemberantasan Korupsi menambah jejak panjang pejabat Kabupaten Indramayu, Jawa Barat, yang terjerat atau diduga tersandung kasus korupsi. Padahal, pemerintah setempat mengklaim telah berupaya mencegah celah korupsi.
Penangkapan Supendi yang juga Ketua DPD Golkar Indramayu berlangsung pada Senin (14/10/2019) malam di rumah keluarganya di Kecamatan Bongas, Indramayu. Supendi ditangkap bersama sejumlah pejabat di Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Indramayu, ajudan, serta rekanan swasta. Mereka lalu dibawa ke kantor KPK di Jakarta.
Hingga Selasa sore, garis bertuliskan KPK masih menyegel ruangan Kepala Dinas PUPR Indramayu Omarsyah dan Sekretaris Dinas PUPR Biari Rinintawati. Di kedua pintu terdapat kertas bertuliskan ”Dalam Pengawasan KPK”. Seorang pegawai mengatakan, kedua pejabat tersebut belum terlihat sejak pagi. Begitupun dengan sejumlah kepala bidang di Dinas PUPR Indramayu.
Ironisnya, kata-kata antikorupsi terpampang di kantor itu. Di pintu ruang tamu, tertempel stiker bertuliskan ”Zona Bebas KKN, Buanglah Koruptor pada Tempatnya” dan ”Generasi Anti KKN”.
Wakil Bupati Indramayu Taufik Hidayat membenarkan bahwa Supendi tertangkap KPK. Namun, pihaknya belum mengetahui sejumlah orang yang ikut ditangkap. Ia juga tidak tahu penangkapan tersebut terkait kasus apa.
”Kami prihatin. Ini, kan, tugas mereka (KPK). Kami sebagai masyarakat yang taat hukum, ya, (mendukung) sebagaimana tugas KPK berjalan,” ujarnya.
Taufik yang baru dilantik sebagai Wakil Bupati Indramayu pada 1 Oktober lalu meminta masyarakat tenang dan mengedepankan asas praduga tidak bersalah atas penangkapan Supendi. Pemkab Indramayu, lanjutnya, sudah berupaya melakukan mitigasi korupsi.
”Kami sudah melakukan kegiatan pencegahan korupsi dan menjalankan good governance. Caranya, seperti membuat laporan hasil kekayaan pejabat negara, pemasangan CCTV (kamera pemantau), hingga koordinasi dengan inspektorat,” ungkap Taufik yang juga mantan Ketua DPRD Indramayu.
Korupsi tidak bisa dihindari dari hegemoni kekuasaan, seperti pejabat yang berkuasa dalam waktu lama.
Kasus korupsi pernah menjerat Irianto MS Syafiuddin atau Yance, Bupati Indramayu periode 2000-2005 dan 2005-2010. Yance ditahan pada tahun 2016 karena terbukti korupsi dalam proyek pembebasan lahan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) di Desa Sumuradem, Kecamatan Sukra, Kabupaten Indramayu.
Yance terbukti merugikan negara Rp 4,1 miliar. Keputusan Mahkamah Agung ini sekaligus membatalkan putusan Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Bandung yang memvonis bebas Yance.
Istri Yance, Anna Sophanah, juga diperiksa KPK sebagai saksi kasus tindak pidana pencucian uang dengan tersangka mantan panitera Pengadilan Negeri Jakarta Utara, Rohadi, pada 20 September 2016. Anna merupakan Bupati Indramayu yang berpasangan dengan Supendi pada periode 2010-2015.
Keduanya kembali terpilih memimpin Indramayu untuk periode 2015-2020. Namun, pada Oktober 2018, Anna mengundurkan diri sebagai bupati karena alasan keluarga. Pada Februari 2019, Supendi dilantik menjadi Bupati Indramayu mengganti Anna.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Wiralodra Indramayu, Saefullah Yamin, mengatakan, kasus dugaan korupsi Supendi bisa menjadi pintu masuk untuk memberantas kasus lainnya di Indramayu. ”Korupsi tidak bisa dihindari dari hegemoni kekuasaan, seperti pejabat yang berkuasa dalam waktu lama,” katanya.