NATO Galau Sikapi Turki
Sebagian anggota NATO tidak setuju serangan Turki ke Suriah. Walakin, mereka terikat kewajiban membantu Turki jika sampai diserang pihak lain.
Luksemburg, senin —Pakta Pertahanan Atlantik Utara (NATO) galau dengan perkembangan di Suriah. Mereka dihadapkan pada pilihan, harus membela atau mengecam Turki yang tengah menyerbu Suriah.
Kegalauan NATO muncul setelah Suriah memutuskan untuk mengerahkan pasukan ke Suriah timur laut yang tengah digempur Turki, anggota NATO. Pasukan Pemerintah Suriah memasuki medan perang tersebut pada Senin (14/10/2019) pagi. Mereka terlihat di Tall Tamr. Pasukan Suriah juga direncanakan bergerak ke Manbij dan Kobane.
Dua kota ini berada di perbatasan Suriah-Turki yang tengah digempur Ankara. Turki menyebut serbuan itu untuk membasmi teroris. Ankara menganggap milisi Kurdi, yang secara faktual mengendalikan perbatasan Suriah-Turki, sebagai teroris. Serangan itu juga dinyatakan Ankara untuk membuat zona penyangga selebar 30 kilometer di perbatasan Suriah-Turki. Zona itu akan dipakai Ankara untuk menempatkan hingga 2 juta dari 3,6 juta pengungsi Suriah yang kini berada di Turki.
Setelah hampir sepekan digempur Turki, Kurdi akhirnya setuju berkongsi dengan Pemerintah Suriah. Padahal, Kurdi cenderung berusaha memisahkan diri dari Suriah selama perang saudara Suriah.
Keputusan Damaskus itu membuka peluang baku tembak terbuka antara Suriah dan Turki. Menteri Luar Negeri Luksemburg Jean Asselborn menyebut, situasi di Suriah sulit dipercaya jika sampai baku tembak itu terjadi. ”Apakah artikel 5 akan dipakai?” katanya di sela pertemuan para menlu UE di Luksemburg.
Ia mengacu pada kesepakatan NATO yang menetapkan serangan terhadap salah satu anggotanya adalah serangan terhadap seluruh NATO. Klausul seharusnya membuat NATO harus membantu Turki menghadapi Suriah, yang disokong Rusia dan Iran, jika sampai baku tembak.
Masalahnya, Uni Eropa (UE)—yang sebagian anggotanya bergabung dengan NATO— mengecam serangan itu. Belanda, Finlandia, Jerman, dan Perancis menghentikan sementara ekspor persenjataan ke Turki gara-gara invasi ke Suriah.
Embargo itu didukung Spanyol, Austria, dan Belgia. Mereka sedang mengupayakan seluruh UE bersikap serupa. ”Kami tidak berharap mendukung perang ini dan tidak ingin menyediakan senjatanya,” kata Menlu Jerman Heiko Maas.
Spanyol juga memutuskan akan menarik rudal Patriotnya dari Turki gara-gara invasi itu. Madrid meletakkan Patriot di sana sebagai bentuk kerja sama NATO.
Menolak
Tidak semua anggota UE sekaligus NATO mendukung embargo. Italia, eksportir senjata utama Eropa ke Turki, tidak bersikap tegas soal rencana itu. Menteri Luar Negeri Italia Luigi Di Maio meminta ada keputusan bulat dari UE untuk embargo total.
Permintaan yang sulit diterima karena salah satu anggota UE sekaligus NATO, Hongaria, secara terbuka menolak sanksi kepada Turki. Budapest khawatir menjadi korban pertama ancaman Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan soal pengungsi yang dilontarkan pekan lalu. Secara terbuka, Erdogan mengatakan akan membiarkan jutaan pengungsi Suriah di Turki bergerak ke Eropa. Erdogan akan melakukan hal itu apabila Eropa menyebut serbuan Turki ke Suriah sebagai invasi.
Bahkan, Sekretaris Jenderal NATO Jens Stoltenberg menolak bersikap keras kepada Turki. Ia hanya mengimbau Turki tetap menahan diri dan berkoordinasi dengan sesama anggota NATO demi tujuan lebih penting, yakni mengalahkan Negara Islam di Irak dan Suriah (NIIS). ”Turki penting bagi NATO. Mereka telah membuktikannya dengan banyak cara, termasuk dalam perang melawan kelompok NIIS. Kita telah menggunakan, sebagai sesama sekutu NATO, infrastruktur di Turki, pangkalan di Turki dalam operasi mengalahkan kelompok NIIS. Karena itulah saya prihatin dengan perkembangan sekarang. Kita berisiko melemahkan persatuan yang dibutuhkan untuk melawan kelompok NIIS,” katanya dalam sidang Majelis Parlemen NATO di London.
Ia menolak permintaan senator Perancis, Christian Cambon, agar Dewan NATO bersidang dan memutuskan sikap keras kepada Turki. ”Kami terkejut pada nada pernyataan Anda. Apakah itu dikonsultasikan dengan sekutu Amerika kita?” kata Cambon.
Ia merujuk pada keputusan Amerika Serikat menarik pasukan dari Suriah. Selama ini, prajurit AS di Suriah hadir untuk membantu melatih dan merumuskan strategi bagi milisi Kurdi dalam perang melawan NIIS.
Keberadaan pasukan AS di wilayah Suriah yang dikendalikan milisi Kurdi menjadi alasan utama Ankara tidak menyerbu wilayah itu. Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump menarik sebagian pasukan AS dari Suriah. Segera setelah penarikan itu, Erdogan memerintahkan penyerbuan dimulai.
Setelah pertempuran berlangsung enam hari, AS membuat keputusan tambahan. Kementerian Pertahanan AS mengumumkan seluruh tentara AS akan ditarik dari Suriah secepat mungkin. ”Pasukan kita di antara dua kekuatan yang berhadapan dan situasi itu tidak bisa dibiarkan,” kata Menteri Pertahanan AS Mark Esper.
Erdogan gembira dengan keputusan itu. ”Ini langkah positif,” ujarnya.
Ia puas dengan perkembangan serbuan Turki. Hingga kini, pasukan Turki dan sebagian faksi oposisi Suriah mengaku sudah menguasai Tal Abyad dan Ras al-Ain. Ia berharap milisi Kurdi segera mundur dari kota- kota lain, seperti Manbij.
”Kala Manbij dievakuasi, kami tidak akan ke sana. Saudara-saudara bangsa Arab, pemilik sah lahan di sana, akan kembali ke sana. Langkah kami untuk memastikan pemulangan dan keamanan mereka,” katanya.
Ia juga mengatakan tidak ada masalah dengan Rusia. Selama ini, Moskwa dinyatakan tidak menghambat serbuan Turki ke Suriah. (AFP/REUTERS/RAZ)