Tim nasional Spanyol mengincar tiket ke babak utama Piala Eropa 2020 saat bertamu ke Swedia, Rabu dini hari waktu Indonesia. Mereka ingin segera menyelesaikan ”pesta” yang tertunda.
Oleh
Yulvianus Harjono
·5 menit baca
SOLNA, SENIN — Pelatih tim nasional sepak bola Spanyol, Robert Moreno Gonzalez, tidak mampu menutupi kekesalannya di kamar ganti seusai laga kontra Norwegia di kualifikasi Piala Eropa 2020, Minggu (13/10/2019) dini hari WIB. Tiket ke babak utama turnamen itu, yang telah di genggaman, mendadak raib menyusul penalti striker Norwegia, Joshua King, di menit 90+3 laga itu.
Spanyol ditahan Norwegia, 1-1. Itu sekaligus mengakhiri tujuh kemenangan beruntun ”La Furia Roja” di berbagai ajang. ”Anda tidak bisa menipu diri, merasa baik-baik saja, jika lawan menyamakan kedudukan di menit ke-93. Namun, inilah sepak bola. Kami sedikit gugup dan mengambil resiko terlalu banyak,” ujar Moreno dikutip Marca.
La Roja pun kini harus kembali berjuang untuk menyusul Belgia, Italia, Polandia, dan Rusia yang telah lebih dulu mengamankan tiket ke babak utama Piala Eropa 2020. Namun, target itu tidak akan mudah terwujud. Pada laga selanjutnya, yaitu di penyisihan Grup F, La Roja akan menghadapi tuan rumah Swedia yang tidak kalah berambisi lolos ke babak utama pada Rabu (16/10/2019) dini hari WIB.
Swedia merupakan ”kuda hitam” di Eropa yang tidak bisa dipandang sebelah mata. Negara itu memiliki tradisi sepak bola yang cukup kuat, terbukti dengan banyaknya individu berbakat yang mereka ciptakan, seperti pemain aktif Zlatan Ibrahimovic dan Emil Forsberg. Mereka juga memproduksi sejumlah pelatih sukses, seperti Lars Lagerback, ”arsitek” di balik keajaiban Eslandia melaju hingga perempat final Piala Eropa Perancis 2016.
Entah kebetulan atau tidak, Lagerback kini melatih Norwegia, satu-satunya tim yang mampu menahan La Roja sepanjang 2019 ini. Untuk kedua kalinya beruntun, Spanyol harus menghadapi ”koneksi” Swedia di babak kualifikasi Piala Eropa 2020. Bersama Pelatih Janne Andersson, Swedia menjelma tim yang solid dan memiliki rekam jejak menakutkan di mata tim-tim besar.
Hampir dua tahun silam, Swedia asuhan Andersson mengejutkan publik dunia dengan menumbangkan Italia, 1-0, dalam babak play off kualifikasi Piala Dunia 2018. Italia pun absen di babak utama Piala Dunia Rusia setelah gagal membalas kekalahan tipis itu pada laga kedua play off di Milan. Raksasa lainnya, Perancis, juga pernah ditaklukkan Swedia saat bertemu di Solna, lokasi laga dini hari nanti.
Meskipun tidak lagi memiliki bintang tenar, seperti Ibrahimovic, Swedia bukanlah tim lemah. Sebaliknya, ketiadaan Ibrahimovic membuat tim itu kini tampil lebih kolektif. Tim itu mampu menjaga kohesinya berkat kebijakan Andersson yang tidak banyak membongkar pasang skuad seusai Piala Dunia Rusia. Hal ini kontras dengan Spanyol yang bergonta-ganti pemain, bahkan pelatih, seusai berakhirnya era emas mereka pada 2016.
Pada laga kontra Norwegia, misalnya, Spanyol tampil dengan susunan pemain ”aneh”. Untuk pertama kalinya dalam sejarah, 11 pemain mula yang tampil di laga itu berasal dari 11 klub yang berbeda. Tidak kalah janggalnya, dari 24 pemain yang dipanggil untuk laga kontra Norwegia dan Swedia, hanya empat di antaranya yang membela tiga klub raksasa di Spanyol, yaitu Barcelona, Real Madrid, dan Atletico Madrid.
Dampak globalisasi
Ketiga pemain itu adalah bek Sergio Ramos dan duo gelandang, Sergio Busquets serta Saul. Padahal, di era jayanya, misalnya ketika menjuarai Piala Dunia 2010, Spanyol diperkuat mayoritas pemain Real dan Barcelona, seperti Gerard Pique, Carles Puyol, Andres Iniesta, dan Xabi Alonso. Dengan menjadikan 12 pemain kedua klub itu sebagai ”tumpuan”, La Roja pun punya identitas jelas dan tampil lebih kohesif karena mereka sudah lama dan terbiasa bermain bersama.
Diakui Moreno, secara historis, timnas hebat dibangun oleh klub-klub domestik yang perkasa pula. Namun, ungkapnya, resep kesuksesan itu tidak lagi relevan di tengah gencarnya pengaruh globalisasi di level klub saat ini. Barca, misalnya, kini lebih banyak mengandalkan pemain asing, seperti Antoine Griezmann, Frenkie De Jong, dan Clement Lenglet. Hal serupa dilakukan Real yang lebih sering memainkan Gareth Bale, Toni Kroos, dan Raphael Varane, alih-alih barisan ”putra daerah” macam Marco Asensio, Isco, dan Nacho.
”Saya lebih suka memilih (memanggil) sembilan pemain dari tim yang sama. Hal itu bakal membuat segala hal menjadi lebih mudah karena mereka saling memahami satu sama lainnya. Namun, masalahnya, di Madrid atau Barcelona, tidak banyak pemain (Spanyol) yang rutin tampil sebagai pemain inti,” ujar Moreno menjelaskan tantangan yang dihadapinya saat ini.
Tidak heran, ketika menghadapi Swedia dini hari ini, Moreno memilih mengandalkan sejumlah nama yang masih asing di telinga penggemar awam sepak bola. Mereka antara lain penyerang Mikel Oyarzabal (klub Real Sociedad), Fabian Ruiz (Napoli), dan Inigo Martinez (Athletic Bilbao). Martinez, misalnya, diplot tampil sebagai bek inti menyusul bakal absennya Ramos yang terkena skorsing kartu.
Pemain terbuang
Pada laga lainnya, Jerman mengalahkan Estonia meski tampil kurang meyakinkan, Senin dini hari WIB. Ilkay Gundogan, gelandang keturunan Turki yang sempat terbuang, menyelamatkan muka Jerman yang terpaksa bermain dengan sepuluh pemain sejak menit ke-14 laga itu menyusul kartu merah Emre Can. Gundogan menyumbang dua gol serta satu asis pada laga di markas Estonia itu.
Gundogan dan rekan setimnya, Mesut Oezil, sempat terkucilkan dari tim ”Panser” menyusul beredarnya foto mereka bersama Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan menjelang Piala Dunia Rusia lalu. Mereka dianggap setengah hati membela Jerman serta dikambinghitamkan sebagian publik Jerman akibat kegagalan dini tim itu Piala Dunia 2018. Ozil, yang marah, bahkan memilih meninggalkan tim Panser seusai Piala Dunia itu.
”Saya merasa dianggap sebelah mata. Saya hanya bermain dua kali di Piala Eropa 2012 dan Piala Dunia 2018. Padahal, saya merasa punya kualitas untuk membantu tim ini berkembang lebih baik,” ujarnya dikutip Sports1 Jerman. (AFP)