MANADO, KOMPAS— Pemerintah Sulawesi Utara menyusun rencana induk pembentukan kawasan perkebunan cengkeh berbasis korporasi petani di enam kabupaten. Kawasan dibuat untuk meningkatkan daya saing cengkeh asli Sulut berikut harganya. Korporasi petani akan meningkatkan daya tawar petani terkait harga.
Kawasan itu akan dibentuk di Kabupaten Minahasa, Minahasa Utara, Minahasa Selatan, Minahasa Tenggara, Bolaang Mongondow, dan Bolaang Mongondow Timur. Total luas perkebunan cengkeh, yang semua merupakan perkebunan rakyat, mencapai 62.053 hektar.
Dalam sosialisasi rencana induk, Selasa (15/10/2019), di Manado, Kepala Dinas Perkebunan Sulut Refly Ngantung mengatakan, hal itu untuk mengatasi masalah yang melilit cengkeh, seperti produktivitas rendah dan harga yang fluktuatif.
”Masalah pertama yang kita hadapi adalah tanaman cengkeh kita tua dan mudah terserang penyakit. Produktivitas per hektar hanya 300 kilogram (kg), padahal potensinya bisa 2 ton per hektar. Harus ada rancangan terintegrasi lima tahun ke depan untuk membuat perubahan,” kata Refly.
Berdasarkan data Dinas Perkebunan Sulut pada semester II tahun 2018, dari total 77.482 hektar perkebunan cengkeh di Sulut, seluas 45.649 hektar dapat menghasilkan bunga. Namun, produktivitasnya hanya 83,67 kg per hektar, jauh lebih rendah dari yang dikatakan Refly.
Kualitas tanaman yang rendah menyebabkan harga merosot dari kisaran Rp 74.000-Rp 76.000 per kg pada September menjadi Rp 70.000-Rp 71.000 per kg saat ini.
”Industri rokok mau membeli dengan harga Rp 85.000 per kg asal kadar air cengkeh tidak lebih dari 13 persen. Kandungan kotorannya maksimal 3 persen,” ujar Refly.
Untuk mengatasi masalah yang ada, pembentukan kawasan penghasil cengkeh akan difokuskan pada tiga aktivitas, yaitu rehabilitasi, peremajaan, dan intensifikasi tanaman. Benih-benih unggul cengkeh akan dibagikan kepada petani melalui program BUN500 oleh Kementerian Pertanian, yaitu pembagian 500 juta benih unggul tanaman perkebunan.
Refly optimistis, pembentukan kawasan dapat mengembangkan cengkeh khas Sulut yang pantas memperoleh indikasi geografis.
Kepala Subdirektorat Tanaman Lada, Pala, dan Cengkeh Kementan Galih Surti Solihin mengatakan, rencana induk yang berlaku 2019-2024 disusun pemerintah provinsi berdasarkan analisis teknis dari tim ahli. ”Dokumen ini menjabarkan arah, kebijakan strategis, dan tujuan kegiatan pengembangan kawasan komoditas unggulan,” kata Galih.
Pemerintah kabupaten akan menerjemahkannya menjadi rencana aksi yang berisi detail pelaksanaan program di kabupaten masing-masing.
Galih mengatakan, aspek penting dari pembentukan kawasan cengkeh adalah korporasi petani. Lembaga berbadan hukum, seperti koperasi, akan dibentuk bagi petani. Modal dan berbagai faktor produksi pengolahan hasil tani akan dimiliki petani.
”Selama ini, petani berdiri sendiri-sendiri sehingga tidak memiliki posisi tawar terhadap pasar. Jika petani dikorporasikan sesuai kawasan komoditas, mereka akan lebih berdaya dalam mengembangkan kualitas komoditas serta memengaruhi harga di pasar,” paparnya.
Galih menambahkan, keikutsertaan petani dalam lembaga berbadan hukum dapat memudahkan mereka memperoleh pinjaman dari bank, sertifikat tanah, hingga menjalin kemitraan dengan industri. Pembinaan dan penyaluran bantuan dari pemerintah akan lebih efisien dan terarah. (OKA)