Korporasi dan Perusahaan Rintisan Perlu Berkolaborasi
Perusahaan rintisan dinilai membutuhkan bantuan korporasi untuk bisa meningkatkan peluang bertahan di industri. Korporasi pun membutuhkan perusahaan rintisan untuk beradaptasi dengan model bisnis di era digital.
Oleh
Kelvin Hianusa
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Perusahaan rintisan dinilai membutuhkan bantuan korporasi untuk bisa meningkatkan peluang bertahan di industri. Korporasi pun membutuhkan perusahaan rintisan untuk beradaptasi dengan model bisnis di era digital. Kolaborasi keduanya diharapkan semakin banyak terjadi.
Wakil Ketua Umum Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Bidang Ekonomi Kreatif Erik Hidayat mengatakan, pertumbuhan usaha rintisan begitu cepat di tengah disrupsi digital. Namun, dari sekitar 2.000 perusahaan, hanya sekitar 1 persen yang berhasil bertahan dan berkembang.
”Banyak faktor yang menyebabkan gagalnya sebuah start up. Faktor yang paling berpengaruh di antaranya kurangnya akses modal dan sumber daya manusia,” katanya pada Rabu (16/10/2019), di Jakarta.
Menurut Erik, kelemahan usaha rintisan bisa ditutupi lewat kolaborasi dengan korporasi. Kolaborasi itu akan memberikan usaha rintisan akses permodalan yang lebih besar.
Sementara itu, Kadin melihat kebutuhan juga datang dari korporasi. Mereka membutuhkan kolaborasi dengan usaha rintisan untuk beradaptasi dengan cepatnya perubahan teknologi. Perusahaan besar lebih mudah dan murah untuk berkolaborasi dibandingkan harus mengubah total struktur yang sudah terbentuk.
”Sehingga kelebihan start up yang agile (lincah) tidak seperti perusahaan yang sudah besar bisa menjadi jawaban dari kebutuhan industri. Demikian pula start up yang membutuhkan dukungan, seperti akses permodalan, sumber daya, bahkan klien dari perusahaan besar,” jelasnya.
Kadin Indonesia mendorong kolaborasi korporasi dan usaha rintisan lewat gelaran 100 Innovations Networking Event pada Rabu, di Menara Kadin, Jakarta. Acara itu mempertemukan lebih dari 120 pelaku korporasi dan usaha rintisan.
Co-Founder Ideosource Venture Capital Andi Surja Boediman mengatakan, banyak usaha rintisan yang sudah dewasa dan memiliki produk matang. Namun, mereka sering kalah bersaing dengan perusahaan sejenis yang sudah besar. Untuk itu, kolaborasi memang menjadi jawaban pengembangan usaha rintisan.
”Kalau start up unikorn tentu sudah punya resources. Yang kita sorot ini yang satu atau dua step di bawahnya. Mereka butuh bantuan untuk bisa bertahan di industri,” sebut Andi.
Sebaliknya, jelas Andi, korporasi saat ini sedang menghadapi tantangan disrupsi. Korporasi membutuhkan model dan saluran bisnis baru. Hal itu untuk beradaptasi dengan transformasi digital.
Chief Executive Officer Investree Adrian Gunadi menjelaskan, usaha rintisan memang masih mencari keseimbangan terhadap akses permodalan yang tepat. Salah satunya kolaborasi dengan korporasi.
”Sekarang ini beberapa bank sudah punya venture capital sendiri. Dan bank investasi di perusahaan start up. Ini, kan, sebuah model bisnis yang baru. Sebelumnya tidak ada,” ucapnya.
Usaha rintisan masih mencari keseimbangan terhadap akses permodalan yang tepat.
Investree sudah menjalin kolaborasi dengan korporasi di bidang konsumer dan makanan. Mereka biasanya membantu akses permodalan para penyedia jasa, yakni pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang melayani korporasi.
”Karena bank belum masuk, syarat bank, kan, perlu ada jaminan. Di sini peran tekfin menjadi alternatif solusi modal kerja buat UMKM,” ujar Ketua Umum Asosiasi Fintech dan Pendanaan Bersama Indonesia (AFPI) tersebut.