Menkeu : Pertumbuhan Ekonomi 2019 Diproyeksikan 5,08 persen
Pemerintah memproyeksikan perekonomian RI sepanjang tahun 2019 hanya tumbuh 5,08 persen. Pertumbuhan ekonomi melambat karena kinerja ekspor turun cukup tajam.
Oleh
Karina Isna Irawan
·3 menit baca
NUSA DUA, KOMPAS — Sejalan dengan laporan sejumlah lembaga internasional, pemerintah memproyeksikan perekonomian RI sepanjang tahun 2019 hanya tumbuh 5,08 persen. Pertumbuhan ekonomi melambat karena kinerja ekspor turun cukup tajam.
“Keseluruhan tahun kami proyeksikan perekonomian tumbuh 5,08 persen, dan ini memang terlihat dari tekanan yang terbesar pada ekspor,” kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati di sela-sela pembukaan ASEAN Chartered Professional Accountant, di Nusa Dua, Bali, Rabu (16/10/2019).
Pertumbuhan ekonomi itu lebih rendah dari proyeksi pemerintah dan Bank Indonesia yang sampai semester I-2019 optimistis pada kisaran 5,2 persen. Adapun asumsi makro pertumbuhan ekonomi APBN 2019 sebesar 5,3 persen.
Sri Mulyani mengatakan, perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejalan dengan proyeksi sejumlah lembaga internasional. Tekanan global menimbulkan risiko cukup besar bagi neraca perdagangan. Ekspor dan impor diperkirakan tumbuh negatif sehingga mengurangi daya dorong perekonomian.
Dana Moneter Internasional (IMF), dalam Laporan Proyeksi Perekonomian Global, yang dirilis Selasa (15/10/2019), memangkas proyeksi pertumbuhan Indonesia tahun 2019 menjadi 5 persen. Ini adalah kali ketiga IMF merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia dari 5,3 persen.
Sebelumnya, Bank Dunia juga memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi Indonesia pada 2019 menjadi 5 persen dari sebelumnya 5,2 persen. Perekonomian Indonesia diperkirakan kembali tumbuh 5,1 persen pada 2020 dan 5,2 persen pada 2021.
Eskalasi ketegangan perang dagang AS-China dan ketidakpastian ekonomi global akan menekan neraca perdagangan Indonesia. Bank Dunia memproyeksikan, pertumbuhan ekspor Indonesia minus 1 persen dan impor minus 3,5 persen sepanjang 2019.
Kondisi itu mulai nampak pada neraca perdagangan Januari-September 2019 yang mengalami defisit 160,5 juta dollar AS atau setara Rp 2,26 triliun. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik, nilai ekspor Indonesia sepanjang Januari-September 2019 sebesar 14,09 miliar dollar AS. Angka ini lebih rendah 8 persen dibandingkan periode sama tahun 2018.
“Kami perkirakan (tahun 2019) net ekspor akan negatif karena penurunan ekspor lebih dalam dari impor,” kata Sri Mulyani.
Perlambatan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejalan dengan proyeksi sejumlah lembaga internasional. Tekanan global menimbulkan risiko cukup besar bagi neraca perdagangan.
Menurut Sri Mulyani, pemerintah harus bekerja keras dan tetap waspada agar perekonomian tetap tumbuh di atas 5 persen. Selain perdagangan, dampak perang dagang AS-China memengaruhi kinerja investasi. Perekonomian domestik juga terpengaruh perlambatan pertumbuhan ekonomi di China dan India.
Tetap 5 persen
Dalam laporannya, IMF menyebutkan, pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2019 tetap di atas 5 persen karena kebijakan perpajakan yang moderat dan reformasi administrasi. Pemerintah juga secara bertahap meningkatkan belanja sosial untuk jangka panjang sejalan dengan kapasitas ruang fiskal yang ada.
“Konsumsi masyarakat tetap dijaga dari sisi kepercayaan dan daya belinya sehingga tetap bisa jadi motor penggerak perekonomian,” kata Sri Mulyani.
Secara tersirat, Sri Mulyani mengakui hampir semua motor penggerak pertumbuhan ekonomi Indonesia melemah. Investasi yang sebelumnya diproyeksikan bisa tumbuh 7 persen menjadi kisaran 5 persen. Pelaku bisnis disarankan melakukan rekalkulasi risiko karena penurunan penanaman modal asing sejalan dengan penurunan impor bahan baku dan barang modal.
Di sisi lain, pemerintah tengah merumuskan sejumlah kebijakan baru untuk mempermudah investasi. Penyederhanaan regulasi dan perbaikan regulasi jadi prioritas kebijakan. Tujuannya untuk meningkatkan kepercayaan investor terhadap Indonesia. Hal itu juga bisa menciptakan sentimen positif arus modal masuk.
Ekspor dan impor diperkirakan tumbuh negatif sehingga mengurangi daya dorong perekonomian.
Perlemahan pertumbuhan ekonomi Indonesia sejalan dengan kondisi global. IMF untuk keempat kalinya memangkas proyeksi pertumbuhan ekonomi global menjadi 3 persen dari sebelumnya 3,7 persen. Ini menjadi proyeksi pertumbuhan ekonomi terendah dalam 10 tahun terakhir.
IMF Chief Economist Gita Gopinath, dalam siaran pers, mengatakan, proyeksi pertumbuhan ekonomi global tahun 2019 terendah sejak tahun 2009. Dibutuhkan koordinasi kebijakan antarnegara untuk memperkecil dampak ekskalasi perang dagang AS-China dan tensi geopolitik. Pengambilan kebijakan yang salah akan berakibat fatal.
“Dengan perlambatan ekonomi yang saling terhubung antarnegara, dan pemulihan yang tidak pasti, prospek global tetap berbahaya,” ujar Gopinath.