Penjajakan pembukaan kembali jalur perdagangan Davao-Bitung yang tertunda menjadi momentum untuk menawarkan produk-produk pertanian Sulawesi Utara kepada Filipina.
Oleh
KRISTIAN OKA PRASETYADI
·4 menit baca
MANADO, KOMPAS – Rombongan misi dagang dari Mindanao, Filipina, akan bertandang ke Sulawesi Utara untuk menjajaki pembukaan kembali jalur perdagangan Davao-Bitung yang tertunda. Pertemuan ini menjadi momentum menawarkan produk-produk pertanian Sulut.
Hal ini mengemuka dalam rapat persiapan yang digelar Pemerintah Provinsi Sulut, Rabu (16/10/2019), di Manado. Sebanyak 40 pedagang besar dari Mindanao akan mengunjungi Manado dan beberapa kota/kabupaten di sekitarnya pada 28-31 Oktober mendatang. Rombongan dipimpin Ketua Otoritas Pembangunan Mindanao, Emmanuel Pinol.
Asisten II Pemprov Sulut Bidang Perekonomian dan Pembangunan Rudi Mokoginta mengatakan, kunjungan ini adalah respons terhadap undangan Wakil Gubernur Sulut Steven Kandouw ketika mengunjungi Davao, 27 September lalu. “Ini kesempatan emas untuk menyukseskan ekspor ke Davao. Jangan sampai tidak jadi lagi,” katanya.
Pemprov akan fasilitasi, silakan swasta yang menjalin kesepakatan.
Agenda utama kunjungan itu adalah pembentukan jejaring bisnis (business matching and networking) sekaligus pameran komoditas unggulan Mindanao dan Sulut selama dua hari. Para pengusaha dari Filipina Selatan itu akan diajak mengunjungi beberapa pusat pengolahan komoditas di Sulut.
Rudi pun meminta Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Sulut mengundang pedagang besar dan pegiat industri lokal untuk turut memamerkan produk unggulannya. Beberapa komoditas diusulkan untuk dipamerkan, seperti pisang goroho, jagung, kentang, sayuran, sirup pala, minyak kelapa, minuman beralkohol, hingga kain bentenan.
Pengusaha Mindanao akan memamerkan es krim, air minum kemasan, durian, nanas, pisang, dan sebagainya. “Konsul Jenderal Filipina sudah menyiapkan penawaran sekaligus menyatakan ingin membeli komoditas kita. Pemprov akan fasilitasi, silakan swasta yang menjalin kesepakatan,” kata Rudi.
Kepala Dinas Pertanian Sulut Novly Wowiling mengatakan, pertemuan ini adalah peluang memperlebar pasar, terutama bagi komoditas pertanian, seperti kentang. Sepanjang 2018, Sulut memproduksi 96.650 ton kentang. Jumlah produksi itu telah melebihi kebutuhan lokal.
“Kita sangat siap karena kentang Sulut telah beredar di berbagai provinsi lain. Kalau harga yang ditawarkan bagus, pasti petani mau menggarap pasar Filipina,” kata Novly.
Sampai sekarang, kami belum tahu komoditas apa yang diinginkan pengusaha Mindanao.
Ia menambahkan, produksi pisang goroho yang mencapai 42.300 ton selama 2018 juga menunjukkan kesiapan ekspor, begitu pula daging ayam ras dan telur ayam ras yang produksinya masing-masing mencapai 1.162,1 ton dan 11.302 ton tahun lalu.
Namun, Novly tidak merekomendasikan jagung untuk diekspor. Hasil sebesar 1,23 juta ton pada 2018 hanya dapat memenuhi kebutuhan lokal. “Sampai sekarang, kami belum tahu komoditas apa yang diinginkan pengusaha Mindanao. Tapi, kita harus melihat kapasitas produksi daerah, mana saja yang bisa kita ekspor,” kata Novly.
Juli lalu, Pemprov Sulut menyatakan kesiapannya mengekspor kopra, sayuran, jagung, ikan kaleng, hingga baju muslim ke Davao melalui Pelabuhan Peti Kemas Bitung. Namun, rencana ekspor dengan kapal berkapasitas 250 TEUs (peti kemas ukuran 20 kaki) batal karena ketiadaan kesepakatan antarpebisnis di kedua negara.
Sejak itu, pertemuan antarpebisnis dua negara telah digelar untuk menghidupkan jalur perdagangan yang digagas pada 2017 ini. Namun, kesepakatan antarpebisnis tak kunjung tercapai. Sebab, komoditas yang ditawarkan Sulut serupa dengan yang ada di Mindanao.
Ketua Kadin Sulut Hangky Gerungan berharap, interaksi dengan pengusaha di Mindanao tidak hanya terhenti pada pameran saja. Karena itu, ia akan mengundang eksportir dan importir dari 15 kota dan kabupaten di Sulut untuk berdialog dengan pengusaha Filipina.
Meski demikian, Hangky sangsi dengan kelanjutan hubungan ekspor-impor di jalur Bitung-Davao. “Tahun 2017, kapal cuma sekali berlayar, setelah itu hilang karena terbentur regulasi. Sebelum terlalu jauh dengan misi dagang Filipina, seharusnya kita selesaikan dulu masalah regulasi,” katanya.
Komoditas buah-buahan yang ditawarkan Filipina untuk diimpor Sulut, seperti durian, nanas, dan pisang, tidak bisa masuk ke Indonesia karena masalah karantina. “Meski bisa dipamerkan, tetap saja nantinya tidak bisa masuk ke Sulut. Buat apa buang-buang waktu memamerkan barang yang dilarang,” kata Hangky.
Kepala Balai Karantina Manado Junaedi mengatakan, ada jenis hama dan penyakit buah dan sayur di Filipina yang tidak ada di Indonesia. Jika komoditas itu dibiarkan masuk ke Indonesia, ada risiko tumbuhan di Indonesia terkena penyakit yang sama.
“Di sisi lain, kita harus melihat potensi ekonomi. Barang-barang dari Filipina seperti nanas, pisang, durian, dan sayuran itu juga kita miliki. Bahkan lebih murah, lebih segar, dan kualitasnya bagus. Jadi, Balai Karantina hanya menjalankan tugas untuk melindungi kekayaan sumber daya alam hayati Indonesia,” katanya.