Harian Kompas pada 25 September 2019 menurunkan berita utama ”Suara Mahasiswa Didengar”. Isinya, tanggapan terhadap demo mahasiswa berupa keputusan Rapat Paripurna DPR yang menunda pengesahan Rancangan Kitab Undang-undang Hukum Pidana. Penundaan itu atas permintaan presiden, hasil rapat Badan Musyawarah DPR, dan forum lobi.
Menurut saya, permintaan itu berkaitan erat dengan upaya Presiden Joko Widodo mendengarkan tuntutan mahasiswa. Perihal mendengarkan, Kaswan (2017:175) menyatakan, beberapa manfaat mendengarkan adalah menunjukkan rasa hormat, membangun kepercayaan, membangun hubungan, menurunkan perlawanan.
Sebenarnya ”kehendak Presiden Jokowi untuk mendengarkan” tidak harus didahului dengan demo besar-besaran. Ahmad Zubaidi (mahasiswa Program Doktor Institut Pemerintahan Dalam Negeri, 2014), yang meneliti kepemimpinan Jokowi, menemukan bahwa kepemimpinan Presiden Joko Widodo dalam mendengarkan pada kategori baik.
Ketika mewawancarai informan di Solo untuk penelitian aspek kepemimpinan dan aspek kecerdasan emosi pada kepemimpinan Joko Widodo (Maret 2018), saya mendapat fakta yang sama dengan hasil penelitian Ahmad Zubaidi.
Joko Widodo tahan mendengarkan keluh kesah, saran, kritik, bahkan protes masyarakat (Oen, 2014: 190). Ia mendengar informasi dari mana saja, termasuk blusukan. Selanjutnya, Setiawan (2014:218) menyatakan, banyak pemimpin kita yang pintar, tetapi berapakah yang memiliki kemampuan mendengar dengan baik?
Berangkat dari pelbagai riset di atas, kita tidak harus menguras energi dan sumber daya ketika menyampaikan aspirasi kepada Presiden Jokowi. Cukup ”batuk” saja, ia akan mendengar dan memberikan obat. Jika batuk kita itu tidak sampai, berarti sistem di sekitar presiden tidak berjalan semestinya. Itu yang harus dibenahi.
Pustaka Bangun
Mahasiswa Program Doktor IPDN
Ancaman ASF
Menteri Pertanian Timor Leste mengonfirmasi negaranya tertular demam babi afrika (African swine fever/ASF) atau warthog disease, 27 September 2019. Sebelumnya, Kementerian Pertanian Filipina juga mengonfirmasi wabah ASF. Untuk menghentikan penularan, lebih dari 7.000 ekor babi dimusnahkan.
Penularan terjadi lewat pemberian sisa makanan mengandung daging babi dari hotel, kapal laut, atau pesawat, yang langsung diberikan ke babi tanpa direbus lagi.
Dengan tertularnya Timor Leste, Filipina, China, Mongolia, Vietnam, Kamboja, Korea Utara, Laos, Myanmar, dan Korea Selatan, maka Bali, NTT, Sumatera Utara, dan Sulawesi Utara rawan tertular.
ASF ditemukan di Kenya pada 1909. Virus ASF bersiklus pada babi hutan (sylvatic cycle) di selatan Sahara, Afrika. Vektor penyakit adalah caplak Ornithodoros moubata.
Babi hutan relatif tahan serangan virus ASF. Namun, jika ada ternak babi domestik yang dipelihara tanpa kandang dekat hutan di mana ada babi liar tertular ASF, ternak babi bisa tertular dengan angka kesakitan (morbidity rate) dan angka kematian (case fatality rate) sangat tinggi. ASF ditandai dengan gejala perdarahan pada banyak organ dalam.
Dari benua Afrika, ASF menyebar ke Spanyol dan Portugal 1957. Selanjutnya ke Kuba, Perancis, Italia, dan Brasil. Beberapa negara di Eropa berhasil membebaskan diri dari ASF melalui pemusnahan babi dan melakukan biosekuritas yang ketat.
Tahun 2007, ASF masuk ke Eropa Timur, menyebar ke Rusia (2013), China (2018), dan dari China menyebar ke Asia.
China memiliki 400 juta ekor babi. Dalam setahun, ASF menyebar ke 30 provinsi. Jutaan babi dimusnahkan.
Virus ASF relatif tahan terhadap suhu lingkungan, proses pengasapan, dan penggaraman. Oleh karena itu, sisa makanan yang mengandung babi dari daerah tertular berpotensi menularkan ASF.
Makanan berbahan babi yang dibawa turis China ketika diperiksa di bandara pernah terdeteksi positif virus ASF di Korsel, Jepang, dan Taiwan. Deteksi dini sangat perlu untuk mencegah ASF karena belum ada vaksin yang efektif mencegah ASF. ASF tidak menular ke manusia.
Soeharsono
Mantan Penyidik Penyakit Hewan, Tinggal di Denpasar