Talangan rumah subsidi berskema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan (FLPP) untuk 2019 akan mengurangi jumlah anggaran FLPP tahun 2020.
Oleh
Norbertus Arya Dwiangga Martiar
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Talangan rumah subsidi berskema fasilitas likuiditas pembiayaan perumahan atau FLPP untuk 2019 akan mengurangi jumlah anggaran FLPP tahun 2020. Tahun depan, dana FLPP direncanakan sebesar Rp 11 triliun untuk 90.000 unit rumah subsidi.
Direktur Jenderal Pembiayaan Infrastruktur Pekerjaan Umum dan Perumahan Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Eko D Heripoerwanto, Selasa (15/10/2019), di Jakarta, mengatakan, mekanisme penyaluran talangan FLPP sebesar Rp 2 triliun sampai akhir tahun ini masih disusun.
”Waktu itu yang ditugaskan adalah BTN (Bank Tabungan Negara) dengan menggunakan likuiditas dari BTN. Mekanisme talangannya masih dibuat karena BTN memerlukan surat penugasan untuk itu,” kata Eko.
Dengan porsi pendanaan pemerintah sebesar 25 persen, pemerintah mesti menyediakan dana Rp 500 miliar yang akan berasal dari PT Sarana Multigriya Finansial (Persero). Sementara sekitar 75 persen sisanya atau Rp 1,5 miliar disediakan BTN sebagai bank pelaksana FLPP.
Menurut Eko, talangan tersebut nantinya akan diganti dengan anggaran FLPP tahun 2020. Tahun depan, pemerintah menganggarkan Rp 9 triliun dan akan ditambah dari dana pengembalian pokok FLPP sebesar Rp 2 triliun.
Sementara itu, Direktur Utama Lembaga Pengelolaan Dana Pembiayaan Perumahan (LPDPP) Arief Sabaruddin mengatakan, talangan FLPP 2019 otomatis akan mengurangi anggaran FLPP tahun 2020. Sebab, anggaran yang disediakan pemerintah hanya itu.
”Dana tersebut diperkirakan untuk sekitar 90.000 unit rumah dengan perhitungan harga rumah subsidi 2020. Ini bisa jadi tahun depan akan kurang lagi karena sekitar 20.000 unit sudah ditarik ke 2019,” ujar Arief.
Tahun 2019, dana FLPP tersedia untuk 68.000 unit rumah subsidi. Hingga 15 Oktober, LPDPP telah menyalurkan FLPP untuk 66.176 unit atau sekitar 96,11 persen. Sisa anggaran FLPP yang masih ada dipastikan akan habis diserap.
Menurut Arief, penyerapan FLPP yang begitu cepat terjadi karena mekanisme kerja sama antara pengembang, bank pelaksana, dan LPDPP semakin membaik. Sementara kebutuhan rumah oleh masyarakat berpenghasilan rendah masih sangat tinggi.
Melihat tren permintaan rumah subsidi yang terjadi saat ini, lanjut Arief, tahun depan kemungkinan habisnya dana FLPP di tengah jalan dapat terjadi.
Kurangi tenor angsuran
Secara terpisah, Sekretaris Jenderal Persatuan Perusahaan Real Estat Indonesia (REI) Totok Lusida berpandangan, kenaikan permintaan rumah bersubsidi per tahun sekitar 30.000 unit. Habisnya anggaran FLPP pada pertengahan tahun diharapkan dapat diantisipasi oleh pemerintah agar tidak terulang kembali.
Keterbatasan anggaran pemerintah, lanjut Totok, dipahami oleh pengembang. Salah satu jalan keluar yang disampaikan pengembang kepada pemerintah adalah mengurangi tenor angsuran KPR subsidi.
Jika selama ini masa angsuran sampai 20 tahun, dapat dikurangi menjadi 10 tahun atau 7 tahun. Dengan demikian, dana pemerintah dapat digunakan untuk membiayai lebih banyak masyarakat.