Warga Cukup Puas dengan Layanan Mikrolet Jaklingko
Setelah hampir dua tahun JakLingko beroperasi, belum semua masyarakat mengerti tata cara naik mikrolet JakLingko. Belum semua orang punya kartu JakLingko. Kadang mereka naik atau turun sembarangan.
Oleh
Ayu Pratiwi
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Sejumlah warga cukup puas dengan layanan mikrolet yang tergabung dalam sistem angkutan umum Ibu Kota, JakLingko. Sopir mikrolet JakLingko merupakan karyawan yang sudah dilatih melalui program diklat sehingga cara kerja mereka pun lebih tertib dan mengedepankan kenyamanan pelanggan.
Hal ini teruji saat Kompas menumpang mikrolet JakLingko rute Lebak Bulus-Ragunan, Rabu (16/10/2019). Dari para penumpang yang menumpang dalam dua kali perjalanan, semuanya sudah tahu mengenai tata cara naik mikrolet JakLingko.
”Mikrotrans JakLingko masih gratis dan sangat membantu. Sopirnya tidak pernah ngetem di jalan. Mereka tidak kejar setoran juga, jadi penumpang merasa lebih nyaman,” kata Santi, penumpang JakLingko.
Berbeda dengan mikrolet konvensional, penumpang tidak bisa naik atau turun sembarangan karena mikrolet JakLingko hanya berhenti di tempat pemberhentian resmi yang ditandai dengan rambu halte. Selain itu, mikrolet JakLingko juga mewajibkan penumpang memiliki kartu uang elektronik (e-money) JakLingko, Bank DKI, atau beberapa bank lain untuk melakukan pembayaran.
Sejak beroperasi pada Januari 2018, layanan mikrolet JakLingko masih gratis hingga waktu yang belum ditentukan. Program JakLingko awalnya bernama OK OTrip dan kemudian diganti menjadi JakLingko pada Oktober 2018.
Sejak delapan bulan terakhir, Santi naik mikrotrans JakLingko rute Lebak Bulus-Ragunan dari rumahnya di Kelurahan Pulo, Jakarta Selatan, menuju gereja GPIB Sumber Kasih, Lebak Bulus. Selama ini, ia tidak pernah mengeluhkan waktu menunggu mikrotrans tiba di tempat pemberhentiannya.
”Waktu menunggu tidak terlalu lama. Paling lama 15 menit. Paling cepat sekitar 10 menit. Saran kepada pengelola, mungkin ke depan mikroletnya bisa ditambah dengan AC (pendingin ruangan),” ujar Santi sambil tertawa.
Kesan positif terkait mikrolet JakLingko juga disampaikan Ica, penumpang reguler JakLingko rute Lebak Bulus-Blok M. ”Saya puas dengan layanan JakLingko. Enaklah, kan, gratis,” ucapnya sambil tersenyum.
Mengenai perbaikan yang dapat dilakukan pihak operator ke depan, Ica menyarankan agar mesin pembayaran kartu e-money yang saat ini diletakkan di bagian depan samping sopir dapat dipindah ke bagian belakang kendaraan sehingga penumpang dapat lebih gampang menempelkan (tapping) kartunya saat membayar.
”Biasanya kartu e-money dioper ke sopir yang kemudian tapping ke mesinnya. Menurut saya, mesin tapping seharusnya dipasang di belakang. Jadi, sopir tidak perlu repot-repot tapping dan bisa konsentrasi nyetir,” kata Ica.
Sopir dilatih
Sugiharto, sopir mikrolet JakLingko, menjelaskan, semua sopir mikrolet JakLingko sebelum mulai bekerja telah melalui program pendidikan selama seminggu. Mereka belajar cara mengendarai kendaraan tersebut dengan baik sambil mengedepankan kenyamanan penumpang.
”Kalau saya waktu itu diklatnya di Bali,” ujarnya.
Melalui program latihan itu, ia pun belajar memenuhi aturan JakLingko, di mana sopir diarahkan berhenti di tempat pemberhentian resmi. ”Ada muatan atau tidak ada muatan, harus berhenti di haltenya. Kalau tidak, kami (sopir) bisa dikenakan Rp 50.000,” kata Sugiharto.
Meskipun terpaksa bekerja secara disiplin, Sugiharto mengaku cukup senang bergabung dengan JakLingko. Jam kerjanya teratur dan jelas, yakni antara pukul 05.00-13.00 atau 13.00-22.00. Selain itu, ia juga tidak perlu mengejar target jumlah penumpang.
”Enggak cape. Waktu shift-nya jelas,” kata Sugihartgo yang sebelumnya bekerja sebagai mitra Grab. Sebagai sopir JakLingko, ia menerima gaji Rp 4,5 juta per bulan.
Masih sosialisasi
Petugas layanan halte Transjakarta di Lebak Bulus, Gunawan Adi S, mengatakan, total jumlah penumpang untuk satu rute mikrolet JakLingko mencapai ribuan dalam sehari. ”Jumlah penumpang banyak juga. Untuk rute Lebak Bulus-Ragunan, misalnya, jumlah penumpang mencapai 5.000 orang per hari. Kalau Sabtu-Minggu sekitar 2.000 orang,” katanya.
Gunawan mengatakan, setelah hampir dua tahun JakLingko beroperasi, belum semua masyarakat mengerti tata cara naik mikrolet JakLingko. ”Belum semua orang punya kartu JakLingko. Kadang mereka naik atau turun sembarangan. Kami masih meneruskan sosialisasi dan mengarahkan penumpang membeli kartu JakLingko di sini,” ujarnya.
Ia mengatakan, layanan mikrolet JakLingko saat ini masih gratis hingga waktu yang belum ditentukan. ”Namun, penumpang diwajibkan punya kartu JakLingko. Ini demi sistem pembayaran yang terintegrasi dengan moda transportasi lain. Beberapa kartu e-money lain juga bisa, tetapi tidak semuanya,” kata Gunawan.