Isu Krusial di Tengah Apresiasi Publik terhadap Pemerintahan Jokowi-Kalla
Survei Litbang Kompas menunjukkan mayoritas masyarakat masih menyatakan puas atas kinerja pemerintahan Jokowi-Kalla. Namun, ada sejumlah isu yang membuat apresiasi publik relatif berfluktuasi.
Oleh
Toto Suryaningtyas/Litbang Kompas
·4 menit baca
Mengukur tingkat apresiasi publik terhadap kinerja pemerintahan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla tak akan terlepas dari berbagai momentum yang menandai perjalanan lima tahun pemerintahan kedua pemimpin itu. Titik apresiasi tinggi publik berada pada masa paruh tengah kepemimpinan Jokowi-Kalla. Sementara titik apresiasi rendah terjadi pada periode awal dan akhir pemerintahan.
Hasil Survei Kepemimpinan Nasional Litbang Kompas pada Oktober 2019 menunjukkan, mayoritas responden, yakni 58,8 persen, menyatakan secara umum puas terhadap kinerja pemerintahan Jokowi-Kalla.
Dari sisi tren, survei yang dilakukan berkala dari Januari 2015-Oktober 2019 menunjukkan, apresiasi yang meninggi terekam pada perjalanan selepas April 2016. Pada saat itu tingkat kepuasan umum mencapai 67,4 persen dan naik terus hingga puncaknya mencapai 72,2 persen pada April 2018.
Membaiknya apresiasi publik saat itu tidak bisa dipisahkan dari selesainya polemik terkait relasi Polri dengan KPK yang memburuk pada Januari 2015. Pada akhirnya, terbentuk panitia seleksi (pansel) pimpinan KPK. Pansel yang terdiri dari sembilan perempuan profesional itu berhasil menyeleksi nama-nama calon pimpinan KPK untuk menggantikan pimpinan KPK periode sebelumnya.
Dari sisi politik parlemen, dukungan kepada pemerintahan Jokowi-Kalla semakin solid dengan bergabungnya Golkar, PAN, dan PPP sebagai pendukung pemerintahan sehingga dukungan politik di parlemen menjadi 69 persen, dari semula 43 persen. Hal itu terwujud melalui masuknya sejumlah nama dari partai-partai pendukung itu dalam kabinet hasil reshuffle jilid 2 yang diumumkan pada 27 Juli 2016.
Stabilitas dalam bidang politik itu membawa situasi yang kondusif bagi sejumlah agenda pembangunan pemerintah. Sejumlah agenda penting pemerintah seperti pembangunan infrastruktur, program jaminan kesehatan nasional, Kartu Indonesia Pintar, dan langkah deregulasi bidang ekonomi berjalan tanpa polemik berarti.
Tak ayal, Jokowi-Kalla memiliki keunggulan dari sisi apresiasi publik pada bidang Politik dan Kesejahteraan Sosial. Pada kedua bidang tersebut, apresiasi publik senantiasa lebih tinggi ketimbang bidang penegakan hukum dan ekonomi.
Sentuhan program pemerintah yang memperkenalkan konsep ”Nawacita” sedikit banyak memberikan warna baru dalam corak pemerintahan. Beberapa program seperti pembangunan infrastruktur, penguatan wilayah maritim termasuk penenggelaman kapal asing pencuri ikan, dan pembangunan wilayah perbatasan bahkan semakin memberikan nuansa baru kehadiran negara.
Gaya politik Presiden Jokowi juga semakin dikenali, yakni bersentuhan langsung dengan rakyat, menghindari konfrontasi di panggung depan, sekaligus menciptakan harmoni. Sejumlah kontroversi besar diselesaikan Jokowi dengan menemui langsung pemangku kepentingan. Contoh terbesar adalah langkah Jokowi mendengarkan aspirasi umat Islam dalam Aksi 212 yang menghadirkan massa di Monas dan depan Istana Negara.
Masa krusial pemerintahan
Triwulan awal pemerintahan senantiasa menjadi saat krusial dalam menggalang modal sosial kepercayaan publik. Jika kepercayaan itu bisa diraih, perjalanan selanjutnya lebih menjanjikan termasuk untuk menangani bidang sulit, seperti pembangunan ekonomi.
Hal ini terjadi karena pada awal pemerintahan—siapa pun presidennya—”bulan madu” janji-janji politik masa kampanye akan beralih menjadi kerja-kerja nyata yang teknokratis. Dalam kondisi demikian, setiap pemimpin harus mengeluarkan kebijakan yang terkadang tak populer karena meminta pengorbanan publik.
Langkah politik termutakhir yang turut memengaruhi persepsi publik tentu saja terkait revisi berbagai undang-undang penting yang dianggap kontroversial. Saat itu menjelang akhir masa jabatan, Dewan Perwakilan Rakyat 2014-2019 mengebut pembahasan RUU KPK, RUU KUHP, dan sejumlah UU strategis lainnya.
Tingginya gelombang tuntutan publik yang disuarakan kalangan mahasiswa dari berbagai penjuru Tanah Air nyatanya belum mampu meluluhkan Presiden Jokowi untuk segera mengeluarkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) KPK hasil revisi.
Orkestrasi politik yang terjadi pada akhir masa jabatan periode pertama ini seperti mengulang kondisi di awal pemerintahannya, sebagaimana terekam dalam survei longitudinal ini. Kebetulan, momentum yang terjadi senantiasa terkait dengan isu tentang lembaga KPK. Baik pada awal masa pemerintahan maupun akhir, Jokowi-Kalla tampaknya senantiasa terkena dampak ”perseteruan” antara KPK dan lembaga/aparat negara lainnya.
Tak heran dalam pantauan survei Oktober 2019, apresiasi kepuasan bidang penegakan hukum menjadi paling rendah. Tingkat kepuasan publik dalam bidang penegakan hukum kini bertengger di angka 49,1 persen turun dari 52,7 persen pada enam bulan lalu. Meski demikian, angka tersebut bukan yang terendah dalam bidang penegakan hukum karena survei pada April dan Oktober 2015 mencatat hasil yang lebih rendah.
Bidang ekonomi
Pemerintahan Jokowi-Kalla tercatat kerap mengeluarkan kebijakan mendorong perbaikan iklim investasi demi mempercepat pertumbuhan ekonomi. Kebijakan paket ekonomi berkali-kali dikeluarkan (16 kali), untuk memberikan kemudahan bagi investor berinvestasi. Demikian pula upaya pemerintah menggalakkan sektor ekonomi kreatif dan penggunaan teknologi informasi digital memperkuat kesan Jokowi-Kalla serius dalam mengembangkan ekonomi digital.
Meskipun bidang ekonomi umumnya merupakan bidang yang diapresiasi paling rendah dibandingkan dengan tiga bidang lainnya, tetapi terjadi sedikit perbedaan. Tercatat, pada hasil survei Oktober 2016 dan Oktober 2019, apresiasi bidang ekonomi mengungguli bidang hukum meski tipis. Saat ini, 49,8 persen responden merasa puas dengan kondisi perekonomian nasional yang dalam survei ini ditelisik dengan sub-indikator ketersediaan pangan, pasar tradisional, petani, pemerataan pembangunan, lapangan kerja, harga barang, dan kurs rupiah.
Tingkat kepuasan publik tertinggi terpantau ada pada aspek program pengembangan pasar tradisional (66,1 persen) dan pemerataan pembangunan antarwilayah (65,4 persen). Sementara itu pada sub-indikator lapangan kerja, harga barang dan kurs rupiah, meskipun relatif rendah, apresiasinya justru meningkat dibandingkan dengan enam bulan lalu.
Kini Presiden Jokowi berada di tengah tegangan yang sama akibat dampak Revisi UU KPK. Apakah pemerintahan 2019-2024 yang akan dipimpin oleh pasangan Presiden-Wakil Presiden Jokowi-Ma’ruf Amin akan mampu mengakhiri ”drama politik” ini dengan orkestrasi yang baik? Publik mengharapkan demikian, dan tentu akan menunggu hasil akhirnya.