Pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur berdampak pada alih fungsi gedung pemerintah. Perubahan itu perlu dikelola untuk mengoptimalkan aset negara.
Oleh
BM LUKITA GRAHADYARINI
·3 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur berdampak pada alih fungsi gedung pemerintah. Perubahan itu perlu dikelola untuk mengoptimalkan aset negara.
Dampak jangka menengah dan panjang atas pemindahan ibu kota negara ke Kalimantan Timur adalah kosongnya gedung-gedung perkantoran pemerintah di Jakarta. Pemerintah dinilai perlu memonetisasi aset-aset milik negara untuk mengantisipasi dampak negatif.
Kepala Riset JLL James Taylor, dalam paparan konsultan properti JLL di Jakarta, Rabu (16/10/2019), menyatakan, pengembang dan investor dalam dan luar negeri telah membidik peluang dari pemindahan ibu kota negara ke Kabupaten Penajam Paser Utara dan Kabupaten Kutai Kartanegara, Kalimantan Timur. Mereka menunggu rencana lanjutan pemerintah.
Pemindahan itu berdampak pada Jakarta yang akan makin fokus jadi kota bisnis. Namun, pemindahan juga mendorong pengosongan dan alih fungsi gedung-gedung perkantoran pemerintah di Jakarta. ”(Situasi) Ini peluang bagi pemerintah untuk memonetisasi aset negara,” katanya.
Head of Advisory JLL Vivin Harsanto menambahkan, pemerintah perlu mengoptimalkan pemanfaatan aset-aset gedung pemerintah yang ditinggalkan melalui kerja sama dengan swasta. Gedung-gedung yang umumnya terletak di lokasi strategis dinilai berpotensi meraih pasar sewa.
Di sisi lain, pasar perkantoran tengah menghadapi suplai ruang yang berlebih. Data JLL, suplai ruang perkantoran tahun 2019 berkisar 500.000 meter persegi, sementara tahun 2020 mencapai 300.000 meter persegi dan tahun 2021 sekitar 200.000 meter persegi.
Lebih variatif
Sementara itu, pasar sewa perkantoran makin menghendaki gedung perkantoran yang dilengkapi infrastruktur teknologi dan fasilitas lengkap. Saat ini, penyerapan ruang sewa perkantoran di kawasan pusat bisnis Jakarta didominasi perusahaan berbasis teknologi. Pada triwulan III-2019, sebanyak 78 persen ruang sewa perkantoran di pusat bisnis Jakarta diisi perusahaan teknologi dan ruang usaha bersama (co-working space).
Menurut Wakil Ketua Umum DPP Real Estat Indonesia Hari Ganie, kantor-kantor pemerintah pusat yang di Jakarta dapat dijual atau disewakan ke pihak swasta. Namun, kantor-kantor itu tak akan otomatis membanjiri pasar gedung perkantoran.
”Bangunan kantor pemerintah biasanya tidak cocok digunakan sebagai kantor perusahaan swasta. Secara ukuran, fungsi, maupun kualitas bangunan belum tentu sesuai standar kantor perusahaan. Bangunan-bangunan kantor itu harus dirombak dan sebagian mungkin diganti baru. Proses itu perlu waktu yang panjang sehingga tidak otomatis akan membanjiri pasar perkantoran,” kata Hari.
Di sisi lain, posisi kantor-kantor pemerintah yang strategis dapat juga dialihfungsikan jadi pusat perbelanjaan, hotel, atau fungsi komersial lain. Dengan demikian, perkembangan properti di lokasi-lokasi strategis di Jakarta akan menjadi lebih bervariasi.
Menurut Direktur Sales and Marketing Pollux Properties Maikel Tanuwidjaja, perpindahan ibu kota akan memberi banyak ruang bagi fungsi ekonomi untuk berkembang lebih pesat di Jakarta.
”Pada masa depan, Jakarta bisa jadi lebih nyaman jika ada 1,5 juta orang yang pindah. Selain perkantoran, bisnis properti untuk residensial juga ikut berkembang,” kata Maikel. (LKT/ECA)