Keputusan-keputusan penting Korea Utara kerap diawali atau disertai perjalanan Kim Jong Un ke Gunung Paektu. Kim membuat pernyataan simbolis lewat ziarah ke gunung itu.
SEOUL, RABU— Berbagai pihak mengantisipasi kemungkinan perubahan kebijakan Korea Utara soal program nuklir. Antisipasi itu disiapkan menyusul penyiaran foto-foto perjalanan Pemimpin Korea Utara Kim Jong Un ke Gunung Paektu dengan menunggang kuda putih.
Foto-foto diedarkan kantor berita Korea Utara, KCNA, Rabu (15/10/2019). KCNA memberitakan orang-orang terdekat Kim yakin pemimpin mereka merencanakan operasi besar. ”Perjalanan naik kuda ke Gunung Paektu adalah peristiwa besar dan penting dalam revolusi Korea,” tulis KCNA.
Kim beberapa kali berziarah ke gunung itu terkait keputusan besar. Ia berkunjung ke sana selepas Pyongyang menguji coba rudal balistik antarbenua pada 2017. Ia juga pergi ke sana sebelum mengumumkan akan berunding dengan Korea Selatan dan AS. Bahkan, ia mengajak Presiden Korsel Moon Jae-in ke sana pada 2018.
Bagi keluarga Kim Jong Un, gunung itu penting. Kakek dan ayah Kim ke sana pada periode perang. Kuda putih juga simbol penting bagi keluarga Kim. ”Ini pernyataan simbolis. Upaya mengejar pencabutan sanksi sudah selesai. Tidak ada pernyataan jelas di sini, walakin (perjalanan) itu menandai arah baru kebijakan 2020,” kata Joshua Pollack, pakar Korut pada Middlebury Institute of International Studies di California, AS.
Perubahan yang mungkin terjadi adalah Pyongyang melanjutkan lagi uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) yang bisa menjangkau Amerika Serikat. Korut menghentikan uji coba rudal jenis itu sejak 2018 kala Kim setuju bertemu Presiden AS Donald Trump.
Perubahan yang mungkin terjadi adalah Pyongyang melanjutkan lagi uji coba rudal balistik antarbenua (ICBM) yang bisa menjangkau AS.
Sayang, dua kali pertemuan Kim-Trump gagal menghasilkan apa pun. Berkali-kali perundingan antarpejabat pelaksana AS-Korut juga tanpa hasil. Kegagalan terakhir terjadi dalam perundingan di Swedia. Korut menilai AS tak beritikad baik karena terus memaksa perlucutan total nuklir Korut padahal AS belum mencabut sanksi. Pyongyang ingin sanksi dicabut dulu, setidaknya sebagian, sebelum membahas perlucutan total.
Kemarahan
”Negara kesulitan gara-gara sanksi dan tekanan dari musuh serta ujian kepada kita. Akan tetapi, rakyat kita semakin kuat melewati semua cobaan dan menemukan cara berkembang serta belajar untuk selalu memenangi cobaan itu,” kata Kim, seperti disiarkan KCNA.
Kim mengatakan, derita warga Korut akibat permusuhan AS telah berubah menjadi kemarahan. ”Tak peduli apa pun ulah musuh, kita bisa hidup dengan usaha sendiri dan sejahtera dengan cara sendiri,” katanya.
Sejak 2006, AS menjatuhkan sedikitnya 11 rangkaian sanksi kepada Korut. Sanksi semakin keras sejak 2016, selepas beberapa kali uji coba nuklir dan rudal Korut. Dampaknya, aneka komoditas Korut sama sekali dilarang diekspor.
Terkait sanksi bagi Korut, Wakil Menteri Pertahanan AS untuk Urusan Indo-Pasifik, Randall Schriver menuding China melonggarkan penerapan sanksi untuk Korut, khususnya soal pengawasan atas penyelundupan ke Korut dengan modus pindah muatan kala kapal di laut.
”Kami mau mereka (China) bertindak lebih baik, setidak-tidaknya untuk penegakan sanksi. Walakin, saya pikir ada cara lebih baik bagi China untuk menolong dengan cara memaksa Pyongyang lebih terlibat dalam dialog. Kita tidak melihat sikap China seperti yang diharapkan,” kata Schriver.
Ia mengacu pada klaim AS bahwa Washington berusaha menjaga dialog terus berlanjut dan membujuk Pyongyang melucuti nuklirnya. AS selalu menekankan, sanksi dibutuhkan untuk memaksa Korut melucuti program nuklirnya.
China membantah tudingan Schriver soal sanksi Korut. Beijing menyatakan sudah memenuhi kewajiban sesuai resolusi Perserikatan Bangsa-Bangsa soal sanksi Korut. ”China selalu bersungguh-sungguh melaksanakan kewajiban terkait resolusi soal Korut. Negara lain juga seharusnya melaksanakan semua tugas dalam resolusi itu,” kata Geng Shuang, juru bicara Kementerian Luar Negeri China. (AP/REUTERS)