Belum diterbitkannya perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi hingga hari ini memicu berbagai respons dari publik. Media sosial pun riuh oleh mereka yang pro dan kontra Perppu KPK.
Oleh
satrio pangarso wisanggeni
·4 menit baca
JAKARTA, KOMPAS — Tiga puluh hari sudah dilewati sejak Rapat Paripurna DPR pada 17 September sepakat mengesahkan revisi Undang-Undang Komisi Pemberantasan Korupsi. Meski Presiden Joko Widodo belum memberikan tanda tangan, undang-undang tersebut tetap berlaku mulai hari ini, Kamis (17/10/2019).
Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan Pasal 73 Ayat 2 menyatakan bahwa sebuah rancangan undang-undang tetap sah dan wajib diundangkan meskipun tanpa tanda tangan presiden.
Belum diterbitkannya peraturan presiden pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU KPK hasil revisi hingga hari ini memicu berbagai respons dari publik. Bukan hanya unjuk rasa yang direncanakan digelar kelompok mahasiswa dari Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI), melainkan juga bermacam-macam pandangan langsung dari masyarakat melalui media sosial.
Tagar #PerppuSekarangJuga masuk dalam daftar trending topics sejak Rabu (16/10/2019) malam sekitar pukul 20.00. Sempat hilang beberapa jam, #PerppuSekarangJuga muncul kembali pada pukul 02.00 dini hari dan bertahan hingga pukul 06.00 pagi tadi.
Cuitan dalam tagar #PerppuSekarangJuga berisi harapan masyarakat kepada Presiden Joko Widodo untuk segera menerbitkan Perppu KPK.
Berdasarkan data Indonesia Indicator, hingga pukul 17.00, cuitan dengan tagar #PerppuSekarangJuga mencapai 13.324 cuitan.
Dalam sejumlah cuitan, tagar #ReformasiHargaMati juga turut disertakan. Namun, substansi cuitan dalam tagar ini cenderung lebih beragam, mulai dari meminta penerbitan perppu hingga mengenai kebebasan berpendapat aparatur sipil negara.
Tagar #ReformasiHargaMati berada dalam barisan trending topics selama sekitar tiga jam, dari pukul 07.00 hingga 10.00.
Trending topic juga memiliki potensi pada manipulasi data, seolah-olah yang mencuitkan tagar banyak sekali, padahal kadang-kadang isinya noise.
Tidak lama kemudian, seakan seperti sebuah reaksi, tagar #PancasilaBentengNKRI masuk ke dalam jajaran trending topics sejak sekitar pukul 11.00. Tagar #PancasilaBentengNKRI mencapai 25.911 cuitan hingga pukul 17.00.
Meski terkesan membawa pesan yang bersifat lebih umum, sejumlah cuitan awal membawa pesan-pesan melawan aksi unjuk rasa yang meminta penerbitan Perppu KPK, seperti yang diunggah akun anonim @IndoCaptain dan @GusMur8 di bawah ini.
#PancasilaBentengNKRI bertahan hingga sore. Keberadaan tagar tersebut juga sempat ber-overlap dengan tagar #MahasiswaKawalJokowi. Dalam sejumlah cuitan, kedua tagar tersebut sering bersama-sama dilampirkan.
#MahasiswaKawalJokowi juga masuk trending topics selama sekitar dua jam, dari pukul 13.00 hingga 15.00 sore. Ada juga kemungkinan kemunculan tagar #MahasiswaKawalJokowi tidak melalui gerakan yang organik. Ada akun yang menawarkan giveaway uang elektronik dan pulsa sebagai imbalan bagi mereka yang mencuit tagar tersebut.
Direktur Komunikasi Indonesia Indicator Rustika Herlambang mengatakan, trending topic yang lebih kuat belum tentu berasal dari pertumbuhan interaksi antar pengguna yang organik.
“Trending topic juga memiliki potensi pada manipulasi data—seolah-olah yang mencuitkan tagar banyak sekali, padahal kadang-kadang isinya noise. Ini yang perlu mendapat perhatian,” kata Rustika.
Menunggu nomor
Direktur Pusat Studi Konstitusi (Pusako) Universitas Andalas Feri Amsari mengatakan, sebelum UU KPK hasil revisi berlaku, masih ada tahapan yang harus dilalui terlebih dahulu. Tahapan tersebut adalah pemberian nomor undang-undang dan ditempatkan dalam lembaran negara.
”Maka pengundangan berupa pemberian nomor dan ditempatkan dalam lembaran negara perlu ditunggu karena setelah itu baru dapat dinyatakan berlaku,” kata Feri.
Selain tidak pernah masuk dalam Program Legislasi Nasional tahunan dan tidak membuka ruang pembahasan bersama masyarakat, Feri mengatakan, kesepakatan revisi UU KPK tidak memenuhi kuorum dalam Rapat Paripurna DPR.
”Maka dari itu, sangat bisa (untuk menerbitkan perppu). Aneh malah kalau tidak diterbitkan,” kata Feri.
Hal yang senada juga disampaikan peneliti Indonesia Corruption Watch, Kurnia Ramadhana. Kurnia mengatakan, semestinya, Presiden Jokowi tidak gentar dengan gertakan politisi yang menyebutkan akan melakukan pemakzulan jika menerbitkan perppu.
”Perppu pada dasarnya adalah kewenangan prerogatif Presiden dan konstitusional. Pada akhirnya nanti akan ada uji obyektivitas di DPR terkait dengan perppu tersebut,” kata Kurnia.
ICW, kata Kurnia, juga menuntut agar partai politik tidak mengintervensi Presiden dalam mengeluarkan perppu.
Sebelumnya, pada Rabu malam, Ketua KPK Agus Rahardjo mengatakan, pihaknya sudah mempersiapkan aturan turunan dalam bentuk peraturan komisi yang berfungsi sebagai petunjuk teknis dari UU KPK yang baru.
Namun, pihaknya masih menunggu kepastian dari status UU KPK yang baru dari Direktorat Jenderal Perundang-undangan Kementerian Hukum dan HAM.
Awalnya, pertemuan antara pimpinan KPK dan Dirjen Perundang-undangan Kemenkumham dijadwalkan digelar pada hari ini, Kamis (17/10/2019), tetapi ternyata ditunda.