Pelantikan Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Ma’ruf Amin hari Minggu, 20 Oktober 2019, merupakan puncak ritual demokrasi prosedural.
Kontestasi politik yang hampir membelah Republik di media sosial dialami bangsa ini. Bangsa ini patut bersyukur kontestan yang berkompetisi dalam pemilu presiden, 17 April 2019, Prabowo Subianto-Sandiaga Uno, tetap memilih jalur konstitusional untuk mempersoalkan hasil pemilu. Putusan Mahkamah Konstitusi pun diterima semua pihak.
Anggota DPR dan DPD telah dilantik pada 1 Oktober 2019. Kini, bangsa Indonesia menantikan pelantikan Presiden Jokowi dan Wapres Ma’ruf Amin. Pasangan Jokowi-Jusuf Kalla bakal tercatat dalam sejarah politik Indonesia. Duet Jokowi- Kalla adalah presiden-wakil presiden sipil pertama—di luar proklamator Soekarno—yang bisa menggenapkan kepemimpinannya dalam lima tahun. Presiden Jokowi bersama Ma’ruf Amin diberi mandat membangun Indonesia pada 2019-2024.
Capaian dan kematangan demokrasi rakyat Indonesia itu harus diapresiasi. Demokrasi kian terkonsolidasi. Biarkanlah bangsa Indonesia menikmati acara pelantikan presiden pada Minggu, 20 Oktober 2019. Aparat keamanan harus memastikan acara pelantikan presiden berjalan aman dan lancar. Kekosongan kekuasaan tidak boleh terjadi. Unjuk rasa merupakan hak asasi manusia, tetapi akan lebih ideal jika unjuk rasa tidak mengganggu pelantikan presiden.
Bangsa ini patut berterima kasih kepada Wakil Presiden Jusuf Kalla yang telah mendampingi Presiden Jokowi selama lima tahun. Pada 20 Oktober 2019, Kalla akan resmi melepaskan jabatannya sebagai wakil presiden. Kalla pun sudah bersiap untuk itu dan memosisikan dirinya sebagai bapak bangsa dan diharapkan tetap memberikan kontribusinya untuk bangsa.
Pesta pelantikan tak boleh terlalu lama. Kerja cepat dinanti karena tantangan yang dihadapi bangsa ini tidak ringan. Demokrasi prosedural harus diubah menjadi demokrasi substansial. Ancaman resesi ekonomi global, paham radikal dan intoleransi yang kian merasuk, korupsi yang merajalela, kesenjangan sosial ekonomi yang lebar, penataan sistem pemilu, dan pelunasan janji kampanye menuntut perhatian. Konsolidasi politik, konsolidasi hukum, konsolidasi militer harus menjadi prioritas pemerintahan Jokowi-Amin.
Karena itulah kabinet yang dibentuk Jokowi-Amin haruslah menawarkan harapan, menawarkan optimisme untuk menyongsong masa-masa sulit. Sudah banyak pekerjaan di depan mata, termasuk kontroversi UU KPK, kontroversi RKUHP, kontroversi RUU Pertanahan dan RUU Minerba.
Postur kabinet baru tidak hanya sekadar membuat kejutan atau asal menarik perhatian publik tanpa memperhatikan fatsun politik. Seorang menteri harus bisa langsung bekerja menggerakkan mesin birokrasi. Besarnya masalah yang dihadapi menuntut konsentrasi pemimpin nasional. Rangkap jabatan Wapres Ma’ruf Amin dan Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia juga sebaiknya segera disudahi.